Rabu, 12 September 2012

ASUHAN KEPERAWATAN LEPRA

ASUHAN KEPERAWATAN LEPRA TINJAUAN TEORI A. Pengertian Lepra adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh kuman tahan asam “Mycobacterium Leprae”. B. Etiologi Mycobacterium Leprae yang berbentuk batang, berukuran 2-8 um dan diameter 0,3 um, bersifat tahan asam dan merupakan parasit obligat intraseluler. C. Patofisiologi Mycobacterium Leprae berprediksi di daerah-daerah tubuh yang relatif lebih dingin. Sebenarnya M.Leprae mempunyai pathogenesis dan daya inuasif yang rendah, sebab penderita yang mengandung kuman yang lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit disebabkan oleh respon imun yang berbeda yang mengugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat kambuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit lepra dapat disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selulernya daripada intensitas infeksinya. D. Tanda dan Gejala • Timbul bercak atau benjolan dengan rasa tebal/matirasa, kadang ada keluhan nyeri pada lengan dan tungkai, sendi-sendi, demam, pilek dan mata procos • Lesi kulit yang khas (bercak/plak hipopigmentasi/eritematosa, papul atau nodul) • Annesthesia pada kesi • Pembesaran saraf tepi E. Klasifikasi Klasifikasi Lepra berdasarkan “Respon Imunologis pnderita” di bagi menjadi : 1. Tipe Indeterminate (1) Kelainan kulitnya berupa makula hipopigmentasi 1-2 buah, batas kurang tegas kadang dijumpai hipoestesi 2. Tipe Tuberculoid (TT) Lesi kulit berupa macula/plak eritematosa atau hipopigmentasi dengan batas tegas, jumlah 1-4 buah, permukaan lesi kering, bersisik dan rambut pada lesi berkurang atau tidak ada sama sekali. Nyeri , hipoestesi atau anaestnesi dan penebalan syaraf. BTA negative, tes lepromin positif sangat kuat. 3. Tipe Bordeline Tuberculoid (BT) Lesi kulit menyerupai tipe TT. Jumlah lesi lebih banyak (2-8 buah) berupa macula/plak hipopigmentasi. Beberapa syaraf mungkin menebal dan menimbulkan gangguan sensoris dan motoris, anestesi tampak nyata. BTA negatif atau positif satu (+1), test lepromin positif lemah. 4. Tipe Mid Borderline (BB) Lesi kulit condong simestris, berupa macula, plak atau papul dan dapat kombinasi ketiganya, warna lesi eritematosa atau kecoklatan. Lesi punched merupakan tanda karakteristik berupa infiltrat dengan central clear area. BTA positif satu atau dua (+2/+3). Test lepromin negative atau positif lemah. 5. Tipe Borderline (BL) Lesi dimulai dengan macula kemudian menyebar secara simetris. Lesi punched-out lebih multiformis, banyak dan tersebar. Permukaan lesi halus, mengkilat dengan batas tegas. Anestesi pada tangan dan kaki simetris. BTA positif empat atau lima (+4/+5). Test lapromin negatif. 6. Tipe Lapromatous (LL) Lesi dimulai dengan makula yang menyebar dan terdistribusi secara bilateral sinutris. Lesi terbatas tidak tegas, hipopigmentasi, atau sedikit eritematosa. Pada fase lanjut terdapat pembesaran saraf dengan glove anda stocking anaesthesia. Gejala yang lain adalah pelebaran hidung, penebalan, lobules telinga dan edema kaki. BTA positif lima atau enam (+5/+6). Test lepromin negative. F. Pemeriksaan Penunjang • Test lepromin • Bakteriologis : sediaan apas dari irisan kulit dan usapan mukosa hidung dengan pewarnaan Zeihl-Nielsen. • Scrologis pengukuran antibody anti M.Leprae • PA : Biopsi lesi kulit dan atau saraf • ENMG G. Komplikasi • Imunologi : reaksi lepra tipe I (reversal) dari reaksi lepra tipe II (eritema nodosum leprosum/ENL) • Neurologis : ulkus, law hand, drop hand, drop foot, kontraktur, multilasi dan resorbsi. H. Penatalaksanaan • Semua penderita lepra diobati dengan MDT yang terdiri dari Dapson, Lampren, dan Rifampisin • Reaksi tipe I dan tipe II ringan diberikan aspirin atu kloroquin • Reaksi tipe II berat dapat diberikan kortikosteroid dengan penurunan dosis secara bertahap • Bila ada neuritis perlu dilakukan imobilisasi • Perawatan ulkus KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Data Subyetif • Timbul bercak atau benjolan dengan rasa tebal/mati rasa, kadang mengeluh nyeri pada lengan / tungkai, sendi-sendi, demam, pilek, dan mata procos. 1. Data Obyektif • Bercak/plak hipopigmentasi/ eritematosa, papul atau nodul • Anestesi pada lesi • Pembesaran saraf tepi 1. Data Penunjang • BTA pada sediaan apus irisan kulit positif • Test lepronim positif atau negatif B. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri s.d pembesaran saraf tepi. 2. Potensial cedera s.d hipo/anaestesia 3. Kurang pengetahuan s.d kurang informasi 4. Gangguan Integritas kulit s.d adanya ulkus C. Rencana Keperawatan No Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri s.d pembesaran saraf tepi. Ditandai dengan : DS : nyeri pada lengan / tungkai DO : klien tampak kesakitan, pembesaran saraf tepi Tujuan : Klien merasa nyaman Kriteria hasil : Klien tampak tenang Nyeri berkurang atau hilang • Kaji karakteristik nyeri • Kaji repon klien terhadap nyeri • Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi • Ciptakan lingkungan yang teraupeutik • Kelola pemberian analgetik sesuai program 2. Potensial cedera s.d hipo/anaestesia Ditandai dengan : DS : mati rasa DO : pembesaran saraf tepi Tujuan : Tidak terdapat cedera selama perawatan Kriteria hasil : DS mengetahui hal-hal yang harus dihindari untuk mencegah cedera • Kaji tingkat kemampuan aktivitas klien • K/P Bedrest • Mobilisasi bertahap • Hindari hal-hal yang memungkinkan terjadinya cedera • Jelaskan proses terjadinya hilang rasa dan cara mengatasinya 3. Kurang pengetahuan s.d kurang informasi Ditandai dengan : DS : klien belum tahu tentang penyakitnya. Tujuan : Pengetahuan kilen/keluarga tentang penyakit lepra dan perawatannya menigkat Kriteria hasil : Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan kpd klien/ keluarganya maka mengetahui tentang : - Penyakit lepra - Perawatan & pengobatan - Efek samping pengobatan • Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga • Jelaskan dengan bahasa yang sederhana tentang : - Penyakit lepra dan kemungkinan komplikasi - Pengobatan dan efek sampingnya - Hal-hal yang harus dihindari untuk mencegah cedera • Berikan brosur tentang penyakit lepra • Berikan kesempatan kepada klien/keluarga untuk bertanya lebih lanjut. 4. Gangguan Integritas kulit s.d adanya ulkus Ditandai dengan : DS : - DO : ulkus Tujuan : Integritas kulit kembali utuh Kriteria hasil : Setelah 7 hari perawatan ulkus membaik, bersih, tidak berbau, granulasi (+) • Kaji karakteristik ulkus • Perawatan ulkus 2×1 hari • Berikan diet tinggi protein • Kelola pemberian antibiotic sesuai dengan program Like this: Suka Be the first to like this. MORBUS HANSEN (Kusta, Lepra) Posted Juni 9, 2009 by Iwan Sain, S.Kp, M.Kes in Uncategorized. Ditandai:askep, asuhan, kesehatan, kusta, lepra, morbus hansen. 9 Komentar PENGERTIAN Adalah penyakit infeksi kronis yg disebabkan oleh mycobacterium leprae, pertama kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang kulit dan organ-organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat ETIOLOGI Mycobacterium Leprae yg ditemukan pertama kali oleh akmuer Hasen di norwegia INSIDEN • Dapat terjadi pada semua umur, tapi jarang ditemukan pada bayi • Laki-laki lebih banyak dibanding wanita • Diperkirakan penderita didunia ± 10.596.000 dan di Indonesia ± 121.473 Orang (data th 1992) PENULARAN • Cara penularannya belum diketahui dengan jelas • Tapi diduga menular melalui salura pernapasan (droplet infection) • Pendapat lain mengatakan bhw penularannya melalui kontak langsung, erat dan berlangsung lama • Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit morbus hansen adalah Umur, Jenis kelamin, Ras,Genetik, Iklim, Lingkungan/sosio ekonomi, Kekekbalan –> (± 93 – 95 % kekebalan pada penyakit lepra) GAMBARAN KLINIS Dapat menyerang kulit, saraf, otot, ras, mata, jantung, testis • Pada kulit –> tdp makula yg hipopigmentasi yg kurang rasa/tidak rasa, kulit kering dan pecah-pecah, terjadi madarosis • Pada saraf –> Sensoris : hipestesi/anastesi –> ulkus • Motoris : Paralisa otot, atropi otot dan kontraktur • Otonom : gangguan pengeluaran keringat • Penebalan saraf tepi • Testis –> orchitis • Mata –> Keratitis, iridosiklitis Secara umum permukaan tubuh yang sering diserang adalah permukaan tubuh yang memiliki sushu yg rendah seperti : muka, telinga, hidung dan ekstremitas Tanda-tanda khas pada makula adalah 5 A (anastesi, achromi,atropi,anhidrosis, alopesia) KLASIFIKASI Tujuan Kalsifikasi adalah: 1. penentuan prognosis 2. penentuan terapi 3. penentuan kriteria bebas dari obat dan pengawasan 4. mengantisipsi terjadinya reaksi 5. penyeragaman secara internasional –> kepentingan epidemiologis Beberapa klasifikasi MH antara lain 1. Klasifikasi InternASional Madrid (1953) • Lepromatous ( L) • Tuberculoid (T) • Indeterminate (I) • Borderline (B) 2. Klasifikasi Ridley Jopling (1962) • TT, BT, BB, BL, LL 3. Klasifikasi WHO (1981) • Paucibacillary : BI –> Negatif • Multibacillary –> Positif BACTERIOSKOPIS Secara mikroskopis dapat ditemukan • Batang utuh (solid) • Batang terputus (fragmented) BACTERIAL INDEKS (BI) Uukuran semi kuantitatif kepadatan basil kusta dari sediaan kulit yang diperiksa. Yang dihitung adalah jumlah rata-rata dari basil hidup dan mati yang diambil dari beberapa tempat Kegunaan BI adalah: 1. Membantu menegakkan diagnosis 2. Membantu menetukan klasifikasi atau membantu menentukan tipe kusta 3. Membantu menilai berat ringannya daya infeksi pada kulit dan bukan untuk menentukan/ menilai hasil pengobatan tang efektif MORPHOLOGIKAL INDEKS Adalah merupakan prosentase basil kusta yang bentuk solid dibanding semua hasil yg dihitung Kegunaan MI 1. membantu kemajuan pengobatan/menilai efektifitas obat-obatan 2. menentukan resistensi basil terhadap obat, serta dapat menular atau tidaknya kusta TES LEPROMIN Menentukan klasifikasi dan tipe kusta Dikenal ada 2 macam lepromin yaitu: 1. lepromin mitsuda H 2. lepromin dharmendra reaksi kulit thd pembacaan lepromin yaitu: 1. reaksi dini (reaksi fernandes –> terbentuk infiltrasi eritematosa yang timbul 24-72 jam setelah penyuntikan. Pembacaan biasa dilakukan 48 jam setelah penyuntikan. Hasil dinyatakan (-) sampai positif 3 (+3) 2. reaksi lambat (reaksi mitsuda) –> terbentuk nodular pada hari 21-30. reaksi ini menunjukkan respon thd imunitas sellular. Pembacaan dilakukan pada hari ke 21 DIAGNOSIS Untuk mendiagnosis penyakit kusta diperlukan tanda-tanda utama (cardinal sign) yaitu: 1. bagian kulit dengan hipopigmentasi atau eritematous dengan kehilangan sebagian (hipestesi) atau seluruh (anastesi dari perasaan kulit thd rasa suhu, nyeri dan sentuh 2. kerusakan (penebalan atau nyeri) dari saraf kutan atau saraf perifer pada tempat-tempat predileksi 3. smear kulit yang diambil dengan tekhnik standar menunjukkan adanya kuman dengan morfologi M. Leparae yang khas dibutuhkan minimal satu tanda cardinal untuk mendiagnosa penyakit Morbus Hansen PENGOBATAN Jenis-jenis obat kusta: • obat primer : dapsone, clofasimin, rifampisin, etionamide, prothionamide • obat sekunder: INH, streptomycine Dosis menurut rekomendasi WHO a. Kusta Paubacillary (tipe I, BT, TT) 1. Dapsone : 1 x 100 mg tiap hari 2. Rifampisin : 1 x 600 mg tiap bulan Pengobatan harus diberikan 6 bulan berturut-turut atau 6 dosis dalam 9 bulan dan diawasi selam 2 tahun b. Kusta Multibacillary (tipe BB, BL, LL) 1. Dapsone : 1 x 100 mg tiap bulan 2. Rifampisin : 1 x 600 mg tiap hari 3. Clofazimine : 1 x 300 mg tiap bulan (hari pertama) kemudian dilajutkan dengan 1 x 50 mg/hari Pengobatan 24 bulan berturut-turut dan diawasi ± 5 tahun PROSES KEPERAWATAN PENGKAJIAN • Riwayat kesehatan sebelumnya • Bentuk lesi • Adakah tanda-tanda infeksi • Adakah nyeri • Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama • Sudahkah pasien berobat untuk menyembuhkan lesi DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. resiko terhadap penularan infeksi 2. kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab infeksi, tindakan dan pencegahan TUJUAN 1. pencegahan penularan infeksi 2. pengatahuan tentang penyakit dan tindakannya INTERVENSI 1. Mencegah penularan infeksi • Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan • Mengisolasi pasien bila memungkinkan 2. Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit • Berikan penjelasan tentang penyakit yang dialami • membutuhkan ketekunan dan kesabaranJelaskan tentang pengobatan penyakit yitu dalam jangka waktu yang lama EVALUASI 1. menggunakan metode yang tepat untuk penyebaran infeksi 2. mendapatkan pengetahuan tentang penyakitnya KUSTA (LEPRA) KUSTA (LEPRA) Kusta pertama kali di ketahui dari abad ke 6 melalui tulisan orang Indian. Penyakit ini merupakan penyakit kronis yang tidak membahayakan nyawa tetapi merusak sistem kulit, saraf, pernafasan, mata dan testis. Perjalanan penyakit ditandai dengan hilangnya anggota gerak apabila penyakit tidak di terapi secara baik. ETIOLOGI Myobacterium leprae merupakan penyebab dari penyakit ini. Merupakan satu famili dengan M. tuberculosis penyebab TBC. Memiliki sifat obligat intraseluler dan tahan asam, pada beberapa jenis telah mengalami perubahan dari sifat akibat perubahan gen yang menyebabkan bakteri dapat bertahan di lingkungan selama beberapa bulan. Pada penderita yang tidak dilakukan terapi dengan baik akan terjadi peningkatan angka bakteri di kulit (MI), dan ketebalan bakteri di kulit (BI) hingga 6 kali lipat dibandingkan dengan terapi efektif. Bakteri lepra merupakan salah satu bakteri yang hanya tumbuh dan berkembang pada manusia saja. Walaupun demikian bakteri ini masih belum dapat di biakan karena sulitnya mencari media yang cocok, media yang paling baik sampai saat ini adalah telapak kaki tikus. Bakteri lepra akan berkembang biak dengan baik pada jaringan yang lembab (kulit, saraf perifer, ruang depan mata, saluran nafas bagian atas, dan testis), dan pada daerah yang lebih hangat dari tubuh (ketiak, lipat paha, kepala, dan pertengahan punggung). EPIDEMIOLOGI Penyakit lepra merupakan penyakit yang menyebar hampir di seluruh dunia, terutama di negara berkembang, dengan insidensi paling banyak berada di Afrika. Peningkatan penyakit yang tiba-tiba biasanya bersifat tidak merata, dimana di satu daerah memiliki insidensi yang tinggi dan pada daerah tetangganya memiliki insidensi yang kecil. Penyakit lepra berhubungan dengan kemiskinan dan pedesaan. Penyakit ini tidak berhubungan dengan HIV-AIDS karena memiliki angka inkubasi yang panjang. Angka insidensi terjadi paling tinggi pada dekade 2 dan 3, yang paling sedikit angka insidensinya pada wanita dan anak-anak. TRANSMISI Tranmisi lepra masih belum dapat dijelaskan dengan baik, tetapi sampai sekarang masih dipercaya bahwa penularan melalui infeksi lendir hidung yang menginfeksi secara langsung, atau melalui tanah yang subur, seperti di India insidensi paling sering pada perkotaan dari pada desa. Hal ini terbukti bahwa bakteri lepra terdapat pada tanah di daerah yang endemik lepra tinggi. Inokulasi pada kulit yang pecah dapat menular secara langsung, dengan lokasi yang paling sering pada anak-anak di bokong dan lipat paha. Penelitian lain masih memperkirakan penularan melalui serangga seperti nyamuk, karena pada daerah endemis diketahui bahwa darah yang terdapat dalam nyamuk mengandung lepra. PERJALANAN HIDUP Masa inkubasi lepra bervariasi dari 2 minggu sampai 4 tahun, walaupun secara umum durasi sepanjang 5 – 7 tahun. Manifestasi lepra sangat bervariasi bergantung terhadap penyebaran bakteri dan gejala yang timbul pada kulit dan sistem persarafan. Tuberculoid Leprosy Merupakan bentuk yang tidak berat. Secara umum bahwa gejala yang timbul hanya pada kulit dan saraf permukaan. Kulit yang mengalami gangguan berbentuk makula hipopigmentasi satu atau beberap buah yang jelas terlihat, pada batas dengan kulit yang sehat tampak penebalan, dan tidak adanya organ kulit (rambut, kelenjar keringat) sehingga kulit menjadi kering, dan bersisik. Terjadi pembengkakan dari saraf perifer yang dapat terjadi pada setiap saraf dan menimbulkan kebas pada bagian yang tersarafinya. Walalupun demikian persarafan yang paling berpengaruh bila terkena pada saraf ulnaris, posterior auricula, peroneal, posterior tibial yang akan menimbulkan hipestesi (indra perabaan berkurang) dan myotomi (otot yang dipersarafi menjadi kecil). Jenis lepra ini paling sering terjadi di India dan Afrika. Pada tuberkuloid lepra, sel T mencapai perineurium dan menghancurkan sel Schwan dan axon yang menyebabkan kerusakan sistem saraf. Hal ini disebabkan sistem pertahanan tubuh sudah mengenali M.leprae sebagai benda asing yang berbahaya sehingga harus dihancurkan, tetapi karena posisi bakteri tersebut di sekitar saraf menyebabkan penghancuran terjadi pada saraf pula. Lepromatous Leprosy Merupakan salah satu bentuk lepra dengan ciri khas kelainan kulit yang simetris berupa nodul, plak yang timbul, atau infiltrasi kulit yang luas. Apabila kelainan ini terjadi pada kulit akan menimbulkan leonine facies. Manifestasi lambatnya berupa kehilangan alis mata (biasanya pada bagian luarnya saja), bulu mata, bagian telinga bawah, kulit kaki yang kering. Pada kelainan ini bakteri terdapat dibawah kulit yang ditemukan dibawah benjolan kulit, saraf permukaan, yang menyebabkan kerusakan saraf. Selain itu bakteri menyebar di seluruh tubuh menyebabkan pasien dalam kondisi demam. Kerusakan saraf terjadi secara simetris dan menyebabkan gangguan pergerakan dan perabaan dari anggota gerak. KOMPLIKASI Anggota gerak Merupakan akibat dari kerusakan saraf, yang menyebabkan tidak sensitif dan myopati. Tidak sensitif mempengarui rangsang raba, nyeri dan panas. Yang paling sering terkena adalah saraf ulna yang mengakibatkan jari ke 4 dan 5 seperti cakar akibat kehilangan fungsi otot untuk mengangkat pergelangan tangan dan juga kemampuan untuk meraba. Infeksi lepra ke saraf medianus menyebabkan ketidak mampuan untuk menggerakan jempol dan mengenggam. Apabila gangguan mengenai saraf radialis juga maka akan terjadi wrist drop atau pergelangan tangan yang jatuh. Kehilangan indra perasa pada tangan dan kaki dapat menyebabkan luka, dan apabila tidak dirawat dengan baik luka akan membesar dan bertambah dalam, pada akhirnya jari akan mengalami kematian dan terlepas tanpa penderita merasa nyeri. Hidung Infeksi mikrobakteri ke mukosa hidung dapat menyebabkan pembengkakan dan perdarahan hidung yang terus menerus. Tanpa pengobatan yang baik infeksi akan menjalar dan merusak tulang rawan hidung dan penderita akan kehilangan hidungnya. Mata Infeksi pada mata tidak hanya terjadi pada mata sendiri yang mengakibatkan kekeruhan dari cairan mata dan gangguan penglihatan, tetapi kerusakan dapat juga terjadi pada saraf-saraf penghlihatan mata yang mengakibatkan penglihatan akan berkurang dan juga pada saraf otot-otot penggerak bola mata yang menyebabkan gangguan koordinasi penglihatan kedua mata. Dari pemeriksaan mata bagian dalam akan tampak perdarahan pada bagian mata penerima cahaya. Testis Infeksi lepra dapat terjadi pada testis dan menyebabkan infeksi dari saluran testis dan apabila tidak diterapi dengan baik akan menyebabkan kerusakan permanen dari saluran dan penghasil sperma sehingga penderita akan steril. Abses Saraf Pada beberapa kondisi infeksi lepra di saraf tidak saja menyebabkan kerusakan dari sistem saraf, tetapi menyebabkan abses (bisul) di sekitar saraf, dengan gambaran benjolan kemerahan, panas dan terasa nyeri. DIAGNOSIS Penyakit lepra memiliki karakteristik secara makro atau histopatologis pada kulit. Kecurigaan pada seoran g penderita pada daerah endemik dengan kelainan pada kulit dan gangguan indra perabaan. Diagnosis paling baik ditegakkan melalui biopsi dari kulit yang mengalami kelainan, dan secara mikroskopis ditemukan kuman lepra. Secara pemeriksaan serologis belum didapatkan pemeriksaan yang secara tepat dapat mengetahui adanya lepra. Diagnosis lepra dapat di diagnosa bandingkan dengan sarkoidosis, leismaniasis, lupus vulgaris, limfoma, sifilis, granuloma, dan kelainan lain yang menyebabkan kehilangan pigmentasi kulit. PENATALAKSANAAN Berdasarkan rekomendasi WHO penggunaan Dapson sebagai antibiotik dan atau rifampisin masih dipergunakan tetapi penggunaannya harus bersifat individual. Selain itu terapi terhadap simptomatik (demam, nyeri) bersifat sangat individual, sehingga diperlukan disiplin ilmu yang tinggi untuk pengobatan lepra ini. PENCEGAHAN Pemberian vaksin BCG (bacille Calmette Guĕrin) telah terbukti efektif untuk mencegah lepra hingga 80%. Selain itu pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan penggunaan pengobatan gabungan untuk menghilangkan mikrobakterium lepra sehingga dunia bebas lepra pada tahun 2000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar