Rabu, 12 September 2012

MAKALAH NYERI AKUT

MAKALAH NYERI AKUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri akut merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri akut sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri akut bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari makalah ini adalah: 1. Apa dampak nyeri akut? 2. Bagaimana menentukan derajat nyeri? 3. Bagaimana penanganan nyeri akut? 4. Bagaimana pengobatan nyeri? C. Tujuan Masalah Dari Rumusan masalah di atas tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengertian nyeri dan nyeri akut. 2. Mengetahui dampak nyeri akut. 3. Mengetahui cara penanganan nyeri. 4. Mengetahui pengobatan nyeri. BAB II NYERI AKUT Sensasi nyeri adalah suatu hal yang sangat sering kita alami dalam keseharian kita.. Sensasi nyeri berdiri sendiri di antara sensasi lainnya karena disertai oleh unsur psikologis dan emosional. Hal ini diketahui oleh International Association for the Study of Pain (IASP) yang mendefinisikan nyeri sebagai “sensasi atau rasa yang tidak nyaman dan pengalaman emosional yang disebabkan oleh kerusakan jaringan atau kemungkinan kerusakan jaringan atau istilah-istilah lainnya yang digunakan untuk menjelaskan kerusakan tersebut.” Sehingga dapat dikatakan bahwa sensasi nyeri adalah alarm peringatan yang memberitahu kesadaran bahwa ada sesuatu dalam tubuh kita yang tidak berjalan normal. Bila nyeri tidak ditangani secara benar maka dapat menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut. A. DEFINISI NYERI Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Menurut Engel (1970) menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi luka. Nyeri adalah apa yang dikatakan oleh orang yang mengalami nyeri dan bila yang mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu ada. Definisi ini tidak berarti bahwa anak harus mengatakan bila sakit. Atau merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan di tubuh. Nyeri dapat diekspresikan melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku (Mc Caffrey & Beebe, 1989 dikutip dari Betz & Sowden, 2002). Mekanisme nyeri adalah sebagai berikut rangsangan diterima oleh reseptor nyeri, di ubah dalam bentuk impuls yang di hantarkan ke pusat nyeri di korteks otak. Setelah di proses dipusat nyeri, impuls di kembalikan ke perifer dalam bentuk persepsi nyeri. B. NYERI AKUT Nyeri akut biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan (Brunner & Suddarth, 1996). Berger (1992) menyatakan bahwa nyeri akut merupakan mekanisme pertahanan yang berlangsung kurang dari enam bulan. Secara fisiologis terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah perifer, tegangan otot, keringat pada telapak tangan, dan perubahan ukuran pupil. Bentuk dari nyeri akut dapat berupa nyeri somatik luar (nyeri tajam di kulit, subkutis, mukosa), nyeri somatik dalam (nyeri tumpul di otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat) dan nyeri viseral (nyeri karena penyakit atau disfungsi organ dalam). Konsekuensi dari adanya kerusakan jaringan adalah disekresikannnya zat- zat kimia bersifat algesik (menimbulkan nyeri) yang berkumpul di sekitarnya dan dapat menimbulkan nyeri. Zat mediator inflamasi tersebut diantaranya: bradikinin, histamin, katekolamin, sitokinin, serotonin, proton, lekotrien, prostaglandin substansi-P dan 5-hidroksitriptamin. C. MEKANISME NYERI AKUT Mekanisme nyeri diawali oleh adanya sensasi nyeri yang ditangkap oleh tubuh melalui reseptornya dikulit yaitu free nerve ending (ujung saraf bebas). Reseptor nyeri dapat dirangsang oleh stimulasi mekanik, suhu panas, atau oleh zat kimia yang mengiritasi. Ketika reseptor nyeri pada jaringan perifer dirangsang (misalnya pada kulit) maka impuls nosiseptif (nyeri) dihantarkan ke sistem saraf pusat oleh serabut saraf khusus melalui medula spinalis menuju ke otak, yang nantinya pada Pusat-pusat yang lebih tinggi ini sensasi nyeri akan diubah menjadi persepsi nyeri serta komponen emosional yang menyertainya. Respons sistemik terhadap nyeri akut berhubungan dengan respons neuroendokrin sesuai derajat nyerinya. Nyeri akut akan menyebabkan peningkatan hormon katabolik (katekolamin, kortisol, glukagon, renin, aldosteron, angiotensin, hormon antidiuretik) dan penurunan hormon anabolik (insulin, testosteron). Manifestasi nyeri dapat berupa hipertensi, takikardi (denyut nadi di atas normal), hiperventilasi (kebutuhan Oksigen dan produksi karbon dioksida meningkat), tonus sfingter saluran cerna dan saluran air kemih meningkat (ileus, retensi urin). D. PENENTUAN DERAJAT NYERI Penentuan derajat nyeri akut sangat penting guna merencanakan pengobatan yang akan dipilih.. Derajat nyeri akut dapat diukur dengan macam- macam cara, misalnya tingkah laku pasien, skala verbal dasar, skala analog visual dan lain-lain. Secara sederhana nyeri akut pada pasien sadar dapat langsung ditanyakan pada yang bersangkutan dan biasanya dikatagorikan sebagai: tidak nyeri (none), nyeri ringan (mild, slight), nyeri sedang (moderate), nyeri berat (severe) dan sangat nyeri (very severe, intolerable). Kemudian paramedis dapat mencocokkkan antara rasa nyeri yang diungkapkan oleh pasien dengan ekspresi nyeri yang ditunjukkannya guna menentukan derajat nyeri yang sesungguhnya. 1. Face Pain Rating Scale Menurut Wong dan Baker (1998) pengukuran skala nyeri untuk anak usia pra sekolah dan sekolah, pengukuran skala nyeri menggunakan Face Pain Rating Scale yaitu terdiri dari 6 wajah kartun mulai dari wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri” hingga wajah yang menangis untuk “nyeri berat”. 2. Word Grapic Rating Scale Menggunakan deskripsi kata untuk menggambarkan intensitas nyeri, biasanya dipakai untuk anak 4-17 tahun (Testler & Other, 1993; Van Cleve & Savendra, 1993 dikutip dari Wong & Whaleys, 1996). 0 1 2 3 4 5 Tidak nyeri ringan sedang cukup sangat nyeri nyeri hebat 3. Skala nyeri menurut bourbanis 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tidak nyeri ringan nyeri sedang nyeri berat nyeri berat Nyeri terkontrol tidak Terkontrol Perawat dapat menanyakan kepada klien tentang nilai nyerinya dengan menggunakan skala 0 sampai 10 atau skala yang serupa lainnya yang membantu menerangkan bagaimana intensitas nyerinya. Nyeri yang ditanyakan pada skala tersebut adalah sebelum dan sesudah dilakukan intervensi nyeri untuk mengevaluasi keefektifannya (Mc Kinney et al, 2000). Jika klien mengerti dalam penggunaan skala dan dapat menjawabnya serta gambaran-gambaran yang diungkapkan atau ditunjukkan tersebut diseleksi dengan hati-hati, setiap instrumen tersebut dapat menjadi valid dan dapat dipercaya (Gracely & Wolskee,1983; Houdede, 1982; Sriwatanakul, Kelvie & Lasagna, 1982 dikutip oleh Jacox, et al, 1994). E. DAMPAK NYERI AKUT Nyeri akut jika tidak diperiksa, mempunyai dampak yang mengganggu sistem ventilasi, kardiovaskuler, saluran pencernaan, urogenital, dan imunitas/kekebalan tubuh. Pemulihan nyeri akut mengurangi morbiditas dan mortalitas serta menyediakan peluang lebih cepat untuk melanjutkan aktivitas sehari-hari yang dapat mempercepat proses penyembuhan secara menyeluruh. Dampak yang berpotensi bahaya dari tidak adanya pengobatan atau penatalaksanaan yang tidak adekuat terhadap nyeri akut dengan baik digambarkan dengan mempertimbangkan akibatnya yang menyertai pembedahan abdomen bagian atas. Nyeri menstimulasi refleks ’kontraksi otot’ pada level tertentu, dan pada sisi yang lain, tempat suatu insisi menyebabkan spasme otot-otot abdomen dan interkostal. Pasien yang tidak diobati memperlihatkan gejala ekspirasi paksa untuk mengimbangi spasme otot dan fungsi paru berkompensasi. Hal ini menyebabkan kolaps paru, atau atelektasis, dan hipoksemia, yang bersamaan dengan terjadinya ketidakmampuan untuk batuk dan membersihkan sekret karena nyeri, sehingga meningkatkan peluang untuk terjadinya infeksi paru. Perubahan tersebut lebih sering muncul pada perokok, pasien obese, pasien dengan riwayat penyakit paru dan pada pasien usia lanjut. Secara khusus, pasien usia lanjut lebih mudah mengalami komplikasi setelah pembedahan abdomen ataupun thoraks karena mereka mempunyai otot yang lebih lemah, seringkali kurang gizi, dan mempunyai kecenderungan lebih besar untuk mengalami imobilitas. Terdapat pula resiko terjadinya penekanan luka dan tromboemboli jika nyeri sampai menghambat mobilisasi pasien setelah pembedahan. Nyeri akut menstimulasi sistem saraf simpatis dan mengakibatkan takikardia, vasokonstriksi dan hipertensi yang dapat membahayakan pasien yang mempunyai riwayat iskemia miokardial (angina atau infark) ataupun penyakit vaskuler. Beban jantung dan kebutuhan oksigen dapat melebihi suplai akibat adanya angina ataupun infark. Masalah dengan fungsi gastrointestinal dapat muncul pada nyeri akut yang tidak pulih, sebagai contoh yang dapat menimbulkan masalah adalah mual dan muntah. Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan peningkatan sekresi lambung tetapi, sebagai akibat berkurangnya aktivitas dan tonus otot polos, terdapat penurunan motilitas usus dan pengosongan lambung. Faktor-faktor ini dapat pula berperan pada timbulnya ileus pasca pembedahan (paralisis dari usus halus). Sebagai tambahan, obat-obat opioid biasanya digunakan pada pengobatan nyeri akut dengan penurunan motilitas usus dan pengosongan lambung yang menyebabkan emesis (muntah) dan waktu transit usus yang lamban. Oleh karena itu, pada beberapa keadaan dianggap penting untuk menggunakan teknik analgesik yang menghindari penggunaan opioid dosis besar (misalnya: anestetik regional atau obat-obat anti-inflamasi). Peningkatan aktivitas simpatis juga mempengaruhi fungsi kandung kemih dan dapat menyebabkan retensi urin akibat meningkatnya tonus sfingter pada leher kandung kemih. Obat-obat opioid dapat menambah masalah ini. Nyeri akut dapat meningkatkan respon stres terhadap pembedahan, dan memodulasi respon imunologis terhadap trauma. Terdapat fakta yang berlawanan tentang peran manajemen nyeri dalam mengurangi efek-efek tersebut. Kemungkinan besar bahwa teknik analgesik yang berbeda dan obat-obatan mempunyai efek yang berbeda pada sistem neuroendokrin dan sistem imun. F. PENANGANAN NYERI AKUT Penanganan nyeri akut memerlukan kombinasi dari terapi farmakologis dan non farmakologis. Dimana pada terapi nonfarmakologis kita harus memperbaiki atau mengobati juga kerusakan jaringan yang menimbulkan nyeri atau mengatasi juga kondisi sistemik yang dapat menimbulakan nyeri disamping tetap memberikan terapi farmakologis untuk mengatasi rasa nyerinya. Metoda terapi farmakologis nyeri akut, disesuaikan dengan standar pola penangannan nyeri dari WHO. Untuk mengatasi nyeri ringan digunakan obat anti inflamasi non steroid (parasetamol, asam mefenamat, ibuprofen, natrium diclofenak), untuk mengatasi nyeri sedang digunakan obat anti inflamasi non steroid dikombinasi dengan golongan opioid (narkotika) lemah seperti kodein dan untuk mengatasi nyeri berat digunakan obat anti inflamasi non steroid dikombinasi dengan golongan opioid kuat (morfin). Selain pengobatan diatas kadang dibutuhkan juga pengobatan tambahan diantaranya obat sedatif bila nyeri disertai stress, pengobatan akupunktur, sampai blok anestesi. G. METODE PENGOBATAN NYERI Metoda pengobatan nyeri dapat dengan cara sistemik (oral, rectal, transdermal, sublingual, subkutan, intramuscular, intravena atau perinfus). Cara yang sering digunakan dan paling digemari ialah intramuscular sebab memberikan efek penghilang nyeri lebih cepat, meskipun paradigma ilmu kedokteran saat ini telah berupaya untuk mendidik masyarakat sedapat mungkin mengurangi pemberian obat intramuscular. Metoda regional misalnya dengan epidural opioid atau intraspinal opioid. Kadang- kadang digunakan metoda infiltrasi pada luka operasi sebelum pembedahan selesai. Untuk masyarakat umun bila mengalami nyeri disarankan untuk segera berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan pengobatan sesuai dengan masalah nyeri yang dialami. PENGOBATAN NYERI Beberapa jenis analgetik (obat pereda nyeri) bisa membantu mengurangi nyeri. Obat ini digolongkan ke dalam 3 kelompok: a. Analgetik opioid (narkotik) Analgetik opioid merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat. Secara kimia analgetik opioid berhubungan dengan morfin. Morfin merupakan bahan alami yang disarikan dari opium, walaupun ada yang berasal dari tumbuhan lain dan sebagian lainnya dibuat di laboratorium. Analgetik opioid sangat efektif dalam mengurangi rasa nyeri namun 11n N nnnm m nnm nm m M M MNNN m M N MN NM mempunyai beberapa efek samping. Semakin lama pemakai obat ini akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Selain itu sebelum pemakaian jangka panjang dihentikan, dosisnya harus dikurangi secara bertahap, untuk mengurangi gejala-gejala putus obat. Berbagai kelebihan dan kekurang dari analgetik opiod: 1. Morfin, merupakan prototipe dari obat ini, yang tersedia dalam bentuk suntikan, per-oral (ditelan) dan per-oral lepas lambat. Sediaan lepas lambat memungkinkan penderita terbebas dari rasa nyeri selama 8-12 jam dan banyak digunakan untuk mengobati nyeri menahun. 2. Analgetik opioid seringkali menyebabkan sembelit, terutama pada usia lanjut. Pencahar (biasanya pencahar perangsang, contohnya senna atau fenolftalein) bisa membantu mencegah atau mengatasi sembelit. 3. Opioid dosis tinggi sering menyebabkan ngantuk. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat-obat perangsang (misalnya metilfenidat). 4. Analgetik opioid bisa memperberat mual yang dirasakan oleh penderita. Untuk mengatasinya diberikan obat anti muntah, baik dalam bentuk per-oral, supositoria maupun suntikan (misalnya metoklopramid, hikroksizin dan proklorperazin). 5. Opioid dosis tinggi bisa menyebabkan reaksi yang serius, seperti melambatnya laju pernafasan dan bahkan koma. Efek ini bisa dilawan oleh nalokson, suatu penawar yang diberikan secara intravena. b. Analgetik Non-opioid Semua analgetik non-opiod (kecuali asetaminofen) merupakan obat anti peradangan non-steroid (NSAID, nonsteroidal anti-inflammatory drug). Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara: 1. Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri. 2. Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang seringkali terjadi di sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri. Aspirin merupakan prototipe dari NSAID, yang telah digunakan selama lebih dari 100 tahun. Pertama kali disarikan dari kulit kayu pohon Willow. Tersedia dalam bentuk per-oral (ditelan) dengan masa efektif selama 4-6 jam. Efek sampingnya adalah iritasi lambung, yang bisa menyebabkan terjadinya ulkus peptikum. Karena mempengaruhi kemampuan darah untuk membeku, maka aspirin juga menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan di seluruh tubuh. Pada dosis yang sangat tinggi, aspirin bisa menyebabkan gangguan pernafasan. Salah satu pertanda dari overdosis aspirin adalah teling berdenging (tinitus). Mula kerja dan masa efektif dari berbagai NSAID berbeda-beda, dan respon setiap orang terhadadap NSAID juga berbeda-beda. Semua NSAID bisa mengiritasi lambung dan menyebabkan ulkus peptikum, tetapi tidak seberat aspirin. Mengkonsumsi NSAID bersamaan dengan makanan dan antasid bisa membantu mencegah iritasi lambung. Obat misoprostol bisa membantu mencegah iritasi lambung dan ulkus peptikum; tetapi obat ini bisa menyebabkan diare. Asetaminofen berbeda dari aspirin dan NSAID. Obat ini bekerja pada sistem prostaglandin tetapi dengan mekanisme yang berbeda. Asetaminofen tidak mempengaruhi kemampuan pembekuan darah dan tidak menyebabkan ulkus peptikum maupun perdarahan. Tersedia dalam bentuk per-oral atau supositoria, dengan masa efektif selama 4-6 jam. Dosis yang sangat tinggi bisa menyebabkan efek samping yang sangat serius, seperti kerusakan hati. Yang termasuk NSAID lainnya adalah Ibuprofen , Naproxen , Fenoprofen , Ketoprofen , Dexketoprofen , Indomethacin , Ketorolac , Diclofenac , Piroxicam , Meloxicam , Mefenamic acid , Etoricoxib ,Celecoxib c. Analgetik Ajuvan Analgetik ajuvan adalah obat-obatan yang biasanya diberikan bukan karena nyeri, tetapi pada keadaan tertentu bisa meredakan nyeri. Contohnya, beberapa anti-depresi juga merupakan analgetik non-spesifik dan digunakan untuk mengobati berbagai jenis nyeri menahun, termasuk nyeri punggung bagian bawah, sakit kepala dan nyeri neuropatik. Obat-obat anti kejang (misalnya karbamazepin) dan obat bius lokal per-oral (misalnya meksiletin) digunakan untuk mengobai nyeri neuropatik. ANESTESI LOKAL & TOPIKALL Anestesi (obat bius) lokal bisa digunakan langung pada atau di sekitar daerah yang luka untuk membantu mengurangi nyeri. Jika nyeri menahun disebabkan oleh adanya cedera pada satu saraf, maka bisa disuntikkan bahan kimia secara langsung ke dalam saraf untuk menghilangkan nyeri sementara. Anestesi topikal (misalnya lotion atau salep yang mengandung lidokain) bisa digunakan untuk mengendalikan nyeri pada keadaan tertentu. Krim yang mengandung kapsaisin (bahan yang terkandung dalam merica) kadang bisa membantu mengurangi nyeri karena herpes zoster, osteoartritis dan keadaan lainnya. PENGOBATAN NYERI TANPA OBAT Selain obat-obatan, pengobatan lainnya juga bisa membantu mengurangi nyeri. Mengobati penyakit yang mendasarinya, bisa menghilangkan atau mengurangi nyeri yang terjadi. Misalnya memasang gips pada patah tulang atau memberikan antibiotik untuk infeksi sendi, bisa mengurangi nyeri. Tindakan yang bisa membantu mengurangi nyeri adalah: 1. Kompres dingin dan hangat 2. Ultrasonik bisa memberikan pemanasan dalamd an mengurangi nyeri karena otot yang robek atau rusak dan peradangan pada ligamen 3. TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation) merupakan arus listrik ringan yang diberikan pada permukaan kulit 4. Akupuntur, memasukkan jarum kecil ke bagian tubuh tertentu. Mekanismenya masih belum jelas dan beberapa ahli masih meragukan efektivitasnya. 5. Biofeedback dan teknik kognitif lainnya (misalnya hipnotis atau distraksi) bisa membantu mengurangi nyeri dengan merubah perhatian penderitanya. Teknik ini melatih penderita untuk mengendalikan nyeri atau mengurangi dampaknya. 6. Dukungan psikis merupakan faktor yang tidak boleh disepelekan. Sebaiknya diperhatikan tanda-tanda adanya depresi dan kecemasan, yang mungkin akan memerlukan penanganan ahli jiwa. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Nyeri akut merupakan nyeri yang datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Bentuk dari nyeri akut dapat berupa nyeri somatik luar (nyeri tajam di kulit, subkutis, mukosa), nyeri somatik dalam (nyeri tumpul di otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat) dan nyeri viseral (nyeri karena penyakit atau disfungsi organ dalam). Dalam penentuan derjat nyeri seseorang, kita dapat menggunakan macam- macam cara, misalnya tingkah laku pasien, skala verbal dasar, skala analog visual dan lain-lain. Secara sederhana nyeri akut pada pasien sadar dapat langsung ditanyakan pada yang bersangkutan dan biasanya dikatagorikan sebagai: tidak nyeri (none), nyeri ringan (mild, slight), nyeri sedang (moderate), nyeri berat (severe) dan sangat nyeri (very severe, intolerable). Untuk penanganan nyeri akut kita dapat menggunakan obat – obatan dan juga tanpa obat. Penanganan menggunakan obat untuk nyeri ringan digunakan obat anti inflamasi non steroid (parasetamol, asam mefenamat, ibuprofen, natrium diclofenak), untuk mengatasi nyeri sedang digunakan obat anti inflamasi non steroid dikombinasi dengan golongan opioid (narkotika) lemah seperti kodein dan untuk mengatasi nyeri berat digunakan obat anti inflamasi non steroid dikombinasi dengan golongan opioid kuat (morfin). Sedangkan penanganan nyeri tanpa menggunakan obat, kita dapat menggunakan tehnik akupuntur, kompres, TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation), ultrasonic, dan biofeedback. B. SARAN Dalam kasus nyeri akut, peran diri sendiri maupun peran perawat sangatlah dibutuhkan. Karena nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara tiba – tiba, dan umumnya berkaitan dengan cidera spesifik. Maka setidaknya seseorang yang menderita nyeri akut harus diperiksakan untuk mengetahui penyebabnyadan harus segera diberikan pengobatannya. DAFTAR PUSTAKA Barbara Z dan Glenora (1983) Fundamentals OF Nursing Second Edition, Addison Wesley Publising Company, California-USA Potter dan Perry (1997) Fundamental of Nursing, Mosby USA Conklin KA. Analgesia dan Anestesia Obstetrik. Esensial Obstetri dan Ginekologi. WB Saunders Company, Philadelphia, 2001;149-62 Charlton JE. Pain and Pregnancy and Labor. Core Curiculum for Professional Education in Pain. IASP Press, Seattle, 2005;1-3 Johnson M. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) Low Frequency Currents, 2003;259-82 Carpenito, LJ (2000) Diagnosa Keperawatan ; Aplikasi Pada Praktek Klinik, EGC Jakarta Notoatmodjo (2002) Metodologi Penelitian Kesehatan Rineka Cipta Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar