Senin, 10 Desember 2012
Minggu, 09 Desember 2012
Kamis, 06 Desember 2012
Jumat, 21 September 2012
Selasa, 18 September 2012
(CURICULUM VITAE) galang
CV (CURICULUM VITAE)
Nama : Galang Eka Pratama
Tempat tanggal lahir : Nganjuk, 04 Agustus 1993
NIM : 11110179
Alamat : Dusun Sunbersari
: Desa Mojokendil
: Kecamatan Ngronggot
: Kabupaten Nganjuk
HP : 085735352252
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Riwayat pendidikan
TK : Tk Pertiwi II Mojokendil 1998 - 1999
SDN : SDN Mojokendil I 1999 - 2005
SMP : SMPN Ngronggot 1 2005 - 2008
SMA : MAN Prambon 2008 - 2011
Universitas: Stikes Satria Bhkati Nganjuk 2011 – Sekarang
Riwayat Organisasi :Pramuka
Kamis, 13 September 2012
Rabu, 12 September 2012
askep perikarditis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom).
Perikardium merupakan lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkkus terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan parietal dan viseral yang bertemu di pangkal jantung membentuk kantung jantung. Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lendir sebagai pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara perikardium pleura tidak menimbulkan gangguan terhadap jantung. Jantung bekerja selama kita masih hidup, karena itu membutuhkan makanan yang dibawa oleh darah, pembuluh darah yang terpenting dan memberikan darah untuk jantung dari aorta asendens dinamakan arteri koronaria.
Perikardium dapat terlibat dalam berbagai kelainan hemodinamika, radang, neoplasi, dan bawaan. Penyakit perikardium dinyatakan oleh tmbunan cairan (disebut efusi perikardium), radang (yaitu perikarditis). Perikarditis ialah penyakit sekunder dimanapun di tubuh contohnya penyebaran infeksi kedalam kantung perikareritematasus sistemik. Tetapi kadang-kadang perikarditis terjadi sebagai kelainan primer.
Pada perikarditis, ditemukan reaksi radang yang mengenai lapisan perikardium viseratis dan atau parietalis.ditemukan banyak penyebab tetapi yang paling sering ialah akut, perikarditis non spesifik (viral), infark miokard dan uremia.
Untuk itu dalam makalah ini kelompok akan menjelaskan tentang perikarditis beserta asuhan keperawatannya dan diharapkan bisa membantu mahasiswa, tenaga kesehatan dan masyarakat umum untuk lebih memahami tentang masalah perikarditis.
1.2 Rumusan Masalah
Apa konsep teori dari perikarditis dan bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan perikarditis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada anak dengan gangguan perikarditis
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari perikarditis
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari perikarditis
3. Mahasiswa mampu memahami Manifestasi klinis dari perikarditis
4. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostic yang dibutuhkan untuk perikarditis
5. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari perikarditis
6. Mahasiswa mampu memahami komplikasi dari perikarditis
7. Mahasiswa mampu memahami prognosis dari perikarditis
8. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari perikarditis
9. Mahasiswa mampu memahami WOC dari perikarditis
10. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari perikarditis
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit perikarditis, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perikarditis ialah peradangan pericardium viseralis dan parietalis dengan atau tanpa disertai timbulnya cairan dalam rongga perikard yang baik bersifat transudat atau eksudat maupun seraosanguinis atau purulen dan disebabkan oleh berbagai macam penyebab. (IKA FKUI, 2007)
Perikarditis adalah peradangan pericardium parietal, pericardium visceral, atau keduanya. Perikarditis dibagi atas perikarditis akut, subakut, dan kronik. Perikarditis subakut dan kronik mempunyai etiologi, manifestasi klinis, pendekatan diagnostic, dan penatalaksanaan yang sama. (Arif, 2009)
2.2 Etiologi
Penyebab yang paling sering ialah reuma, yang merupakan 55% dari seluruh kasus. Perikarditis purulenta/ septic (28%) disebabkan oleh kuman Staphylococcus aureus, Diplococcus pneumoniae, dan Streptococcus hemolyticus. Penyebab lainnya ialah tuberculosis, virus Coxsackie, rheumatoid, uremia, trauma dan idiopatik.
Tabel 01.Macam Klasifikasi Perikarditis
Klasifikasi Klinis Klasifikasi Etiologis
Perikarditis akut (<6minggu) Fibrinosa Perikarditis Infeksiosa Virus, pirogenik, tuberkulosis, mikotik, infeksi lain (sifilis, parasit)
Perikarditis subakut (<6minggu- 6 bulan) Konstriktif
Efusi konstriktif Perikarditis non-infeksiosa Infark miokardium akut, uremia, neoplasia: tumor primer dan tumor metastasis, miksedema, kolesterol, kiloperikardium, trauma: luka tembus dinding dada, aneurisma aorta (dengan kebocoran ke dalam kantong perikardium) pascaradiasi, cacat sekat atrium, anemia kronis berat, perikarditis familial: mulberry aneurysm, idiopatik akut.
Perikarditis b.d hipersensitivitas atau autoimun Demam rematik, penyakit vaskular kolagen: SLE, reumatik arthritis, skleroderma, akibat obat: prokalnamid, hidralazin, pasca cedera kardiak.
2.3 Manifestasi Klinis
Nyeri, batuk kering, demam, fatigue, cemas, ulsus paradoksus, JVD, CRT turun, gangguan status mental, kreatinin meningkat, cardiac marker meningkat,kardiak marker meningkat, ST segmen elevasi, PR depresi kecuali segmen aVR.
Manifestasi perikarditis konstriktif sangat bervariasi bergantung pada berat, distribusi, dan kecepatan terjadinya sikatriks. Tanda-tanda perikarditis konstriktif menurut urutan, yaitu dispnea, edema perifer, pembesaran perut, gangguan abdominal, lelah, ortopnea, palpitasi, batuk, nausea, dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
Sebagian penderita (60%) mengeluh nyeri dada. Sesuai dengan banyaknya cairan yang terkumpul dalam rongga perikard, maka dapat menimbulkan gangguan hemodinamika dan akan timbul keluhan sesak nafas dan gejala bendungan vena. Bila disertai dengan miokarditis (pankarditis) seperti yang sering ditemukan pada perikarditis reumatik, terdapat pula gambaran gagal jantung kongestif. Kriteria nyeri pada perikarditis akut dan tajam, berkurang dengan perubahan posisi.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan seorang anak yang tampak sakit berat, dispnea, takikardi dan terdapat palsus paradoksus yaitu melemahnya tau hilangnya nadi pada inspirasi yang lebih nyata tampak pada pengukuran tekanan darah.
Bila sudah ada bendungan vena, akan terlihat peninggian tekanan vena jugularis dan pembesaran hepar yang sukar dibedakan dengan gagal jantung kongestif. Pada inspeksi iktus kordis tidak terlihat dan pada palpasi juga iktus kordis sukar ditentukan serta aktivitas jantung berkurang.
2.4 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Elektrokardiografi
Elektrokardiografi memperlihatkan elevasi segmen ST dan perubahan resiprokal, voltase QRS yang rendah (low voltage) tapi EKG bisa juga normal atau hanya terdapat gangguan irama berupa fibrilasi atrium.
Pemeriksaan ekokardiografi M-Mode atau dua dimensi sangat baik untuk memastikan adanya efusi pericardium dan memperkirakan banyaknya cairan pericardium.
Pada fase akut, akan tampak elevasi segmen S-T yang berbentuk konkaf terutama pada antar pericardium kiri. Mula-mula T masih normal, kemudian menjadi datar/ negative. Kelainan T lebih lama menetap, yaitu sampai 2-3 minggu, bahkan kadang-kadang berbulan-bulan seperti pada perikarditis tuberkulosa. Amplitude QRS dan T akan mengecil (low voltage) sesuai dengan jumlah cairan yang ada.
Pemeriksaan Radiologis
Foto rontgen toraks bila efusi pericardium hanya sedikit, tetapi tetap tampak bayangan jantung membesar seperti water bottle dengan vaskularisasi paru normal dan adanya efusi pericardium yang banyak.
Pada efusi pericardium, gambaran Rontgen toraks memperlihatkan suatu konfigurasi bayangan jantung berbentuk buli-buli air tapi dapat juga normal atau hamper normal.
Pada posisi berdiri atau duduk, maka akan tampak pembesaran jantung yang berbentuk segitiga dan akan berubah bentuk menjadi globular pada posisi tiduran. Kadang-kadang tampak gambaran bendungan pembuluh darah vena. Pada fluoroskopi tampak jantung yang membesar dengan pulsasi yang minimal atau tidak tampak pulsasi sama sekali (silent heart). Jumlah cairan yang ada dan besar jantung yang sebenarnya dapat diduga dengan angiokardiogram atau ekokardiogram.
Pemeriksaan Laboratorium
Laju endap darah umumnya meninggi terutama pada fase akut. Terdapat pula leukositosis yang sesuai dengan kuman penyebab. Cairan perikard yang ditemukan dapat bersifat transudat seperti perikarditis rheumatoid, reumatik, uremik, eksudat serosanguinous dapat ditemukan pada perikarditis tuberkulosa dan reumatika.
Cairan yang purulen ditemukan pada infeksi banal. Terhadap cairan perikard ini, harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis terhadap jenis sel yang ditemukan, pemeriksaan kimia terhadap komposisi protein yang ada dan pemeriksaan bakteriologis dengan sediaan langsung, pembiakan kuman atau dengan percobaan binatang yang ditujukan terhadap pemeriksaan basil tahan asam maupun kuman-kuman lainnya.
2.5 Penatalaksanaan Medis
Pengobatan penyakit dasar merupakan tujuan utama, tetapi beberapa kronis idiopatik dapat diobati dengan menggunakan indometasin atau kortikosol. Bila efusi pericardium kronis tetap menimbulkan gejala keluhan, maka perlu dipertimbangkan perikardiektomi.
Bila diagnosis perikarditis konstriktif telah dibuat, maka perikardiektomi merupakan satu-satunya pengobatan untuk menghilangkan tahanan pengisian ventrikel pada fase diastolic.
Penatalaksanaan pada efusi pericardium yang massif adalah dengan melakukan perikardisentesis ke dalam kantong pericardium dengan tujuan agar proses drainase dari aspirasi dapat adekuat. (Rubin, 1990)
Penatalaksanaan tamponade jantung dengan pengobatan yang sesegera mungkin dapat menyelamatkan klien dari kematian, maka pemeriksaan yang cepat dan tepat untuk menegakkan diagnosis secara tepat, misalnya pemeriksaan ekokardiografi yang diikuti pemeriksaan kateterisasi jantung, harus dilaksanakan. Tamponade jantung memerlukan aspirasi pericardium dengan jarum. Monitor EKG memerlukan perhatian dan kecurigaan yang lebih cermat, karena dalam banyak hal, tidak ada penyebab yang jelas terlihat yang menyatakan adanya penyakit pericardium. Pada klien dengan hipotensi dan evaluasi tekanan darah jugularis, dengan lekuk x yang menonjol, bahkan tanpa adanya lekuk y, kemungkinan adanya tamponade jantung harus diperhatikan.
Tamponade jantung harus dicapai bila terdapat perluasan daerah perkusi yang redup di daerah dada anterior, nadi paradoksal, gambaran paru yang cukup bersih, pulsasi bayangan jantung yang berkurang pada fluoroskopi, pengurangan amplitude QRS, gangguan listrik dari P, QRS, dan T, serta hal-hal tersebut di awal.
Pada tamponade jantung dengan tekanan yang rendah, klien biasanya tanpa gejala, atau mengeluh sesak dan kelemahan badab yang ringan, dan dalam hal ini diagnosis ditegakkan dengan ekokardiografi. Kelainan hemodinamikdan gejala klinis segera membaik setelah dilakukan perikardiosentesis.
Perikardiosentesis
Perikardiosentesis merupakan tindakan aspirasi efusi pericardium atau pungsi pericardium. Pungsi pericardium dapat dilakukan untuk konfirmasi dan mencari etiologi efusi sebagai penegakan diagnosis dan tindakan invasive untuk pengobatan.
Lokasi Pungsi Perikardium
Sudut antara prosesus xifoideus dengan arkus iga kiri. Titik ini paling aman karena jantung tidak ditutupi paru sehingga mengurangi kemungkinan penyebaran infeksi ke paru atau perikarditis purulen. Hal ini juga untuk menghindari tertusuknya arteri mamaria interna. Lokasi efusi pericardium umumnya berada di bawah, sehingga cairan yang sedikit pun dapat diperoleh di sini.
Peran perawat dalam pelaksanaan perikardiosentesis adalah mempersiapkan klien sebelum dan sesudah tindakan, dukungan psikologis, dan persiapan alat tindakan.
2.6 Komplikasi
1.Tamponade jantung
Tamponade jantung adalah keadaan yang mengancam nyawa, dimana ditemukan penekanan pada jantung, akibat terjadi pengumpulan cairan (darah, nanah) atau gas di ruangan perikardium (ruangan antara 2 selaput pelapis jantung) yang disebabkan karena trauma atau robeknya otot jantung, atau karena perembesan cairan (efusi). Hal ini dapat menyebabkan jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh secara optimal.
2.Perikarditiskonstriktif
3.Aritmi jantung
Contoh-contoh dari atrial tachycardias termasuk atrial fibrillation, atrial flutter, and paroxysmal atrial tachycardia (PAT). Aritmia-aritmia ini terjadi karena gangguan listrik di atria dan/atau di AV node menyebabkan denyut jantung yang cepat.
4.Nyeri dada berulang-ulang.
2.7 Prognosis
Bergantung kepada penyebabnya. Pada perikarditis reumatik ditentukan oleh berat ringannya miokarditis yang menyertainya. Prognosis perikarditis purulenta ditentukan oleh cepatnya pengobatan antibiotika yang diberikan dan tindakan bedah yang dilakukan. Kematian pada perikarditis tuberkulosa menjadi sangat menurun dengan ditemukannya tuberkulostatikum yang lebih poten. Tanpa tindakan pembedahan perikarditis konstriktiva mempunyai prognosis yang buruk.
2.8 Patofisiologi
Proses inflamasi dan akibat sekunder dari fenomena infeksi pada perikarditis akan memberikan respons sebagai berikut:
1. Terjadinya vasodilatasi dengan peningkatan akumulasi cairan ke kantong perikardium.
2. Peningkatan permeabilitas vaskular sehingga kandungan protein, termasuk fibrinogen atau fibrin, di dalam cairan akan meningkat.
3. Peningkatan perpindahan leukosit terutama pada perikarditis purulenta.
4. Perdarahan akibat trauma tembus juga merupakan penyebab yang mungkin.
Perubahan patologis selanjutnya yang terjadi berupa terbentuknya jaringan parut dan perlengketan disertai klasifikasi lapisan perikardium viseral maupun parietal yang menimbulkan suatu perikarditis konstriktif yang apabila cukup berat akan menghambat pengembangan volume jantung pada fase diastolik.
Pada kondisi lain, terakumulasinya cairan pada perikardium yang sekresinya melebihi absorpsi menyebabkan suatu efusi perikardium. Pengumpulan cairan intraperikardium dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan obstruksi serius terhadap masuknya darah ke kedua bilik jantung bisa menimbulkan tamponade jantung. Salah satu komplikasi perikarditis paling fatal dan memerlukan tindakan darurat tamponade. Tamponade jantung merupakan akibat peninggian tekanan intraperikardium dan restriksi progresif pengisian ventrikel.
Tamponade Jantung
Penyebab tamponade paling sering adalah perdarahan ke dalam rongga perikardium setelah suatu operasi jantung atau trauma, termasuk yang diakibatkan oleh perforansi selama prosedur diagnostik: TBC dan tumor, yang kebanyakan adalah karsinoma paru dan payudara, serta limfoma.
Tamponade juga dapat timbul pada perikarditis idiopatik dan perikarditis akut oleh karena virus, perikarditis pasca-penyinaran, gagal ginjal selama dialisis, dan hemoperikardium sebagai akibat pengobatan antikoagulan pada klien dengan berbagai bentuk perikarditis akut.
Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan tamponade jantung adalah 250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 1000 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat, karena perikardium mempunyai kesempatan untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan volume cairan yang bertambah tersebut. Jumlah cairan yang dibutuhkan untuk menghasilkan tamponade bervariasi tergantung dari tebalnya miokardium ventrikel, dan kebalikannya dengan tebalnya perikardium parietal. Lebih sering terjadi adalah tamponade berlangsung lebih perlahan dan gejala klinisnya menyerupai gagal jantung, termasuk dispnea, ortopnea, bendungan hati, dan hipertensi vena jugularis.
DOWNLOAD : WOC ASKEP PERIKARDITIS
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
1. Identitas pasien.
2. Keluhan utama: Nyeri dada atau sesak nafas
3. Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti edema perifer, gangguan abdominal, lelah, ortopnea, palpitasi, batuk, nausea, dan paroxysmal nocturnal dyspnea . Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan nyeri dada.
4. Riwayat penyakit dahulu
Harus diketahui apakah pasien pernah terkena TBC, rheumatoid, uremia, ada trauma dada atau pernah mengalami serangan jantung lainnya.
5. Riwayat psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
3.1.2 Pemeriksaan fisik
• B1 : Breathing (Respiratory System)
Sesak nafas, takipnea, suara nafas ronkhi, batuk (+)
• B2 : Blood (Cardiovascular system)
takikardi, penurunan TD, aritmia jantung
• B3 : Brain (Nervous system)
Normal
• B4 : Bladder (Genitourinary system)
penurunan frekuensi / jumlah urine, urine pekat gelap
• B5 : Bowel (Gastrointestinal System)
Anorexia, muntah, mual, kekurangan nutrisi
• B6 : Bone (Bone-Muscle-Integument)
Lemah dan nyeri pada daerah ekstremitas
3.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Subyektif: pasien mengeluh nyeri dada
Obyektif: - CRT > 3 detik
- Skala nyeri 7
- Penurunan TD
- Aritmia (+) Kemampuan dilatasi jantung
Kontraktilitas ventrikel kiri
Curah jantung
O2
Nyeri Nyeri
Subyektif: pasien mengeluh nyeri dada
Obyektif: - CRT > 3 detik
- Pengeluaran urine inadekuat
- Penurunan TD
- Aritmia (+) Kemampuan dilatasi jantung
Kontraktilitas ventrikel kiri
Curah jantung Penurunan curah jantung
DS: Pasien mengeluh lemah karena hipoksia
DO: Pasien terlihat lemah karena O2 jaringan menurun.
Emboli dalam pembuluh darah
Obstruksi pembuluh darah
Aliran darah ke jaringan terganggu
Perubahan perfusi jaringan Gangguan Perfusi Jaringan
Subyektif: pasien mengeluh badannya terasa lemah
Obyektif: klien tidak mampu bermobilisasi di tempat tidur Perfusi jaringan
Aliran darah tidak adekuat ke sistemik
Kelemahan fisik Intoleransi Aktifitas
Subyektif: -
Obyektif: terjadi akumulasi cairan di perikardium kemampuan dilatasi jatung
akumulasi bakteri di perikardium
resiko tinggi infeksi Resikotinggi infeksi
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d efusi perikardium
2. Penurunan Curah jantung b.d kompresi perikardial
3. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d curah jantung menurun
4. Intoleransi Aktifitas b.d kelemahan dan keletihan fisik
5. Resiko tinggi infeksi b.d akumulasi cairan di perikardium
3.4 Intervensi
1. Nyeri b.d efusi di perikardium
Tujuan : dalam 1x24 jam skala nyeri <2
Kriteria Hasil : - CRT < 3 detik
- TD normal
- Aritmia jantung (-)
- Penurunan curah jantung teratasi
Intervensi Rasional
Kolaborasi
Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi
Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menurunkan beban kerja jantung dan menurunkan ketidaknyamanan berhungan dengan iskemia.
Mandiri
Palpasi nadi perifer
Mengontrol penurunan curah jantung
Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal Menurunkan kebutuhan pemompaan jantung
Observasi adanya hipotensi, peningkatan JVP, perubahan suara jantung, penuruna tingkat kesadaran Manifestasi klinis pada kardiak tamponade yang mungkin terjadi pada perikarditis ketika akumulasi cairan eksudat pada rongga perikardial.
Pantau perubahan pada sensorik Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sebagai dampak sekunder terhadap penuruna curah jantung
Kolaborasi
Pemberian diet jantung
Pembatasan natrium untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema
Pemberian vasodilator Meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskular sistemik, juga kerja ventrikel
1. Penurunan curah jantung b.d kompresi perikardial
Tujuan : dalam 3x24 jam penurunan curah jantung teratasi
Kriteria Hasil : - CRT < 3 detik
- Pengeluaran urine adekuat
- TD normal
- Aritmia jantung (-)
Intervensi Rasional
Mandiri
Palpasi nadi perifer
Mengontrol penurunan curah jantung
Pantau output urine Mengetahui respon ginjal dalam menurunkan curah jantung
Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal Menurunkan kebutuhan pemompaan jantung
Observasi adanya hipotensi, peningkatan JVP, perubahan suara jantung, penuruna tingkat kesadaran Manifestasi klinis pada kardiak tamponade yang mungkin terjadi pada perikarditis ketika akumulasi cairan eksudat pada rongga perikardial.
Kaji perubahan pada sensorik Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebralk sebagai dampak sekunder terhadap penuruna curah jantung
Kolaborasi
Pemberian diet jantung
Pembatasan natrium untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema
Pemberian vasodilator Meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskular sistemik, juga kerja ventrikel
3. perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Perfusi jaringan kembali normal
Kriteria hasil:
mempertahankan atau mendemonstrasikan perfusi jaringan adekuat secara individual misalnya mental normal, tanda vital stabil, kulit hangat dan kering, nadi perifer`ada atau kuat, masukan/ haluaran seimbang.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Evaluasi status mental. Perhatikan terjadinya hemiparalisis, afasia, kejang, muntah, peningkatan TD.
2. Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba yang disertai dengan takipnea, nyeri pleuritik, sianosis, pucat
1. Tingkatkan tirah baring dengan tepat
1. Dorong latihan aktif/ bantu dengan rentang gerak sesuai toleransi.
1. Indikator yang menunjukkan embolisasi sistemik pada otak.
2. Emboli arteri, mempengaruhi jantung dan / atau organ vital lain, dapat terjadi sebagai akibat dari penyakit katup, dan/ atau disritmia kronis
3. Dapat mencegah pembentukan atau migrasi emboli pada pasien endokarditis. Tirah baring lama, membawa resikonya sendiri tentang terjadinya fenomena tromboembolic.
4. Meningkatkan sirkulasi perifer dan aliran balik vena karenanya menurunkan resiko pembentukan thrombus.
Kolaborasi
Berikan antikoagulan, contoh heparin, warfarin (coumadin)
Heparin dapat digunakan secara profilaksis bila pasien memerlukan tirah baring lama, mengalami sepsis atau GJK, dan/atau sebelum/sesudah bedah penggantian katup.
Catatan : Heparin kontraindikasi pada perikarditis dan tamponade jantung. Coumadin adalah obat pilihan untuk terapi setelah penggantian katup jangka panjang, atau adanya thrombus perifer.
4. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan dan keletihan fisik
Tujuan : meningkatkan kemampuan beraktifitas
Kriteria Hasil : - klien mampu bermobilisasi di tempat tidur
- Aktivitas sehari – hari klien terpenuhi
Intervensi Rasional
Tingkatkan istirahat dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat Mengurangi kebutuhan oksigen
Anjurkan menghindari tekanan abdomen, seperti mengejan saat defekasi Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi, menurunkan curah jantung dan takikardi, serta peningkatan TD
Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien Untuk meningkatkan vena balik
Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit krisis Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu vena balik
Bantu mobilisasi pasien Mencegah dekubitus
5. Resiko tinggi infeksi b.d akumulasi bakteri di perikardium
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : akumulasi cairan (-)
Tanda-tanda infeksi (-)
Intervensi Rasional
Mandiri
Pantau suhu pasien
Suhu pasien merupakan tanda-tanda terjadinya infeksi
Kolaborasi
Lakukan tindakan perikardiosentesis
Perikardiosentesis merupakan tindakan aspirasi efusi
Kolaborasi
Lakukan tindakan pungsi perikardium
Pungsi perikardium untuk konfirmasi dan mencari etiologi efusi sebagai penegakan diagnosis
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perikardium dapat terlibat dalam berbagai kelainan hemodinamika, radang, neoplasi, dan bawaan. Penyakit perikardium dinyatakan oleh tmbunan cairan (disebut efusi perikardium), radang (yaitu perikarditis). Perikarditis ialah penyakit sekunder dimanapun di tubuh contohnya penyebaran infeksi kedalam kantung perikareritematasus sistemik. Tetapi kadang-kadang perikarditis terjadi sebagai kelainan primer.
Pada perikarditis, ditemukan reaksi radang yang mengenai lapisan perikardium viseratis dan atau parietalis.ditemukan banyak penyebab tetapi yang paling sering ialah akut, perikarditis non spesifik (viral), infark miokard dan uremia.
DAFTAR PUSTAKA
Carpentino, Lynda Juall.2001.Buku Saku : Diagnosa keperawatan edisi : 8 Penterjemah Monica Ester.EGC.Jakarta
Doengoes, E Marlynn,dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3 penterjemah Monica Ester.EGC.Jakarta
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit Ilmu Penyakit Dalam: Jakarta
makalah KESEIMBANGAN CAIRAN TUBUH DAN ELEKTROLIT manusia
KESEIMBANGAN CAIRAN TUBUH DAN ELEKTROLIT
A. Gangguan keseimbangan air
Gangguan keseimbangan air dapat berupa dehidrasi, hidrasi hipotonik atau intoksikasi air, dan edema. Dehidrasi, terjadi bila keluaran air melebihi masukan air. Hal ini dapat terjadi pada pendarahan, luka bakar luas, muntah dan diare berkepanjangan, berkeringat banyak, atau akibat diuretika berlebihan. Hidrasi hipotonik atau intoksikasi air, dapat terjadi pada insufisiensi ginjal atau minum air sangat banyak dengan cepat. Akibatnya terjadi hiponatremia, dengan gejala nausea, vomitus, kram otot, edema serebri. Bila tidak diatasi, timbul disorientasi, konvulsi, koma dan kematian. Edema, yaitu penimbunan cairan dalam celah interstisial. Yang dapat menimbulkan edema adalah hipoproteinemia (akibat malnutrisi, penyakit hati, atau glomerulonefritis).
B. Cairan tubuh
Rata-rata seseorang memerlukan sekitar 11 liter cairan tubuh untuk nutrisi sel dan pembuangan residu jaringan tubuh. Kekurangan cairan tubuh menyebabkan seseorang kehausan dan akhirnya dehidrasi.
Pada seorang dewasa, jumlah air tubuhnya kira-kira setengah dari berat badannya. Kandungan air tubuh tergantung berat badan, umur dan kelamin, dan jumlah relatif lemak. Bayi terdiri atas 73% air; kandungan air ini makin menurun dengan meningkatnya umur, sehingga pada usia lanjut tinggal 45% atau kurang. Jadi seorang pria dewasa muda terdiri atas kira-kira 60% air, wanita dewasa muda 50% (karena lemak tubuhnya lebih banyak dan otot rangkanya lebih kecil).
Kompartemen cairan. Air terdapat dalam dua kompartemen cairan, yaitu kompartemen intrasel dan kompartemen ekstrasel. Kompartemen ekstrasel dapat dibagi lagi dalam 2 subkompartemen, yaitu:
plasma (bagian cair darah) dalam pembuluh darah, dan cairan interstisial dalam interstisium jaringan. Komposisi cairan tubuh. Air berfungsi sebagai solven universal.
Contoh non-elektrolit adalah glukosa, lipid, kreatinin dan urea. Elektrolit adalah senyawa kimia, yang dapat diuraikan menjadi ion dalam air. Karena ionadalah partikel bermuatan, maka disebut elektrolit. Perbandingan cairan ekstrasel dan intrasel. Kandungan elektrolit pada kedua kompartemen itu berbeda. Kandungan elektrolit cairan ekstrasel terutama adalah ion Na dan ion Cl dan dari cairan intrasel adalah terutamaion K dan ion HPO4-.
Contoh cairan tubuh adalah:darah dan plasma darah, sitosol, cairan serebrospinal, cairan limfa, cairan pleura, dan cairan amnion
Cairan tubuh dibagi dalam :
1. Cairan intraseluler, yaitu cairan yang terdapat dalam sel-sel seluruh tubuh. Sekitar 40% berat badan kita merupakan air yang terdapat di dalam sel.
Cairan yang berada di dalam sel di bawah suatu bentuk pengendalian karena membran sel bersifat permeabel dan cairan dalam sel harus mempunyai mekanisme tertentu untuk mencegah masuknya air yang tidak terkendali dan mengeluarkan cairan secara terkenndali.
2. Cairan ekstraseluler, yaitu cairan yang terdapat di luar sel tubuh, jumlahnya sekitar 30% berat badan, yang terbagi pula dalam :
a. Cairan intristisial :cairan antar sel, yang berada diantara sel-sel jaringan.
b. Cairan intra vaskuler (plasma) , yang berada dalam pembuluh darah, berupa air dalam plasma darah.
c. cairan limfe : cairan yang berada dalam pembuluh limfe yang menyangkut partikel protein ke dalam pembuluh darah.
d. Cairan transeluler, yang berada dalam rongga-rongga khusus, seperti cairan otak (likuor serebrospinal), bola mata, sendi, dll
Elektrolit utama
a.Dari CES : Natrium (N = 135 - 147 mEq/liter), Klorida (N = 100 - 106 mEq/liter)
b.Dari CIS : Kalium (N = 3,5 - 5,5 mEq/liter), Phospat (N = 3 - 4,5 mg/liter)
Komposisi Cairan Tubuh
Telah disampaikan pada pendahuluan di atas bahwa cairan dalam tubuh meliputi lebih kurang 70% total berat badan laki-laki dewasa. Prosentase cairan tubuh ini bervariasi antara individu, sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu tersebut. Pada wanita dewasa, cairan tubuh meliputi 60% dari total berat badan.
Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. 2/3 bagian dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3 bagian berada di luar sel (cairan ekstrasel/CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan; dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan. Ion Na+ dan Cl- terutama terdapat pada cairan ektrasel, sedangkan ion K+ di cairan intrasel.
Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial, sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan antar kompartmen. Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartemen sehingga terjadi keseimbangan kembali.
Fungsi Cairan Tubuh
sistem cairan tubuh berperan sebagai media atau sarana untuk transportasi zat-zat makanan maupun sisa-sisa metabolisme tubuh. cairan tubuh membawa juga nutrien dari sejak absorbsi dan mendistribusikannya ke tingkat interseluler. Dalam tingkat interseluler,Demikian juga dengan hasil metabolisme yang juga akan didistribusikan oleh cairan tubuh menuju tempat yang memerlukan dan sisa-sisa proses metabolisme akan dibawa menuju organ-organ ekskresi untuk dikeluarkan dari tubuh.
Lain halnya dengan proses kimia yang terjadi dalam tubuh kita, cairan tubuh memiliki peran yang sangat vital. Hal ini disebabkan oleh sifat reaksi kimia yang memerlukan media agar bisa terjadi, dan medium yang bisa menjadi temat berlangsungnya jutaan reaksi kimia dalam tubuh.Sebab utama air merupakan media utama adalah kerja enzim, katalisator reaksi biokimia dalam tubuh kita, bisa bekerja bila medium yang ada adalah air.
Fungsi-fungsi nya sebagai berikut: 1. objek keseimbangan berbagai elektrolit tubuh seperti : Na, K, Ca, Cl
2. objek keseimbangan asam basa dibantu oleh cairan atau larutan buffer
3. objek agar suhu tubuh tetap konstan (produksi panas hepar & otot, diatur oleh hipotalamus)
Selain fungsi-fungsi yang ada diatas, fungsi khusus cairan tubuh dibagi menjadi dua macam:
a. cairan intrasel berfungsi sebagai medium/tempat terjadinya reaksi kimia dalam tubuh.
b. Cairan ekstraseluler berfungsi sebagai medium untuk transportasi substansi kimia antara sel satu dengan sel yang lain.
Perpindahan Substansi Antar Kompartmen
Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka. Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atau membran tersebut. Bila substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeabel untuk substansi tersebut. Membran disebut semipermeable (permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat menembusnya.
Perpindahan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif.
Transport aktif membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.
Transpor membran
1. Transpor pasif
Transpor pasif adalah transpor yang memeruikan energi. Transpor ini berlangsung akibat adanya perbedaan konsentrasi antara zat atau larutan. Transpor pasif terdiri dari:
A. DIFUSI
Difusi adalah perpindahan zat dengan atau tanpa melewati membran, dari daera konsentrasinya tinggi ke konsentrasinya rendah sehingga konsentrasinya sama.
Misal pada hewan bersel satu O2 di ambil dari lingkungan hanya dengan cara di fusi . O2 dapat berdifusi ke dalam hewan unisel karena konsentrasi O2 di udara lebih tinggi.
B. OSMOSIS
Pada dasar nya osmosis termasuk peristiwa di fusi pada osmosis yang bergerak melalui membran semipermeable ialah air dari larutan hipotonis ( konsentrasi air tinggi, konsentrasi zat terlarut rendah ) ke hipertonis ( konsentrasi air rendah, konsentrasi zat terlarut tinggi )
Larutan, misalnya glukosa, memiliki tekanan osmotik. Tekanan osmotik dapat diukur dengan osmometer. Naiknya air pada pipa osmometer dapat dipakai untuk menentukan sebagai tekanan osmotik. Tekanan osmotik dapat dikatakan sebagai tekanan yang diperlukan untuk mencegah pelarut ( air ) bergerak melalui membran semipermeable.
Tekanan osmotik yang terkandung pada suatu larutan dinamakan potensial osmotik.
C. DIFUSI TERBANTU ( FACILITATED DIFUSSION )
Difusi terbantu adalah difusi yang memerlukan bantuan protein, misalnya enzim. Contohnya, bakteri, eschericia coli, jika dipindahkan ke medium yang mengandung laktosa, maka metabolismenya menurun. Salah satu sebabnya ialah membran selnya tidak dapat dilalui laktosa ( impermeabel ). Akan tetapi setelah beberapa menit, laktosa selain dapat masuk ke dalam sel karena terbentuknya enzim di dalam sel yang disebut permease. Permaese adalah suatu protein membran sel yang membuatkan jalan bagi laktosa agar dapat melintasi 2 lapis fosfolipid membran sel. Difusi yang tergantung pada suatu mekanisme transpor dari membran sel seperti permaese ini disebut difusi terbantu.
2. Transpor Aktif
Transpor aktif adalah transpor yang memerluka energi. Energi yang digunakan di dalam sel adalah ATP ( Adenosin Tri Phospat ) yaitu energi kimia tinggi yang berasal dari hasil respirasi sel. Transpor aktif bersifat melawan gradien konsentrasi. Pada transpor aktif terjadi peristiwa lewat membran yang melawan gradien konsentrasi. Gradien konsentrasi berfungsi memelihara keseimbangan didalam sel. Contohnya sitoplasma sel darah merah manusia mempunyai kadar ion kambium 30 kali lebih besar daripada cairan ekstra sel, yaitu plasma darah.
A. Endositosis
Endositosis adalah peristiwa pembentukan kantong membran sel saat larutan atau partikel ditransfer ke dalam sel. Endositosis antara lain :
1. Pinositosis
suatu gejala medium kultur masuk ke dalam sitoplasma dalam lekukan – lekukan membran sel. Kemudian, lekukan tadi memisahkan diri membentuk kantong atau gelembung kecil dalam sitoplasma. Proses tersebut tampak seolah – olah sel tersebut.
Gejala yang umum terjadi pada sel darah putih sel ginjal, epitelium usus, makrofag hati, dan akar tumbuhan.
2. Fagositosis
proses fagositosis. Proses fagositosis sama dengan pinositosis, tetapi terjadi pada benda padat yang berukuran lebih besar. Fagositosis misalnya terjadi saat rotivera, ciliata, atau organisme mikroskopis lain di telan oleh amoeba.Kemudian mengurungnya dalam vakuola. Selama fagositosis,Proses yang sama terjadi pada saat sel – sel darah putih memangsa bibit bakteri. Vakuola kemudian bergabung dengan lisosom primer dalam sel dan dicerna oleh enzim dari lisosom
3. Eksositosis
Eksositosis adalah kebalikan dari endositosis. Pada sel – sel yang mengeluarkan protein dalam jumlah besar, protein tersebut mula – mula berkumpul di dalam sebuah kantong yang di lapisi membran dalam kompleks golgi. Kantong kemudian bergerak ke permukaan sel dan mengosongkan isinya keluar.
C. Keseimbangan air
diperkirakan antara 2000-2500 ml per hari pada orang dewasa. Kebanyakan air memasuki tubuh melalui makanan dan minuman, masing-masing 30% dan 60%. Sekitar 10% berasal dari proses metabolisme.
Keluaran air terjadi melalui berbagai jalan. Sejumlah air menguap melalui paru bersama udara ekspirasi atau melalui kulit (28%); ini disebut insensible water loss; yang keluar berupa keringat 8% dan tinja 4%. Enam puluh persen dikeluarkan melalui urin. Kalau plasma kehilangan air, maka akan memicu dahaga dan penglepasan ADH.
D. Keseimbangan Elektrolit
Elektrolit meliputi garam, asam, dan basa. Garam (NaCl) memasuki tubuh bersama makanan dan minuman. Garam keluar dari tubuh melalui keringat, tinja, dan urine. Bila tubuh kurang NaCl, keringat pun jadi lebih tawar. Ginjal harus mengendalikan keseimbangan elektrolit darah. Dalam hal reabsorpsi Na, hormon aldosteron berperan penting. Bila konsentrasi aldosteron tinggi, hampir seluruh ion Na diabsorpsi kembali. Selain aldosteron, juga ADH mempengaruhi reabsorpsi air.
Bila konsentrasi ion Na darah turun, mis, akibat banyak minum BIR sehingga volume darah naik, maka pelepasan ADH terhambat,Karena air ikut tertahan maka banyak wanita “menahan air” saat kadar estrogen darahnya naik selama siklus menstruasi; juga edema pada wanita hamil. Pengaruh progesteron adalah kebalikannya.
Hipokalsemia dapat menimbulkan tetani otot; hiperkalsemia dapat menimbulkan aritmia jantung dan kematian.
Bila kadar ion Ca darah turun, hormon paratiroid disekresi, yang akan meningkatkan kadar Ca dengan mempengaruhi:
(1) Tulang,H. Paratiroid mengaktifkan osteoklas, yang merombak matriks tulang, dan membebaskan ion Ca dan PO4ke dalam darah.
(2) Usus halus ,H. Paratiroid meningkatkan penyerapan ion Ca dari usus secara tidak langsung dengan merangsang ginjal mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif (D3), yang penting untuk absorpsi Ca di usus halus.
(3) gin¬¬¬jal ,H. paratiroid meningkatkan reabsorpsi Ca oleh tubuli ginjal, dan menghambat reabsorpsi ion PO¬¬¬4¬. kalsitonin, dari kelenjar tiroid, dilepaskan sebagai responsterhadap naiknya kadar Ca darah. Garam Ca diendapkan pada tulang dan menghambat reabsorbsi tulang. Kalsiitonin adalah antagonis dari hormon paratiroid.
E. Pembagian Elektrolit
1. Cairan elektrolit
a. Kation
- Kalium (K+)
- Natrium (Na+)
- Kalsium (Ca+)
- Magnesium ( Mg+)
b. Anion
- Klorida (Cl-)
- Karbonat (HCO3-)
- Fosfat (PO4-)
- Sulfat (SO4-)
- Protein
- Asam organik
2. Cairan yang bukan elektrolit
a. Air (H2O)
b. Dekstrose
c. Ureum
d. Kreatinin
F. Keseimbangan asam basa
Keseimbangan Asam Basa
DEFINISI
Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan cairan tubuh lainnya.
Satuan derajat keasaman adalah pH:
pH 7,0 adalah netral
pH diatas 7,0 adalah basa (alkali)
pH dibawah 7,0 adalah asam.
Suatu asam kuat memiliki pH yang sangat rendah (hampir 1,0); sedangkan suatu basa kuat memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0).
Darah memiliki pH antara 7,35-7,45.
Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena perubahan pH yang sangat kecilpun dapat memberikan efek yang serius terhadap beberapa organ.
Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-basa darah:
1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia
Ginjal memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah.
Suatu penyangga pH bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu larutan.
Penyangga pH yang paliing penting dalam darah menggunakan bikarbonat.
Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.
3. Pembuangan karbondioksida.
Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel.
Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-paru karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan).
Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian pH tersebut, bisa menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis.
Asidosis adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya pH darah.
Alkalosis adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya pH darah.
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit.
Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan petunjuk penting dari adanya masalah metabolisme yang serius.
Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik, tergantung kepada penyebab utamanya.
Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh ginjal.
Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan.
G. Pengukuran cairan tubuh
Untuk mengukur cairan tubuh total dipakai tritium radioaktif (H3) yang merupakan isotop yang tidak stabil dengan waktu paruh biologis 10 hari dan waktu paruh fisik 12 tahun. H3 akan berdifusi kedalam cairan tubuh total dalam beberapa jam sesudah disuntikan secara intravena, dan dengan prinsip dilusi, volume cairan total dapat dihitung. Deuterium (H2) yang merupakan isotop yang stabil juga dapat dipergunakan untuk mengukur cairan tubuh total.
H. Gangguan volume cairan
- Kelebihan volume cairan
Definisi : Retensi cairan isotomik meningkat
Batasan karakteristik :
- Berat badan meningkat pada waktu yang singkat
- Asupan berlebihan dibanding output
- Tekanan darah berubah, tekanan arteri pulmonalis berubah, peningkatan CVP
- Distensi vena jugularis
- Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal (Rales atau crakles), kongestikemacetan paru, pleural effusion
- Hb dan hematokrit menurun, perubahan elektrolit, khususnya perubahan berat jenis
- Suara jantung SIII
- Reflek hepatojugular positif
- Oliguria, azotemia
- Perubahan position mental, kegelisahan, kecemasan
Faktor-faktor yang berhubungan :
- Mekanisme pengaturan melemah
- Asupan cairan berlebihan
- Asupan natrium berlebihan
- Kekurangan volume cairan
Definisi : Penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intrasellular. Ini mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium
Batasan Karakteristik :
- Kelemahan
- Haus
- Penurunan turgor kulit/lidah
- Membran mukosa/kulit kering
- Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi
- Pengisian vena menurun
- Perubahan position mental
- Konsentrasi urine meningkat
- Temperatur tubuh meningkat
- Hematokrit meninggi
- Kehilangan berat badan seketika
1.hipovolemia
Kehilangan air dan elektrolit dengan porsi yang sama, hal ini berbeda dengan dehidrasi (kehilangan air dengan peningkatan Na serum).
Contoh: diare , mual, faktor resiko DM INSIPIDUS.
2.hipervolemia
Na+ dan air tertahan dengan porsi yang kurang lebih sama dengan di dalam ces.penyebab gagal ginjal, gagal jantung, sorosis hepatis.
3.hiponatremia
Penyebab syndrome insufficiency ADH, hiperglikemi, masukan cairan secara perenteral yang menggunakan air ledeng untuk enema atau irigasi gester.
4. Hipernatremia
Kehilangan air pada pasien yang tidak sadar terhadap rangsangan haus, Na+ yang tidak proporsional
5. Hipokalemia
Biasanya menyebabkan alkolisis dan sebaliknya, setiap peningkatan pH O artinya peningkatan kalium serum 0.5. biasanya terjadi pada pasien diare, ileostomi baru, adenoma villous ( tumar pada saluran GI ) dan bisa pada pasien yang mendapat asupan karbohidrat parental. Hipoklalemia dapat menyebabkan henti jantung dan henti napas.
I. Pengaturan homeostasis
1. Pengaturan sistem pernafasan
Cairan dikeluarkan melalui paru dalam bentuk uap air.
2. Pengaturan sistem perkemihan
Ginjal secara selektif menahan elektrolit dan air untuk memelihara keseimbangan, dan mengeluarkan zat buangan dan zat yang berlebihan.
Bekerjasama dengan sistem endokrin, pada saat terjadi dehidrasi hipofise posterior mengeluarkan ADH (anti diuretik hormon). ADH ini mempengaruhi tubulus ginjal menjadi lebih permeabel sehingga resorbsi air bertambah. Akibatnya urine berkurang.
3. Pengaturan sistem sirkulasi
Sistem sirkulasi sangat vital bagi pengangkutan cairan ke seluruh tubuh. Mekanisme tekanan osmotik dan tekanan hidrostatik sangat diperlukan dalam sistem ini. Ginjal dapat berfungsi dengan baik hanya jika mendapatkan sirkulasi yang baik. Gangguan pada sistem sirkulasi dapat menimbulkan gangguan keseimbangan cairan, contoh: edema paru, anuria akibat gagal ginjal, gangguan perfusi akibat syok dll.
4. Pengaturan sistem endokrin
Selain ADH, sistem endokrin mengatur homeostasis air dengan hormon aldosteron yang disekresi oleh korteks adrenal. Jika terjadi dehidrasi, terjadi peningkatan sekresi aldosteron, dengan efek terjadi peningkatan resorbsi ion natrium di tubulus ginjal, diikuti dengan resorbsi air.
5. Pengaturan sistem gastrointestinal
Air dan elektrolit diserap dalam saluran pencernaan, sehingga jumlah air dan elektrolit dapat dipertahankan. Sangat penting untuk menjaga efektifitas fungsi pencernaan untuk mencegah gangguan homeostasis cairan.
6. Pengaturan sistem saraf
Pada saat terjadi dehidrasi, terjadi rangsangan osmoreseptor di hipotalamus dengan efek terjadi rasa haus sehingga timbul keinginan untuk minum.
J. Gangguan keseimbangan air
Gangguan keseimbangan air dapat berupa dehidrasi, hidrasi hipotonik atau intoksikasi air, dan edema. Dehidrasi, terjadi bila keluaran air melebihi masukan air.
Hal ini dapat terjadi pada pendarahan, luka bakar luas, muntah dan diare berkepanjangan, berkeringat banyak, atau akibat diuretika berlebihan. Hidrasi hipotonik atau intoksikasi air, dapat terjadi pada insufisiensi ginjal atau minum air sangat banyak dengan cepat. Akibatnya terjadi hiponatremia, dengan gejala nausea, vomitus, kram otot, edema serebri. Bila tidak diatasi, timbul disorientasi, konvulsi, koma dan kematian. Edema, yaitu penimbunan cairan dalam celah interstisial. Yang dapat menimbulkan edema adalah hipoproteinemia (akibat malnutrisi, penyakit hati, atau glomerulonefritis).
K. Mekanisme terjadinya dehidrasi
Dehidrasi adalah dimana tubuh kita mulai kekurangan cairan karena kurangnya asupan air ke dalam tubuh total, berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonik), atau hilangnya natrium yang lebih banyak dari air (dehidrasi hipetonik). Dehidrasi isotonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/liter) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/liter). Dehidrasi hipetonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/liter).
sering kali kita tidak menyadari bahwa kita telah mengalami dehidrasi. banyak fungsi tubuh yang meliputi sel, jaringan, dan organ yang sudah banyak terganggu. Pusing, sulit konsentrasi, lelah dan gelisah tanpa sebab, pegelinu, juga nyeri. Ketika kita kurang minum, otak akan kekurangan oksigen sehingga sulit untuk konsentrasi dan cenderung mudah emosi.
Kekurangan cairan dalam tubuh bukan hanya dikarenakan kurang minum, bisa juga disebabkan karena diare dan juga muntaber.Karena bila seseorang terkena penyakit diare atau muntaber, dia akan banyak mengeluarkan cairan dan bisa menyebabkan dehidrasi serta kematian. Kedua penyakit tersebut termasuk penyebab kematian tertinggi di Indonesia, terutama pada anak-anak dan balita.
Perlu kita ketahui, bahwa 75 persen dari tubuh kita (orang dewasa) terdiri dari air. Tubuh kita terdiri dari triliunan sel yang berbahan dasar air. Di dalam sel, air menempati porsi dua per tiga dari jumlah yang ada. Sementara sisanya berada di luar sel,diantaranya berupa cairan otak, cairan mata, cairan hidung, dan cairan pada saluran pencernaan. kandungan cairan dalam otak mencapai 80 persen, ginjal 82 persen, jantung 79 persen, paru-paru 80 persen, tulang 22 persen, dan darah lebih dari 90 persen.air bukanlah partikel yang berdiri sendiri sebagai motor fungsional dalam tubuh manusia. kebutuhan air dalam tubuh untuk orang dewasa adalah dua liter per hari atau setara dengan delapan gelas.
DIAGNOSIS DEHIDRASI
Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, penurunan turgor, dan mata cekung sering tidak jelas. Gejala klinis yang paling spesifik dapat dievaluasi adalah penurunan berat badan akut lebih dari 3%. Gejala klinis lainnya yang dapat membantu identifikasi kondisi dehidrasi adalah hipotensi ortostatik.
Berdasarkan studi di Divisi Geriatri Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM, bila ditemukan askila lembab, suhu tubuh meningkat dari suhu basal, diuresis berkurang, berat jenis (BJ) urin lebih dari atau sama dengan 1,019 (tanpa adanya glukosolia dan proteinuria), serta rasio blood urea nitrogen/kreatinin lebih dari atau sama dengan 16,9 (tanpa adanya perdarahan aktif saluran cerna) maka kemungkinan terdapat dehidrasi pada usia lanjut adalah 81%.Dalam dunia kedokteran, pemeriksan penunjang untuk dehidrasi adalah :
1. Kadar natrium plasma darah 2. Osmolaritas serum 3. Ureum dan kreatinin darah 4. BJ urin 5. Tekanan vena sentral (sentral venous pressure)
TERAPI PENGOBATAN/PENANGANAN DEHIDRASI
Terapi yang bisa dilakukan untuk mengatasi seseorang yang terkena dehidrasi adalah :
Lakukan pengukuran keseimbangan (balans) cairan yang masuk dan keluar secara berkala sesuai kebutuhan. Pada dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral sebanyak 1500-2500 ml/24jam (30 ml/kg berat badan/24 jam) untuk kebutuhan dasar, ditambah dengan penggantian defisit cairan kehilangan cairan yang masih berlangsung. Menghitung kebutuhan cairan sendiri, termasuk jumlah insensible water loss sangat perludilakukan setiap hari. Perhatian tanda-tanda kelebihan cairan seprti ortopnea, sesak nafas, perubahan pola tidur, atau kofusion. Cairan yang diberikan secara oral tergantung jenis dehidrasi.
Dehidrasi hippertonik : cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman dengan kandungan sodium rendah, jus buah seperti apel, jeruk, dan anggur.
Dehidrasi isotonik : cairan yang dianjurkan selain air dan suplemen yang mengandung sodium seperti jus tomat juga dapat diberikan isotonik
Daehidrasi hipotonik :dibutuhkan kadar sodium yang lebih tinggi.
Pada dehidrasi sedang sampai berat dan pasien tidak dapat minum per oral, selain pemberian cairan enteral, dapat diberikan rehidrasi parenteral. Jika cairan tubuh yang hilang terutama adalah air, maka jumlah cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus :
• { xtypo_info } Definisi cairan ( liter = Cairan Badan Total [CBT] yang diinginkan – CBT saat ini
CBT yang diinginkan = kadar Na serum x CBT saat ini/140
CBT saat ini (pria) = 50% x berat badan (kg)
CBT saat ini (perempuan) = 45% x berat badan (kg) {xtypo_ info}
Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dengan kecepatan 25-30% dari defisit cairan total perhari. Pada dehidrasi hipertonik digunakan cairan NaCl, 45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksanakan dengan mengatasi penyebab yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila perlu pemberian cairan hipertonik.
Ramuan herbal yang bisa digunakan adalah :
Ramuan air kelapa, bahan-bahan yang diperlukan yaitu ;
- 400 ml air kelapa muda (lebih bagus kelapa ijo (hijau))
- 400 ml air matang
- 1 sdm gula batu
- seperempat sendokteh garam
Cara membuatnya yaitu dengan mencampurkan seluruh bahan-bahan tersebut diatas.
Dosis : minum sebanyak mungkin (baik untuk orang dewasa ataupun anak-anak)
MENGENALI GEJALA DEHIDRASI SESUAI DENGAN TINGKATANNYA :
1. Dehidrasi Ringan
dicirikan dengan tanda muka memerah, rasa yang sangat haus, kulit kering dan pecah-pecah, volume urin berkurang dengan warna lebih gelap dari biasanya, pusing dan lemah, kram otot terutama pada kaki dan tangan, kelenjar air mata berkurang kelembabannya, sering mengantuk, mulut dan lidah kering dan air liur berkurang.
2. Dehidrasi Sedang di tandai dengan penurunan tekanan darah, dalam kondisi tertentu gampang sekali pingsan, kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan punggung, kejang, perut kembung, gagal jantung, ubun-ubun cekung, denyut nadi cepat dan lemah.
3. Dehidrasi Berat Dehidrasi ini sangatlah berbahaya jika tidak segera dilakukan pertolongan dan penanganan,karna bisa mengakibatkan kematian. Tanda-tandanya adalah : kesadaran berkurang, tidak buang air kecil, tangan dan kaki dingin serta lembab, denyut nadi semakin cepat dan lemah sehingga tidak teraba, tekanan darah turun drastis sehingga tidak dapat diukur, ujung kuku, mulut, dan lidah berwarna kebiruan.
Mengenali tanda-tanda awal haus (dehidrasi) :
• Merasa lelah tanpa alasan
• Merasa mudah tersinggung dan marah tanpa alasan
• Merasa gelisah
• Merasa depresi
• Merasa kepala berat/sempoyongan
• Rentang perhatian (fokus) yang amat sempit
• Pendek nafas pada orang sehat tanpa penyakit paru atau infeksi
makalah SISTEM MUSKULOSKELETAL
A. Pengertian Sistem Muskuluskeletal
Susunan tulang atau skelet(kerangka) merupakan salah satu unsur sistem penegak dan penggerak tulang-tulang manusia yang dihubungkan satu dengan yang lain melalui sambungan dengan tulang atau persendian sehingga terbentuk kerangka yang merupakan sistem lokomotor pasif,selanjutnya akan di atur oleh alat-alat lokomotif aktif dari otot.
Sistem skelet ini berfungsi untuk :
a) Memberikan bentuk pada tubuh sehingga terlihat bentuk yang sangat sempurna dibandingkan makhluk lain
b) Menahan seluruh tubuh supaya tidak roboh, dan tampak kuat dan kekar
c) Melindungi alat yang lunak dan penting seperti otak, jantung, dan paru-paru
d) Tempat melekatnya otot untuk pergerakan tubuh dengan perantaraan otot
e) Tempat pembuatan sel darah merah.
B. Bentuk Tulang
Berdasarkan bentuknya dan ukurannya, tulang dapat dibagi menjadi beberapa penggolongan:
1) Tulang panjang, yaitu tulang lengan atas, lengan bawah, tangan,tungkai, dan kaki (kecuali tulang-tulang pergelangan tangan dan kaki). Badan tulang ini disebut diafisis, sedangkan ujungnya disebut epifisis.
2) Tulang pendek, yaitu tulang-tulang pergelangan tangan dan kaki.
3) Tulang pipih, yaitu tulang iga, bahu, pinggul, dan kranial.
4) Tulang tidak beraturan, yaitu tulang vertebra dan tulang wajah.
5) Tulang sesamoid, antara lain tulang patella dan tulang yang terdapat di metakarpal 1-2 dan metatarsal
C. STRUKTUR TULANG
Jaringan tulang merupakan jaringan penghubung, seperti jaringan penghubung lainnya, tulang terdiri dari sel-sel yang mempunyai fungsi tertentu, dan matriks yang terdiri dari serat protein dan sustansi dasar. Komposisi tulang adalah, dua pertiga dari berat tulang adalah kalsium fosfat. Interaksi antara kalsium fosfat dan kalsium hidroksida akan menghasilkan kristal hidroksiapatit yang dapat berikatan dengan garam-garam Ca, seperti kalsium karbonat, Ion Na, K dan F. Hampir sepertiga dari tulang adalah serabut kolagen sedangkan osteosit dan sel tulang lainnya hanya 2% dari masa tulang.
Jaringan tulang terdiri dari sel-sel tulang yaitu:
1. Osteosit, Sel tulang dewasa. Terdapat dalam lakuna diantara lapisan matriks tulang yang disebut lamela.
2. Osteoblas, Sel berbentuk kubus. Bertugas mensintesa komponen organik tulang yang disebut osteoid.
3. Osteoklas, Sel berukuran besar. Lisosom osteoklas menghasilkan asam yang melarutkan matriks tulang sehingga kalsium dan fosfor yang tersimpan dapat dilepaskan, proses ini disebut Osteolisis.
4. Osteoprogenitor, sel mesenkim yang dapat dipecah menjadi osteoblas
D. MACAM-MACAM RANGKA
Pada manusia, rangka dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu rangka aksial (membentuk sumbu tubuh, meliputi tengkorak, kolumna vertebra, dan toraks) dan rangka apendikular (meliputi ekstremitas superior dan inferior).
a. Rangka aksial
1. Tengkorak
Tengkorak tersusun atas tulang kranial dan tulang wajah.
a). Tulang kranial tersebut meliputi:
1) Tulang frontal
Tulang frontal merupakan tulang kranial yang berada di sisi anterior, berbatasan dengan tulang parietal melalui sutura koronalis. Pada tulang frontal ini terdapat suatu sinus (rongga) yang disebut sinus frontalis, yang terhubung dengan rongga hidung.
2) Tulang temporal
Terdapat dua tulang temporal di setiap sisi lateral tengkorak. Antara tulang temporal dan tulang parietal dibatasi oleh sutura skuamosa. Persambungan antara tulang temporal dan tulang zigomatikum disebut sebagai prosesus zigomatikum.
3) Tulang parietal
Terdapat dua tulang parietal, yang dipisahkan satu sama lain melalui sutura sagitalis. Sedangkan sutura skuamosa memisahkan tulang parietal dan tulang temporal.
4) Tulang oksipital
Tulang oksipital merupakan tulang yang terletak di sisi belakang tengkorak. Antara tulang oksipital dan tulang parietal dipisahkan oleh sutura lambdoid. Di dasar tulang oksipital terdapat foramen magnum, suatu foramen yang menghubungkan otak dan medula spinalis.
5) Tulang sphenoid
Tulang sphenoid merupakan tulang yang membentang dari sisi fronto-parieto-temporal yang satu ke sisi yang lain. Secara umum tulang sphenoid dibagi menjadi greater wing dan lesser wing, di mana greater wing berada lebih lateral dibanding lesser wing. Kanalis optikus dibentuk oleh tulang ini (lesser wing). Selain itu terdapat juga sella turcica (yang melindungi kelenjar hipofisis) dan sinus sphenoid (suatu sinus yang membuka ke rongga hidung).
f) Tulang ethmoid
Tulang ethmoid merupakan tulang yang berada di belakang tulang nasal dan lakrimal. Beberapa bagian dari tulang ethmoid adalah crista galli (proyeksi superior untuk perlekatan meninges), cribriform plate (dasar crista galli, dengan foramen olfaktori yang melewatkan nervus olfaktori), perpendicular plate (bagian dari nasal septum) dan konka. Selain itu terdapat juga sinus ethmoid, yang membuka ke rongga hidung.
2) Sedangkan tulang wajah meliputi:
a. Tulang mandibula merupakan tulang rahang bawah.
b. Tulang maksila ( tulang rahang atas ).
c. Tulang nasal ( tulang yang membentuk jembatan pada hidung dan berbatasan dengan tulang maksila.
d. Tulang lakrimal merupakan tulang yang berbatasan dengan tulang ethmoid dan tulang maksila, berhubungan duktus nasolakrimal sebagai saluran air mata.
e. Tulang zigomatikum merupakan tulang pipi, yang berartikulasi dengan tulang frontal, temporal dan maksila.
f. Tulang palatin merupakan tulang yang membentuk bagian posterior palatum.
g. Tulang vomer merupakan bagian bawah nasal septum (sekat hidung).
2. Kolumna vertebra
Kolumna vertebra terbentuk dari tulang-tulang individual yang disebut sebagai vertebra. Terdapat sekitar 26 vertebra, meliputi 7 vertebra servikal, 12 vertebra torakal, 5 vertebra lumbar, 1 vertebra sakral (yang terdiri atas 5 vertebra individual) dan 1 vertebra koksigeal (yang terdiri atas 4-5 koksigeal kecil). Secara umum, bentuk vertebra terdiri atas korpus vertebra, lengkung vertebra, foramen vertebra, prosesus transversus, prosesus spinosa, prosesus artikular inferior, prosesus artikular posterior, pedikulus dan lamina.
Terdapat sedikit perbedaan antara vertebra segmen servikal, torakal, dan lumbar:
a) Pada vertebra segmen servikal, korpus berukuran relatif lebih kecil
dibandingkan segmen torakal dan lumbar. Pada prosesus transversus terdapat foramen (lubang) transversus, yang fungsinya untuk melewatkan arteri vertebralis. Artikulasi antara satu vertebra servikal dengan vertebra servikal lainnya (melalui sendi apophyseal) membentuk sudut sekitar 45 derajat. Khusus untuk segmen C1 (atlas), terdapat facies artikulasi untuk dens axis (C2) serta facies artikulasi yang agak besar untuk perlekatan dengan oksipital. Sedangkan pada segmen C2 (axis), terdapat dens axis yang akan berartikulasi dengan atlas (C1).
1) Pada vertebra segmen torakal, korpus berukuran relatif lebih besar dibandingkan segmen servikal namun lebih kecil dibandingkan dengan segmen lumbar. Tidak ada foramen transversus. Khas pada vertebra segmen torakal adalah adanya facies untuk artikulasi dengan tulang iga (kostal). Facies ini ada yang terletak di prosesus transversus dan ada yang terletak di prosesus spinosa.
2) Pada vertebra segmen lumbar, korpus berukuran relatif lebih besar dibandingkan dengan korpus pada segmen servikal dan torakal. Adanya prosesus asesorius pada prosesus transversus dan prosesus mamilaris pada prosesus artikulasi superior menjadi ciri khas pada segmen lumbar.
3) Pada vertebra segmen sakral, bentuknya khas seperti sayap yang melebar dengan penonjolan ke depan pada artikulasi lumbo-sakral yang disebut sebagai promontory. Vertebra segmen sakral terdiri atas 5 vertebra individual, yang dihubungkan satu sama lain melalui celah transversus dan memiliki 8 foramen sakral. Di bagian posterior terdapat celah yang disebut hiatus sakralis.
4) Pada vertebra segmen koksigeal, terdiri atas 4-5 segmen koksigeal individual yang terhubung dengan vertebra segmen sakralis.
b. Rangka apendikular
1. Ekstremitas atas
Ekstremitas atas terdiri atas tulang skapula, klavikula, humerus, radius, ulna, karpal, metakarpal, dan tulang-tulang phalangs.
a) Skapula
Merupakan tulang yang terletak di sebelah posterior tulang kostal dan berbentuk pipih seperti segitiga. Skapula memiliki beberapa proyeksi (spina, korakoid) yang melekatkan beberapa otot yang berfungsi menggerakkan lengan atas dan lengan bawah. Skapula berartikulasi dengan klavikula melalui acromion. Sebuah depresi (cekungan) di sisi lateral skapula membentuk persendian bola-soket dengan humerus, yaitu fossa glenoid.
b) Klavikula
Merupakan tulang yang berartikulasi dengan skapula di sisi lateral dan dengan manubrium di sisi medial. Pada posisi ini klavikula bertindak sebagai penahan skapula yang mencegah humerus bergeser terlalu jauh.
c) Humerus
Merupakan tulang panjang pada lengan atas, yang berhubungan dengan skapula melalui fossa glenoid. Di bagian proksimal, humerus memiliki beberapa bagian antara lain leher anatomis, leher surgical, tuberkel mayor, tuberkel minor dan sulkus intertuberkular. Di bagian distal, humerus memiliki beberapa bagian antara lain condyles, epicondyle lateral, capitulum, trochlear, epicondyle medial dan fossa olecranon (di sisi posterior). Tulang ulna akan berartikulasi dengan humerus di fossa olecranon, membentuk sendi engsel. Pada tulang humerus ini juga terdapat beberapa tonjolan, antara lain tonjolan untuk otot deltoid.
d) Ulna
Merupakan tulang lengan bawah yang terletak di sisi medial pada posisi anatomis. Di daerah proksimal, ulna berartikulasi dengan humerus melalui fossa olecranon (di bagian posterior) dan melalui prosesus coronoid (dengan trochlea pada humerus). Artikulasi ini berbentuk sendi engsel, memungkinkan terjadinya gerak fleksi-ekstensi. Ulna juga berartikulasi dengan radial di sisi lateral. Artikulasi ini berbentuk sendi kisar, memungkinkan terjadinya gerak pronasi-supinasi. Di daerah distal, ulna kembali berartikulasi dengan radial, juga terdapat suatu prosesus yang disebut sebagai prosesus styloid.
e) Radius
Merupakan tulang lengan bawah yang terletak di sisi lateral pada posisi anatomis. Di daeraha proksimal, radius berartikulasi dengan ulna, sehingga memungkinkan terjadinya gerak pronasi-supinasi. Sedangkan di daerah distal, terdapat prosesus styloid dan area untuk perlekatan tulang-tulang karpal antara lain tulang scaphoid dan tulang lunate.
f) Karpal
Tulang karpal terdiri dari 8 tulang pendek yang berartikulasi dengan ujung distal ulna dan radius, dan dengan ujung proksimal dari tulang metakarpal. Antara tulang-tulang karpal tersebut terdapat sendi geser. Ke delapan tulang tersebut adalah scaphoid, lunate, triqutrum, piriformis, trapezium, trapezoid, capitate, dan hamate.
g) Metakarpal
Metakarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat di pergelangan tangan dan bagian proksimalnya berartikulasi dengan bagian distal tulang-tulang karpal. Persendian yang dihasilkan oleh tulang karpal dan metakarpal membuat tangan menjadi sangat fleksibel. Pada ibu jari, sendi pelana yang terdapat antara tulang karpal dan metakarpal memungkinkan ibu jari tersebut melakukan gerakan seperti menyilang telapak tangan dan memungkinkan menjepit/menggenggam sesuatu. Khusus di tulang metakarpal jari 1 (ibu jari) dan 2 (jari telunjuk) terdapat tulang sesamoid.
h) Tulang-tulang phalangs
Tulang-tulang phalangs adalah tulang-tulang jari, terdapat 2 phalangs di setiap ibu jari (phalangs proksimal dan distal) dan 3 di masing-masing jari lainnya (phalangs proksimal, medial, distal). Sendi engsel yang terbentuk antara tulang phalangs membuat gerakan tangan menjadi lebih fleksibel terutama untuk menggenggam sesuatu.
c. EkstremiEkstermotas bawah
Ekstremitas bawah terdiri dari tulang pelvis, femur, tibia, fibula, tarsal, metatarsal, dan tulang-tulang phalangs.
a) Pelvis
Pelvis terdiri atas sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang pipih. Masing-masing tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubis dan ischium. Ilium terletak di bagian superior dan membentuk artikulasi dengan vertebra sakrum, ischium terletak di bagian inferior-posterior, dan pubis terletak di bagian inferior-anterior-medial. Bagian ujung ilium disebut sebagai puncak iliac (iliac crest). Pertemuan antara pubis dari pinggul kiri dan pinggul kanan disebut simfisis pubis. Terdapat suatu cekungan di bagian pertemuan ilium-ischium-pubis disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk artikulasi dengan tulang femur.
b) Femur
Merupakan tulang betis, yang di bagian proksimal berartikulasi dengan pelvis dan dibagian distal berartikulasi dengan tibia melalui condyles. Di daerah proksimal terdapat prosesus yang disebut trochanter mayor dan trochanter minor, dihubungkan oleh garis intertrochanteric. Di bagian distal anterior terdapat condyle lateral dan condyle medial untuk artikulasi dengan tibia, serta permukaan untuk tulang patella. Di bagian distal posterior terdapat fossa intercondylar.
c) Tibia
Merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding dengan fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral di mana keduanya merupakan facies untuk artikulasi dengan condyle femur. Terdapat juga facies untuk berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral. Selain itu, tibia memiliki tuberositas untuk perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia membentuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal dan malleolus medial.
d) Fibula
Merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding dengan tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di bagian distal, fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal.
e) Tarsal
Merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan fibula dan tibia di proksimal dan dengan metatarsal di distal. Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu calcaneus, talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3). Calcaneus berperan sebagai tulang penyanggah berdiri.
f) Metatarsal
Merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal dan dengan tulang phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari) terdapat 2 tulang sesamoid.
g) Phalangs
Merupakan tulang jari-jari kaki. Terdapat 2 tulang phalangs di ibu jari dan 3 phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi pelana di ibu jari kaki, menyebabkan jari tersebut tidak sefleksibel ibu jari tangan
E. Pertumbuhan Tulang
Rangka manusia terbentuk pada akhir bulan kedua atau awal bulan ketiga pada waktu perkembangan embrio. Tulang yang terbentuk mula-mula adalah tulang rawan (kartilago) yang berasal dari jaringan mesenkim (jaringan embrional). Sesudah kartilago terbentuk, rongga yang ada di dalamnya akan terisi oleh osteoblas. Sel-sel osteoblas terbentuk secara konsentris yaitu dari dalam keluar. Setiap sel melingkari pembuluh darah dan serabut saraf yang membentuk sistem Havers. Substansi di sekitar tulang disebut matriks tulang, tersusun atas senyawa protein. Selanjutnya terjadi pengisian kapur dan fosfor sehingga matriks tulang menjadi keras. Pengerasan tulang disebut osifikasi.
Osifikasi dibedakan menjadi 2 macam sebagai berikut:
a. Osifikasi kondral yaitu pembentukan tulang dari tulang rawan. Terjadi
pada tulang pipa dan tulang pendek
b.Osifikasi desmal yaitu pembentukan tulang dari membran jaringan mesenkim. Terjadi pada tulang pipih.
Proses pertumbuhan tulang manusia dimulai sejak janin berusia delapan minggu sampai umur kurang lebih 25 tahun, bahkan lebih dari itu masih terjadi pembentukan tulang.
Urutan proses pembentukan tulang (osifikasi) sebagai berikut:
1. Tulang rawan pada embrio mengandung banyak osteoblas, terutama pada bagian tengah epifisis dan bagian tengah diafisis, serta pada jaringan ikat pembungkus tulang rawan.
2. Osteosit terbentuk dari osteoblas, tersusun melingkar membentuk sistem Havers. Di tengah sistem Havers terdapat saluran Havers yang banyak mengandung pembuluh darah dan serabut saraf.
3. Osteosit mensekresikan zat protein yang akan menjadi matriks tulang. Setelah mendapat tambahan senyawa kalsium dan fosfat tulang akan mengeras.
4. Selama terjadi penulangan, bagian epifisis dan diafisis membentuk daerah antara yang tidak mengalami pengerasan, disebut cakraepifisis.
5. Bagian cakraepifisis terus mengalami penulangan. Penulangan bagian ini menyebabkan tulang memanjang.
6. Di bagian tengah tulang pipa terdapat osteoblas yang merusak tulang sehingga tulang menjadi berongga kemudian rongga tersebut terisi oleh sumsum tulang
F. Sistem Persendian
a. Klasifikasi Sendi
1. Secara Struktural :
a) Persendian fibrosa yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan ikat fibrosa
b) Persendian kartilago yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh jaringan kartilago.
c) Persendian sinovial yaitu persendian yang memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan kapsul dan ligament artikular yang membukuskan
2. Menurut fungsinya :
a) Sendi sinartosis (sendi mati), sendi ini dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau kartilago.Sendi jenis ini antara lain adalah :
1) Sutura, yaitu sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa rapat yang hanya ditemukan pada tulangtengkorak. Contoh: sutura sagital dan parietal.
2) Sinkondrosis yaitu sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan kartilago hialin. Contoh: lempeng epifisis sementara antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang anak.
b) Sendi amfiartosis (sendi dengan pergerakan terbatas). Sendi ini memungkinkan gerakan terbatas sebagai respon terhadap torsi dan kompresi. Sendi jenis ini antara lain adalah:
1) diklus kartilago, yang menjadi bantalan sendidan memungkinkan terjadi sedikit gerakan. Contoh: simpisis pubis.
2) Sindesmosis, tertbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan dihubungkan dengan serat-serat jaringan ikat kolagen.contoh: ditemukan pada tulang yang bersisihan seperti radius dan ulna serta tibia dan fibula.
3) Simfisis adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan Gomposis merupakan sendi dimana tulang berbentuk kerucut masuk dengan pas dalam kantong tulang, seperti pada gigi yang tertanam pada tulang rahang.
c) Sendi diartosis (sendi dengan pergerakan bebas) disebut juga sendi synovial. Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinofial. Klasifikasi persendian synovial terdiri dari:
1) Sendi sferoidal yang terdiri dari sebuah tulang yang masuk kedalam rongga berbentuk cangkir pada tulang lain. Contoh: sendi panggul dan bahu.
2) Sendi engsel, terdiri dari sebuah tulang yang masuk dengan pas pada permukaan konkaf tulang kedua, sehingga memungkinkan gerakan kesatu arah.Contoh: sendi lutut dan siku.
3) Sendi kisar, yaitu tulang bentuk kerucut yang masuk pas cekungan tulang kedua dan dapat berputar kesemuaarah.Contoh: tulang atas, persendian bagian kepalad. Sendi kondiloid, merupakan sendi biaksial, yang memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan setiap tulang.Contoh: sendi antara tulang radius dan tulang karpale.
4) Sendi pelana, permukaan tulang yang berartikulasi berbentuk konkaf disatu sisi dan konkaf pada sisi lain,sehingga tulang akan masuk dengan pas seperti dua pelana yang saling menyatu. Satu-satunya sendi pelanasejati yang ada dalam tubuh adalah persendian antara tulang karpal dan metakarpal pada ibu jari.
5) Sendi peluru, adalah salah satu sendi yang permukaan kedua tulang berartikulasi berbentuk datar, sehinggamemungkinkan gerakan meluncur antara satu tulang dengan tulang yang lainnya. Persendian semacam inidisebut sendi nonaksia.
6) Macam-macam gerakan sendi
Ada 3 jenis persendian yang dibedakan berdasarkan jangkauan gerakan yang dimiliki:
i. Persendian Fibrosa, yaitu persendian yang tidak dapat digerakkan, dimana letak tulang-tulangnya sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh selapis jaringan ikat fibrosa, contohnya sutura di antara tulang-tulang tengkorak.
ii. Persendian Kartilagenosa, yaitu persendian yang gerakannya terbatas, dimana tulang-tulangnya dihubungkan oleh tulang rawan hialin, contohnya tulang iga.
iii. Persendian Sinovial, yaitu persendian yang gerakannya bebas, merupakan bagian terbesar dari persendian pada tubuh orang dewasa, contohnya sendi bahu dan panggul, sikut dan lutut, sendi pada tulang-tulang jari tangan dan kaki, pergelangan tangan dan kaki.
7) Sistem persendian persendian atau persambungan tulang ( artikulasi ) adalah pertemuan dua buah tulang atau beberapa tulang kerangka.
macam-macam gerakan sendi
Ada 3 jenis persendian yang dibedakan berdasarkan jangkauan gerakan yang dimiliki:
i. Persendian Fibrosa, yaitu persendian yang tidak dapat digerakkan, dimana letak tulang-tulangnya sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh selapis jaringan ikat fibrosa, contohnya sutura di antara tulang-tulang tengkorak.
ii. Persendian Kartilagenosa, yaitu persendian yang gerakannya terbatas, dimana tulang-tulangnya dihubungkan oleh tulang rawan hialin, contohnya tulang iga.
iii. Persendian Sinovial, yaitu persendian yang gerakannya bebas, merupakan bagian terbesar dari persendian pada tubuh orang dewasa, contohnya sendi bahu dan panggul, sikut dan lutut, sendi pada tulang-tulang jari tangan dan kaki, pergelangan tangan dan kaki.
G. Sistem Otot
Otot kerangka merupakan suatu organ atau alat yang memungkinkan tubuh dapat bergerak. Hal ini merupakan suatu sifat penting bagi organisme.
a. Dalam garis besarnya sel otot dapat dibagi menjadi 3 golongan :
1) Otot motoris ( otot serat lintang ) , didalamnya terdapat protoplasma yang mempunyai garis-garis melintang. Otot ini melekat pada kerangka sehingga disebut juga otot otot kerangka. Otot ini dapat bergerak sesuai kemauan kita / otot sadar, pergerakannya cepat tetapi lekas lelah, rangsangan dialirkan melalui saraf motoris.
2) Otot otonom ( otot polos ) didalamnya terdapat protoplasma yang licin tidak mempunyai garis-garis melintang. Otot ini terdapat pada alat-alat dalam seperti ventrikulus, usus, kandung kemih, pembuluh darah. Bekerja diluar kemampuan kita ( otot tidak sadar ) dan rangsangannya melalui saraf otonom.
3) Otot jantung, bentukya menyerupai otot serat lintang didalam sel protoplasma terdapat serabut-serabut melintang yang bercabang-cabang tetapi kalau kita melihat fungsinya seperti otot polos, dapat bergerak sendiri sesuai otomatis oleh karena itu mendapat rangsangan dari saraf otonom. Otot ini hanya terdapat dalam jantung mempunyai fungsi tersendiri, yang dapat bergerak secara aktif .
b. Macam-macam otot
1. Menurut bentuk dan serabutnya, meliputi otot serabut sejajar atau bentuk kumparan, otot bentuk kipas., otot bersinap dan otot melingkar.
2. Menurut jumlah kepalanya, meliputi otot berkepala dua, otot berkepala tiga/trisep, otot berkepala empat.
3. Menurut pekerjaannya , meliputi
a) Otot sinergis, otot bekerja bersama-sama.
b) Otot antagonis, yaitu otot bekerjanya berlawanan.
c) Otot abductor, yaitu otot yang menggerakkan anggota menjahui tubuh.
d) Otot adductor, yaitu otot yang menggerakkan anggota mendekati tubuh.
e) Otot fleksor, yaitu otot yang mengbengkkokan sendi tulang atau melipat sendi.
f) Otot ekstensor, yaitu otot yang meluruskan kembali sendi tulang kedudukan semula.
g) Otot pronator, ketika ulna dan radial dalam keadaan sejajar.
h) Otot supinator, ulna dan radial dalam keadaan menyilang.
i) Endorotasi, memutar ke dalam.
j) Eksorotasi, memutar ke luar.
k) Dilatasi, memanjangkan otot.
l) Kontraksi, memendekkan otot.
4. Menurut letak otot-otot tubuh di bagi dalam beberapa golongan yaitu :
a) Otot bagian kepala.
b) Otot bagian leher
c) Otot bagian dada
d) Otot bagian punggung
e) Otot bahu dan lengan
f) Otot panggul
g) Otot anngota gerak bawah.
3. Kontraksi otot Otot dapat mengadakan kontraksi sengan cepat, apabila ia mendapat rangsangan dari luar berupa rangsangan arus listrik, rangsangan mekanis panas, dingin dan lain-lain. Dalam keadaan sehari-hari otot ini bekerja atau berkontraksi menurut pengaruh atau perintah yang dating dari susunan saraf motoris. Tiap otot dikelilingi oleh jaringan yang merupakan selaput pembungkus yang disebut perimisium atau fasia. Fasia berfungsi sebagai :
a. Menahan dan melindungi otot supaya otot sesuai pada tempatnya.
b. Tempat asal dari beberapa otot.
c. Tempat letaknya pembuluh darah dan saraf untuk jaringan otot.
Diantara urat otot dan tulang terdapat kandung lendir yang disebut mukosa bursa yang didalamnya berisi lender yang berguna untuk melicinkan urat tersebut terhadap pergeseran dengan tulang. Selain itu juga memudahkan gerak otot terhadap kedudukan tulang.
4. Jenis kontrkasi
Kontraksi otot melibatkan pemendekkan unsure otot kontraktil. Tetapi karena otot mempunyai unsur elastis dan kental dalam rangkaian dengan mekanisme kontraktil, maka kontraksi timbul tanpa suatu penurunanan yang layak dalam panjang keseluruhan otot. Kontraksi yang demikian disebut isometric. Kontraksi melawan beban tetap dengan pendekatan ujung otot dinamakan isotonic ( tegangan sama ).
H. Struktur lain dalam sistem muskuloskeletal
a. Ligamen
Dalam anatomi ,ligamentum istilah digunakan untuk menunjukkan salah satu dari tiga jenis struktur.Paling umum, mengacu pada fibrosa jaringanyang menghubungkan tulangdengan tulang lainnya dan juga dikenal sebagai ligamen artikular, artikular larua,ligamen berserat , atau benar ligamen.
Ligamen juga dapat merujuk kepada:
1. Peritoneum ligamen: lipatan peritoneumatau selaput lain.
2. Sisa-sisa janin ligamen: sisa-sisa struktur tubular dari janinperiode kehidupan.
Ligamen adalah mirip dengan tendon dan fasciae karena mereka semua terbuat dari kolagen kecuali bahwa ligamen bergabung dengan salah satu tulang dengan tulang lain, tendon bergabung otot ke tulang dan fasciae menghubungkan otot dengan otot lainnya.
1) ligamen Artikular
"Ligamen" paling sering merujuk kepada sekelompok sulit, berserat padat teratur jaringan ikatterdiri dilemahkan kolagenserat . Ligamen menghubungkan tulang tulang lainnya untuk membentuk sendi .Mereka tidak menghubungkan otot ke tulang, yaitu pekerjaan tendon . Beberapa ligamen membatasi mobilitas artikulasi, atau mencegah gerakan tertentu sama sekali.
Ligamen kapsuler adalah bagian dari kapsul artikular yang mengelilingi sendi sinovial .Mereka bertindak sebagai bala bantuan mekanik.Ekstra-kapsuler ligamen bergabung bersama-sama dan memberikan stabilitas sendi.Intra-kapsul ligamen, yang jauh kurangumum,juga memberikan stabilitas tetapi memungkinkan berbagai jauh lebih besar gerak.ligamen cruciatumterjadi pada pasangan.
Ligamen adalah viskoelastik Mereka secara bertahap memperpanjang ketika berada di bawah ketegangan, dan kembali ke bentuk aslinya ketika ketegangan akan dihapus. Namun, mereka tidak dapat mempertahankan bentuk asli mereka ketika membentang melewati suatu titik tertentu atau untuk jangka waktu lama. Inilah salah satu alasan mengapa dislokasisendi harus diatur secepat mungkin: jika ligamen memperpanjang terlalu banyak, maka sendi akan melemah, menjadi rentan terhadap dislokasi masa depanseniman Atlet, pesenam, penari, dan bela diri melakukan peregangan latihan untuk memperpanjang ligamen mereka, sehingga sendi mereka lebih kenyal.
Istilah "bersendi ganda" mengacu pada orang dengan lebih elastis-ligamen, sendi yang memungkinkan mereka untuk meregangkan dan memutarbalikkan lebih lanjut.Istilah medis untuk menggambarkan seperti double-jointed orang adalah hyperlaxity.
Konsekuensi dari ligamen rusak dapat ketidakstabilan sendi.Tidak semua ligamen rusak memerlukan pembedahan, tetapi, jika operasi diperlukan untuk menstabilkan sendi, ligamen rusak dapat diperbaiki.Jaringan parut dapat mencegah hal ini. Jika tidak mungkin untuk memperbaiki ligamen yang rusak, prosedur lain seperti prosedur Brunellidapat memperbaiki ketidakstabilan. Instabilitas sendi dapat dari waktu ke waktu menyebabkan keausan tulang rawan dan akhirnya osteoarthritis
.
b. ligamen peritoneal
Lipatan tertentu peritoneumdisebut sebagai ligamen. Contohnya termasuk:
1. Para ligamen hepatoduodenal, yang mengelilingi vena hepatik Portaldan kendaraan air lainnya saat mereka melakukan perjalanan dari duodenumke hati.
2. Para ligamen yang luas dari rahim , juga lipatan peritoneum.
Pita jaringan fibrosa yang ulet yang menghubungkan tulang atau struktur lain menjadi satu. Memberikan kekuatan dan dukungan kepada sendi ( penghubung antar tulang ).
b. Fasia
Jaringan ikat berbentuk lembaran yang menyelimuti otot, kelompok otot, pembuluh darah dan saraf,mengikat beberapa beberapa struktur bersama-sama. Semetara memungkinkan orang lain untuk meluncur mulus di atas satu sama lain.
Fasia A.jamak fasciae/ kata sifat fasia, dari bahasa Latin : adalah lapisan berserat jaringan . [1] fasia adalah struktur dari jaringan ikat yang mengelilingi otot, kelompok otot, pembuluh darah, dan saraf, mengikat beberapa struktur bersama-sama, sementara memungkinkan orang lain untuk meluncur mulus di atas satu sama lain. [2] Berbagai jenis fasia terdiri dari lapisan yang berbeda, tergantung pada fungsi dan lokasi anatomi mereka: fasia superfisialis, fasia dalam, dan fasia (atau viseral) subserous dan memanjang tidak terputus dari kepala hingga ujung jari kaki. [3]
Seperti ligamen , aponeurosis , dan tendon , fasciae adalah jaringan ikat padat teratur, berisi bundel erat dikemas dari kolagen serat berorientasi dalam paralel pola bergelombang ke arah tarik. Fasciae adalah akibatnya struktur fleksibel mampu melawan kekuatan besar tegangan searah sampai pola bergelombang dari serat telah diluruskan oleh kekuatan yang menarik. Serat ini kolagen diproduksi oleh fibroblas yang terletak di dalam fasia. [2]
Fasciae mirip dengan ligamen dan tendon karena mereka semua terbuat dari kolagen kecuali bahwa ligamen bergabung dengan salah satu tulang dengan tulang lain, tendon bergabung otot ke tulang dan fasciae menghubungkan otot dengan otot lainnya.
1) Definisi fasia
Ada ada beberapa kontroversi tentang apa struktur dianggap "fasia", dan bagaimana fasia harus diklasifikasikan. [4] Kedua sistem paling umum adalah:
a) yang ditentukan dalam edisi 1983 dari nominal di anatomica (NA 1983)
b) yang ditentukan dalam edisi 1997 dari Terminologia anatomica (TA 1997)
b. Fungsi fasia
Fasciae biasanya dianggap sebagai struktur pasif yang mengirimkan ketegangan mekanik yang dihasilkan oleh kegiatan otot atau kekuatan eksternal seluruh tubuh. Beberapa penelitian menyarankan fasciae yang mungkin dapat berkontraksi secara independen dan dengan demikian secara aktif mempengaruhi dinamika otot. [6]
Fungsi otot fasciae adalah untuk mengurangi gesekan untuk meminimalkan penurunan kekuatan otot. Dengan demikian, fasciae:
1. Provide lingkungan geser dan meluncur untuk otot.
2. Suspend organ di tempatnya yang layak.
3. Transmit gerakan dari otot ke tulang mereka melekat.
4. [rovide sebuah pembungkus mendukung dan bergerak untuk saraf dan pembulu darah ketika melalui dan diantara otot.
Berbagai jenis fasia terdiri dari lapisan yang berbeda, tergantung pada fungsi dan lokasi anatom mereka. Jenis-jenisnya yaitu:
a) Fasia superfisialis
b) Fasia dalam
c) Fasia (vaseral) subserous dan memanjang dan tidak terputus dari kepala hingga ujung jari kaki.
c. Tendon
Ujung otot yang melekat pada tulang .
Sebuah tendon (atau otot) adalah sebuah band yang keras jaringan ikat fibrosa yang biasanya menghubungkan ototke tulang[1] dan mampu menahan ketegangan. Tendon mirip dengan ligamendan fasciaekarena mereka semua terbuat dari kolagenkecuali bahwa ligamen bergabung dengan salah satu tulang dengan tulang lain, dan fasciae menghubungkan otot dengan otot lainnya. Tendon dan otot bekerja sama.
1. Struktur Tendon
Tendon sehat normal sebagian besar terdiri dari paralel array dari kolagen serat berdempetan. Massa kering tendon normal, yang membuat sampai sekitar 30% dari total massa dengan air, terdiri dari sekitar 86 kolagen%, 2% elastin , 1-5% proteoglikan , dan komponen anorganik 0,2% seperti tembaga , mangan , dan kalsium . [2][3] Bagian kolagen terdiri dari jenis 97-98% I kolagen, dengan sejumlah kecil jenis-jenis kolagen. Ini termasuk kolagen tipe II di zona rawan, kolagen tipe III di reticulin serat dinding pembuluh darah, tipe IX kolagen, kolagen tipe IV pada membran basement kapiler kolagen, tipe V pada dinding pembuluh darah, dan kolagen tipe X dalam yang fibrocartilage mineralisasi dekat antarmuka dengan tulang. [2][4] Kolagen serat menyatu menjadi macroaggregates. Setelah sekresi dari sel, peptida terminal yang dibelah oleh prokolagen N-dan C-proteinase, dan molekul-molekul tropocollagen spontan berkumpul menjadi fibril tidak larut. Sebuah molekul kolagen adalah sekitar 300 nm panjang dan 1-2 nm lebar, dan diameter dari fibril yang terbentuk dapat berkisar 50-500 nm. Dalam tendon, fibril kemudian merakit lebih lanjut untuk fasikula bentuk, yaitu sekitar 10 mm panjang dengan diameter 50-300 um, dan akhirnya ke dalam serat tendon dengan diameter 100-500 um. [5] Kelompok fasikula adalah dibatasi oleh epitendon dan peritendon untuk membentuk organ tendon.
Kolagen pada tendon yang diselenggarakan bersama dengan komponen proteoglycan, termasuk decorin dan, di daerah dikompresi tendon, aggrecan , yang mampu mengikat fibril kolagen di lokasi tertentu. [6] Para proteoglikan yang terjalin dengan fibril kolagen - mereka glikosaminoglikan (GAG) memiliki rantai samping beberapa interaksi dengan permukaan fibril - menunjukkan bahwa proteoglikan penting struktural dalam interkoneksi dari fibril. [7] Komponen GAG utama tendon lebih dermatan sulfat dan kondroitin sulfat , yang mengasosiasikan dengan kolagen dan terlibat dalam proses perakitan fibril selama pengembangan tendon. Dermatan sulfat dianggap bertanggung jawab untuk membentuk asosiasi antara fibril, sedangkan kondroitin sulfat dianggap lebih terlibat dengan volume pendudukan antara fibril untuk menjaga mereka dipisahkan dan membantu menahan deformasi. [8] Para dermatan rantai samping sulfat agregat decorin dalam larutan , dan perilaku ini dapat membantu dengan perakitan fibril kolagen. Ketika molekul decorin terikat ke fibril kolagen, rantai dermatan sulfat mereka dapat memperpanjang dan kaitkan dengan rantai sulfat dermatan lain di decorin yang terikat pada fibril terpisah, sehingga menciptakan jembatan interfibrillar dan akhirnya menyebabkan keselarasan paralel fibril. [9]
Para tenocytes menghasilkan molekul kolagen, yang agregat end-to-end dan sisi ke sisi untuk menghasilkan fibril kolagen. Bundel fibril diselenggarakan untuk membentuk serat dengan tenocytes memanjang berdekatan antara mereka. Ada jaringan tiga dimensi dari proses sel yang berhubungan dengan kolagen pada tendon. Sel-sel berkomunikasi satu sama lain melalui sambungan kesenjangan , dan sinyal ini memberikan mereka kemampuan untuk mendeteksi dan merespon beban mekanis. [10]
Pembuluh darah dapat digambarkan dalam endotendon berjalan sejajar serat kolagen, dengan percabangan sesekali melintang anastomoses .
Sebagian besar tendon internal dianggap tidak mengandung serat saraf, tetapi epi-dan peritendon mengandung ujung saraf, sementara organ tendon Golgi hadir di persimpangan antara tendon dan otot.
Panjang tendon bervariasi pada semua kelompok besar dan dari orang ke orang. Panjang tendon praktis faktor cerdas dimana otot ukuran dan ukuran otot potensial yang bersangkutan. Misalnya, seharusnya semua faktor biologis lainnya yang relevan sama, seorang pria dengan tendon lebih pendek dan otot bisep lagi akan memiliki potensi lebih besar untuk massa otot dibandingkan seorang pria dengan sebuah tendon panjang dan otot lebih pendek. Sukses binaragawan umumnya akan memiliki tendon lebih pendek. Sebaliknya, dalam olahraga yang memerlukan atlet untuk unggul dalam tindakan seperti berlari atau melompat, adalah bermanfaat untuk memiliki lebih lama dari rata tendon Achilles dan lebih pendek otot betis . [11]
Panjang tendon ditentukan oleh kecenderungan genetik, dan belum terbukti baik menambah atau mengurangi dalam menanggapi lingkungan, tidak seperti otot, yang dapat disingkat oleh trauma, ketidakseimbangan penggunaan dan kurangnya pemulihan dan peregangan. [12]
2. Fungsi Tendon
Fungsi dari tendon adalah untuk menghubungkan berbagai organ tubuh seperti otot dengan tulang- tulang. Juga memberikan perlindungan terhadap tubuh.
Tendon secara tradisional dianggap hanya menjadi mekanisme yang menghubungkan otot ke tulang, berfungsi hanya untuk mengirimkan pasukan.Namun, selama dua dekade terakhir, banyak penelitian difokuskan pada sifat elastis dari tendon dan kemampuan mereka untuk berfungsi sebagai pegas.Hal ini memungkinkan tendon untuk pasif mengatur pasukan selama gerak, memberikan stabilitas tambahan tanpa kerja aktif.Hal ini juga memungkinkan tendon untuk menyimpan dan memulihkan energi dengan efisiensi tinggi.Sebagai contoh, selama langkah manusia, tendon Achilles membentang sebagai dorsiflexes sendi pergelangan kaki.Selama bagian terakhir dari langkah, seperti kaki-plantar fleksi (menunjuk jari kaki ke bawah), energi elastis yang tersimpan dilepaskan.Selanjutnya, karena peregangan tendon, otot dapat berfungsi dengan kurang atau bahkan tidak ada perubahan panjang, yang memungkinkan otot untuk menghasilkan kekuatan yang lebih besar.
Sifat mekanik tendon tergantung pada diameter serat kolagen dan orientasi. Fibril kolagen yang sejajar satu sama lain dan erat dikemas, tetapi menunjukkan penampilan seperti gelombang karena undulations planar, atau rambut keriting, pada skala beberapa mikrometer. [13] Dalam tendon, serat kolagen Saya memiliki beberapa fleksibilitas karena tidak adanya residu hidroksiprolin dan prolin di lokasi tertentu dalam urutan asam amino, yang memungkinkan pembentukan konformasi lain seperti membungkuk atau loop internal dalam triple helix dan hasil dalam pengembangan rambut keriting. [14] Para keriting dalam fibril kolagen memungkinkan tendon memiliki beberapa fleksibilitas serta kekakuan tekan rendah. Selain itu, karena tendon adalah struktur multi-untai terdiri dari fibril sebagian independen banyak dan fasikula, tidak berperilaku sebagai batang tunggal, dan properti ini juga memberikan kontribusi untuk fleksibilitas.[15]
Komponen proteoglycan tendon juga penting terhadap sifat mekanis.Sedangkan fibril kolagen memungkinkan tendon untuk menahan tegangan tarik, maka proteoglikan memungkinkan mereka untuk menahan tegangan tekan. Perpanjangan dan strain dari fibril kolagen sendiri telah terbukti jauh lebih rendah dari elongasi total dan ketegangan dari tendon seluruh di bawah jumlah yang sama stres, menunjukkan bahwa matriks proteoglycan kaya juga harus menjalani deformasi, dan kaku dari matriks terjadi pada tingkat regangan tinggi. [16] Molekul-molekul ini sangat hidrofilik, yang berarti bahwa mereka dapat menyerap sejumlah besar air dan karena itu memiliki rasio pembengkakan tinggi. Karena mereka noncovalently terikat pada fibril, mereka reversibel dapat mengaitkan dan memisahkan sehingga jembatan antara fibril dapat dipecah dan direformasi. Proses ini mungkin terlibat dalam memungkinkan urat saraf memanjang dan penurunan diameter bawah ketegangan. [17] .
3. Mekanika Tendon
Tendon adalah viskoelastik struktur dan lebih elastis dari ligamen . Ketika membentang, tendon memiliki perilaku jaringan lunak mekanis. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa tendon merespon perubahan beban mekanis dengan proses pertumbuhan dan remodeling, seperti tulang . Secara khusus, penelitian menunjukkan bahwa tidak digunakan dari Achilles tendon pada tikus mengakibatkan penurunan ketebalan rata-rata dari bundel kolagen serat yang terdiri dari tendon [18] . Pada manusia, sebuah percobaan di mana orang menjadi sasaran lingkungan gayaberat mikro simulasi menemukan bahwa kekakuan tendon menurun secara signifikan, bahkan ketika subjek diminta untuk melakukan latihan resistif [19] . Efek ini memiliki implikasi di bidang mulai dari pengobatan pasien terbaring di tempat tidur dengan desain latihan yang lebih efektif untuk astronot .
4. Patologi Tendon
Tendon tunduk terhadap berbagai jenis cedera. Ada berbagai bentuk tendinopathies atau cedera tendon karena terlalu banyak digunakan. Jenis cedera umumnya mengakibatkan peradangan dan degenerasi atau melemahnya tendon, yang akhirnya dapat menyebabkan tendon pecah. [20] Tendinopathies dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang berkaitan dengan matriks ekstraseluler tendon, dan klasifikasi mereka telah sulit karena gejala dan histopatologi sering serupa.
Kategori pertama dari tendinopathy adalah paratenonitis, yang mengacu pada radang paratenon, atau lembaran paratendinous terletak antara tendon dan sarungnya. tendinosis mengacu pada non-inflamasi cedera tendon pada tingkat sel. Degradasi ini disebabkan oleh kerusakan kolagen, sel, dan komponen vaskuler tendon, dan dikenal untuk menyebabkan pecah. [21] Pengamatan dari urat yang telah mengalami pecah spontan telah menunjukkan adanya fibril kolagen yang tidak di orientasi paralel benar atau tidak seragam panjang atau diameter, bersama dengan tenocytes bulat, kelainan sel lain, dan ingrowth pembuluh darah. [20] Bentuk lain dari tendinosis yang belum menyebabkan pecah juga menunjukkan degenerasi, disorientasi, dan penipisan fibril kolagen, bersama dengan peningkatan jumlah glikosaminoglikan antara fibril. [22] Yang ketiga adalah paratenonitis dengan tendinosis, di mana kombinasi peradangan dan degenerasi paratenon tendon yang hadir keduanya. Yang terakhir adalah tendinitis , yang mengacu pada degenerasi dengan peradangan tendon serta gangguan vaskular. [2]
Tendinopathies mungkin disebabkan oleh faktor intrinsik antara lain usia, berat badan, dan gizi. Faktor ekstrinsik sering berhubungan dengan olahraga dan termasuk pasukan berlebihan atau loading, teknik pelatihan yang buruk, dan kondisi lingkungan. [23]
5. Penyembuhan Tendon
Tendon di kaki sangat kompleks dan rumit. Jika ada tendon pecah, proses penyembuhan lama dan menyakitkan, belum lagi kerumitan memperbaiki (jika sepenuhnya terputus) proses. Kebanyakan orang yang tidak menerima perhatian medis dalam 48 jam pertama dari cedera akan menderita pembengkakan parah, nyeri, dan perasaan on-api di mana cedera terjadi. Mereka sangat menyakitkan ketika mereka meradang atau tidak digunakan.
bahwa tendon tidak bisa menjalani omset matriks dan bahwa tenocytes tidak mampu perbaikan. Namun, telah terbukti baru-baru ini, sepanjang masa hidup seseorang, tenocytes pada tendon aktif mensintesis komponen ECM serta enzim seperti matriks metalloproteinase (MMP) dapat menurunkan matriks. [23] Tendon mampu penyembuhan dan pulih dari cedera dalam suatu proses yang dikendalikan oleh tenocytes dan sekitarnya matriks ekstraselular mereka. Namun, tendon sembuh tidak pernah mendapatkan kembali sifat mekanik yang sama dengan mereka sebelum cedera.
Tiga tahap utama penyembuhan tendon peradangan, perbaikan atau proliferasi, dan remodeling, yang dapat dibagi lagi menjadi konsolidasi dan pematangan. Tahap ini dapat tumpang tindih satu sama lain. Pada tahap pertama, sel-sel inflamasi seperti neutrofil direkrut ke situs cedera, bersama dengan eritrosit . Monosit dan makrofag direkrut dalam 24 jam pertama, dan fagositosis dari nekrotik bahan pada situs cedera terjadi. Setelah merilis vasoaktif dan chemotactic faktor, angiogenesis dan proliferasi dari tenocytes diinisialisasi. Tenocytes kemudian pindah ke situs tersebut dan mulai untuk mensintesis kolagen III. [20][22] Tahap peradangan biasanya berlangsung selama beberapa hari, dan tahap perbaikan atau proliferasi kemudian dimulai. Pada tahap ini, yang berlangsung selama sekitar enam minggu, tenocytes terlibat dalam sintesis sejumlah besar kolagen dan proteoglikan di lokasi cedera, dan tingkat GAG dan air yang tinggi. [24] Setelah sekitar enam minggu, tahap renovasi dimulai. Bagian pertama dari tahap renovasi adalah konsolidasi, yang berlangsung dari sekitar enam sampai sepuluh minggu setelah cedera. Selama ini, sintesis kolagen dan GAG menurun, dan cellularity juga menurun sebagai jaringan menjadi lebih berserat sebagai akibat dari peningkatan produksi kolagen I dan fibril menjadi selaras ke arah stres mekanik. [22] Para tahap pematangan akhir terjadi setelah sepuluh minggu, dan selama waktu ini ada peningkatan silang dari fibril kolagen, yang menyebabkan jaringan menjadi kaku. Secara bertahap, selama periode waktu sekitar satu tahun, jaringan akan berbalik dari berserat untuk bekas luka seperti. [24]
Matriks metalloproteinase atau MMPs memiliki peran yang sangat penting dalam degradasi ECM dan remodeling selama proses penyembuhan setelah cedera tendon. MMPs tertentu termasuk, MMP-1 MMP-2, MMP-8, MMP-13, dan MMP-14 memiliki aktivitas kolagenase, yang berarti bahwa, tidak seperti enzim lainnya, mereka mampu kolagen merendahkan saya fibril. Degradasi dari fibril kolagen oleh MMP-1 bersama dengan kehadiran kolagen didenaturasi merupakan faktor yang diyakini menyebabkan melemahnya ECM tendon dan peningkatan potensi lain pecah terjadi. [25] Menanggapi beban mekanis berulang atau cedera, sitokin dapat dilepaskan oleh tenocytes dan dapat menginduksi pelepasan MMPs, menyebabkan degradasi ECM dan menyebabkan cedera berulang dan tendinopathies kronis. [22]
Berbagai molekul lain yang terlibat dalam perbaikan tendon dan regenerasi. Ada lima faktor pertumbuhan yang telah terbukti secara signifikan diregulasi dan aktif selama penyembuhan tendon: insulin-seperti faktor pertumbuhan 1 (IGF-I), platelet-derived growth factor (PDGF), faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), fibroblast dasar faktor pertumbuhan (bFGF), dan pertumbuhan beta faktor transformasi (TGF-β). [24] Faktor-faktor pertumbuhan semua memiliki peran yang berbeda selama proses penyembuhan. IGF-1 meningkat kolagen dan proteoglikan produksi selama tahap pertama dari peradangan, dan PDGF juga hadir pada tahap awal setelah cedera dan meningkatkan sintesis faktor pertumbuhan lain bersama sintesis DNA dan proliferasi sel tendon. [24] Tiga isoform TGF-β (TGF-β1, TGF-β2, TGF-β3) diketahui berperan dalam penyembuhan luka dan pembentukan parut. [26] VEGF dikenal untuk mempromosikan angiogenesis dan menginduksi proliferasi sel endotel dan migrasi, dan mRNA VEGF telah ditunjukkan untuk diekspresikan di lokasi cedera tendon bersama dengan kolagen saya mRNA. [27] tulang morphogenetic protein (BMP) adalah satu bagian dari TGF-β superfamili yang dapat menimbulkan tulang dan pembentukan tulang rawan serta jaringan diferensiasi, dan BMP-12 secara khusus telah ditunjukkan untuk mempengaruhi pembentukan dan diferensiasi jaringan tendon dan untuk mempromosikan fibrogenesis.
6. Penggunaan otot
Otot secara luas digunakan di seluruh pra-industri sebagai era, tangguh tahan lama serat . Beberapa menggunakan spesifik termasuk menggunakan otot sebagai benang untuk menjahit, melampirkan bulu ke panah (lihat Fletch ), memukul bilah alat untuk poros, dll Hal ini juga disarankan dalam panduan kelangsungan hidup sebagai bahan dari mana pintal yang kuat dapat dibuat untuk item seperti perangkap atau hidup struktur. Tendon harus diperlakukan dengan cara tertentu berfungsi berguna untuk tujuan ini. Inuit dan orang sirkumpolar digunakan otot sebagai pintal hanya untuk semua tujuan domestik karena kurangnya sumber-sumber serat cocok di habitat ekologi mereka. Sifat elastis otot tertentu juga digunakan dalam busur komposit bengkok disukai oleh stepa nomaden dari Eurasia. Batu pertama melemparkan artileri juga digunakan sifat elastis otot.
Otot membuat untuk bahan pintal yang sangat baik untuk tiga alasan: Hal ini sangat kuat, mengandung perekat alami, dan menyusut karena mengering, melakukan diri dengan kebutuhan untuk knot.
b. Bursae
Sinovial bursa
Sebuah bursa (bursae jamak) adalah kantung berisi cairan kecil dilapisi oleh membran synovialdengan lapisan kapiler dalam cairan berlendir (mirip dalam konsistensi dengan telur putih mentah).Ini memberikan bantalan antara tulang dan tendon dan / atau otot-otot sekitar sendi.Hal ini membantu untuk mengurangi gesekan antara tulang dan memungkinkan gerakan bebas.Bursae dipenuhi dengan cairan sinovial dan ditemukan di sekitar sendi utama sebagian besar tubuh.
1. Etimologi
Bursa adalah bahasa Latin untuk tas, karena kemiripannya dengan sebuah tas. Ada berbagai jenis bursa.Bursae adalah bentuk jamak tersebut.
2. Jenis
Ada empat jenis yaitu Bursa adventif, subkutan, sinovial, otot Sub.Di antaranya, hanya Adventif adalah non-pribumi.Ketika setiap permukaan tubuh yang mengalami stres berulang, sebuah bursa adventif berkembang di bawahnya. Contoh: Siswa siku, bunion.
3. Patologi
4. Infeksi atau iritasi bursa mengarah ke bursitis(radang bursa).Istilah umum untuk penyakit bursae adalah "bursopathy".Penelitian medis saat ini tidak memiliki pengetahuan tertentu dari sistem bursae keseluruhan.
5. Lutut bursae
Para bursae dari lututadalah kantung cairan sinovial dan kantong yang mengelilingi dan kadang-kadang berkomunikasi dengan rongga sendi.Berdinding tipis dan berisi cairan sinovial, mereka mewakili titik lemah dari sendi, tetapi juga menghasilkan pembesaran pada ruang sendi.[1] Mereka dapat dikelompokkan menjadi baik berkomunikasi dan non-communicating bursae atau, seperti di bawah ini, setelah lokasi.
FRAKTUR
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543)
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).
B. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik.
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasny
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
4) Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
C. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1. . Derajat I
a) luka kurang dari 1 cm
b) kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk
c) fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
d) Kontaminasi ringan.
2. Derajat II
a) Laserasi lebih dari 1 cm.
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse.
c) Fraktur komuniti sedang.
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi normal).
d. Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c. PATOFISIOLOGI
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
a. Fase hematum
1. Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur.
2. Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
a) Fase granulasi jaringan.
b) Terjadi 1 – 5 hari setelah injury.
c) Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis.
d) tematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.
3. Fase formasi callus.
a) Terjadi 6 – 10 harisetelah injuri
b) Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi
a) Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh.
b) Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah.
5. Fase consolidasi dan remadelling.
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).
D. TANDA DAN GEJALA
a. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
1. Rotasi pemendekan tulang
2. Penekanan tulang
b. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
c. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
d. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness/keempukan
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j. Krepitasi (Black, 1993 : 199).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung Mengetahui tempat dan type fraktur, Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik.
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple) Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).
F. PENATALAKSANAAN
a. Fraktur Reduction
1. Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya. Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
a) Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek.
b) Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
2. Fraktur Immobilisasi.
Pembalutan (gips) Eksternal Fiksasi Internal FiksasiPemilihan Fraksi.
3. Fraksi terbuka
Pembedahan debridement dan irigrasiImunisasi tetanus
Terapi antibiotic prophylactic Immobilisasi (Smeltzer, 2001).
G. MANAJEMEN KEPERAWATAN PENGKAJIAN.
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :
a. Sirkulasi Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas ego Gejala :Perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairanGejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membraneM mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d. Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse. Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan / PembelajaranGejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
6. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
I. TRANSPORT PADA PASIEN DENGAN BERBAGAI JENIS FRAKTUR
1. Definisi Fraktur
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas Jaringan tulang atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga. fraktur adalah suatau patahan kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan,suatu pengisutan atau perimpilan korteks, biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana) kalau kulit atau salah satu kulit tertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound) yang cendrung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, kedaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Penderita fraktur dengan tingkat pendidikan rendah cendrung menunjukan adanya respon cemas yang berlebihan mengingat keterbatasan mereka dalam memahami proses penyembuhan dari kondisi fraktur yang dialaminya tetapi sebagian besar penelitian tidak menunjukan adanya korelasi kuat antara tingkat pendidikan dengan kecemasan penderita fraktur. Respon cemas yang terjadi pada penderita fraktur sangat berkaitan sekali dengan mekanisme koping yang dimilikinya, mekasnisme yang baik akan membentuk respon psikologis yang baik, respon psikologis yang baik yang berperan dalam menunjang proses penyembuhan.
2. Jenis-Jenis Fraktur
a. Complete fracture (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
b. Closed fracture (simple frakltur), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh.
c. Open fracture ( compound fraktur / komplikata / kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit ( integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membrane mukosa sampai kepatahan tulang.
Fraktur tebuka digradasi menjadi :
1) Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
3) Grade III : luka sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
d. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya membengkok.
e. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
f. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
g. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
h. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
i. Depresi, fraktur dengan fagmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
j. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
k. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget, metastasis tulang, tumor).
l. Epifisial, fraktur melalui epifisis.
m. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
MACAM - MACAM FRAKTUR
A. PATANG TULANG
(Tibia Proksimal, Antebrakial Distal, Fraktur Sternum, Fraktur Humerus, Fraktur Iga, Fraktur Jari-jari Tangan, Fraktur Kompresi Tulang Belakang, Fraktur Kruris)
1. Fraktur Tibia Proksimal
Fraktur ini disebut juga bumper fracture atau fraktur tibia plateau. Fraktur tibia proksimal biasanya terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan kaki yang masih terfiksasi ke tanah.
Contohnya pada orang yang sedang berjalan lalu ditabrak mobil dari samping, yang disebut bumper fracture.
a. Manifestasi Klinis
Luka pada daerah yang cedera membengkak dan disertai rasa sakit, kadang-kadang ditemukan deformitas varus atau valgus pada lutut.
b. Penatalaksanaan
1) Nonoperatif
Untuk fraktur yang tidak mengalami dislokasi dapat ditanggulangi dengan beberapa cara, antara lain:
a) Perban elastik (teknik Robert Jones)
b) Memasang gips (long leg plaster)
c) Traksi skeletal menurut cara Appley. Pasien tidur terlentang, pada tibia 1/3 proksimal dipasang Steinmann pin, langsung ditarik dengan beban yang cukup (> 6 kg).
Sementara dilakukan traksi, lutut pasien yang cedera dapat digerakkan.
c. Operatif
Apabila terjadi dislokasi yang cukup lebar atau permukaan sendi tibia amblas lebih dari 2 mm, dilakukan reduksi terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan butress plate dan cancellous screw.
2. Fraktur Antebrakial Distal
Ada empat macam fraktur yang khas:
a. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).
1) Manifestasi Klinis
a) Fraktur metafisis distal radius dengan jarak _+ 2,5 cm dari permukaan sendi distal radius.
b) Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal
c) Subluksasi sendi radioulnar distal
d) Avulsi prosesus stiloideus ulna.
2) Penatalaksanaan
Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi dilakukan selama 4 - 6 minggu.
b. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.
1) Manifestasi Klinis
Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi ke radial (garden spade deformity).
2) Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4 - 6 minggu.
c. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.
1) Manifestasi Klinis
Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.
2) Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.
d. Fraktur Montegia
Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal. Terjadi karena trauma langsung.
1) Manifestasi Klinis
Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.
2) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi. Lihat kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan radius.
3) Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke tempat semula. Imobilisasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan posisi siku fleksi 90° dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).
3. Fraktur Sternum
Fraktur sternum terjadi sebagai akibat trauma yang sangat keras. Biasanya fraktur ini disertai dengan kontusio jantung.
a. Manifestasi Klinis
Didapatkan keluhan nyeri waktu bernapas, pernapasan dangkal, dan cepat. Mungkin terdapat deformitas pada tempat hubungan antara manubrium sternum dengan korpus sternum. Pada auskultasi tentukan ada atau tidaknya aritmia atau bising jantung untuk mengetahui adanya kontusio jantung.
b. Penatalaksanaan
Dengan pemberian analgetik dan fisioterapi. Bila diperlukan, dapat dengan anestesi setempat infiltrasi atau blok.
4. Flail Chest
Trauma hancur pada sternum atau iga dapat berakibat terjadinya pemisahan total dari suatu bagian dinding dada, sehingga dinding dada tersebut bersifat lebih mobil. Pada setiap gerakan respirasi, maka fragmen yang mobil tersebut akan terhisap ke arah dalam. Pengembangan normal rongga pleura tidak dapat lagi berlangsung, sehingga pertukaran gas respiratorik yang efektif sangat terbatas.
a. Manifestasi Klinis
Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan terbatasnya gerak pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan paradoksal, flail chest yang ada akan tertutupi. Pada mulanya, penderita mampu mengadakan kompensasi terhadap pengurangan cadangan respirasinya. Namun bila terjadi penimbunan sekret-sekret dan penurunan daya pengembangan paru-paru akan terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan akhirnya kolaps.
b. Penatalaksanaan
Tindakan stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan sangat menulong penderita, yaitu dengan menggunakan towl-clip traction atau dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan pembedahan. Takipnea, hipoksia, dan hiperkarbia merupakan indikasi untuk intubasi endotrakeal dan ventilasi dengan tekanan positip.
5. Fraktur Humeru
Dibagi menjadi:
a. Fraktur suprakondilar humerus
Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur:
1) Tipe ekstensi.
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi. Hal ini akan menyebabkan fraktur pada suprakondilar, fragmen distal humerus akan mengalami dislokasi ke anterior dari fragmen proksimalnya.
2) Tipe fleksi.
Trauma terjadi ketika posisi siku dalam fleksi, sedang lengan bawah dalam posisi pronasi. Hal ini menyebabkan fragmen distal humerus mengalami dislokasi ke posterior dari fragmen proksimalnya.
Apabila terjadi penekanan pada arteri brakialis, dapat terjadi komplikasi yang disebut dengan iskemia Volkmanns. Timbulnya sakit, denyut arteri radialis yang berkurang, pucat, rasa kesemutan, dan kelumpuhan merupakan tanda-tanda klinis adanya iskemia ini (Ingat 5P: Pain, Pallor, Pulselessness, Puffyness, Paralyses).
a) Manifestasi Klinis
Pada tipe ekstensi posisi siku dalam posisi ekstensi. Pada tipe fleksi posisi siku dalam posisi fleksi (semifleksi).
b) Penatalaksanaan
Bila pembengkakan tak hebat, dapat dicoba reposisi dalam narkosis umum. Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi secara perlahan-lahan. Gerakan fleksi diteruskan sampai arteri radialis mulai tak teraba. Kemudian siku diekstensikan sedikit untuk memastikan arteri radialis teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips spalk (foreslab). Pascareposisi harus juga diperiksa denyut arteri radialis untuk menghindarkan terjadi komplikasi iskemia Volksmann.
b. Fraktur interkondilar humerus
Pada fraktur ini bentuk garis patah yang terjadi berupa bentuk huruf T atau Y
1) Manifestasi Klinis
Di daerah siku tampak jelas pembengkakan, kubiti varus atau kubiti valgus.
2) Penatalaksanaan
Permukaan sendi harus dikembalikan secara anatomis. Bila hanya konservatif, biasanya akan timbul kekakuan sendi (ankilosis). Untuk mengatasi keadaan ini dilakukan tindakan operasi reduksi dengan pemasangan fiksasi interna dengan lag-screw.
c. Fraktur batang humerus
Biasanya terjadi pada penderita dewasa, terjadi karena trauma langsung yang menyebabkan garis patah transveral atau kominutif.
1) Manifestasi Klinis
Terjadi functio laesa lengan atas yang cedera, untuk menggunakan siku harus dibantu oleh tangan yang sehat. Bila terjadi gangguan pada nervus radialis, akan terjadi wrist drop (drop hand).
2) Penatalaksanaan
Tindakan konservatif memberikan hasil yang baik karena fraktur humerus ini sangat baik daya penyembuhannya. Imobilisasi dengan gips berupa U-slab atau hanging cast selama 6 minggu.
d. Fraktur kolum humerus
Sering terjadi pada wanita tua karena osteoporosis. Biasanya berupa fraktur impaksi.
1) Manifestasi Klinis
Sakit di daerah bahu tetapi fungsi lengan masih baik karena fraktur impaksi merupakan fraktur yang stabil.
2) Penatalaksanaan
Pada fraktur impaksi tidak diperlukan reposisi, lengan yang cedera cukup diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 3 minggu. Bila disertai dislokasi abduksi, dilakukan reposisi dan diimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi posisi overhead.
6. Fraktur Iga
Merupakan cedera toraks terbanyak, dan komplikasi yang sering terjadi akibat luka tembus. Fraktur iga bisa disebabkan pukulan, kontusio, atau penggilasan.
a. Manifestasi Klinis:
Terlihat gerak pernapasan penderita yang terbatas dan sangat nyeri pada sisi dada yang terkena trauma, apalagi bila disuruh bernapas dalam. Usahakan mencari jejas luka.
Pada palpasi, tentukan adanya krepitasi akibat adanya udara dalam jaringan subkutan pada daerah dada yang sakit. Kemudian tiap tulang iga ditekan secara lembut. Bila terdapat fraktur, akan timbul rasa nyeri yang hebat. Pada kasus yang meragukan, dada ditekan secara lembut dengan kedua tangan pemeriksa yang masing-masing diletakkan di bagian anterior dan posterior bagian yang sakit. Biasanya timbul nyeri bila terdapat fraktur iga di daerah tersebut. Cara ini tidak boleh dila.kukan bila terdapat tanda-tanda efusi pleura atau tanda-tanda trauma intratorakal lainnya.
Pada perkusi dan auskultasi, tentukan posisi trakea dan jantung untuk melihat adanya pergeseran mediastinum. Pada fraktur iga sederhana biasanya tidak ditemukan tanda-tanda trauma intratorakal. Fraktur iga-iga atas, klavikula, atau skapula secara tidak langsung menunjukkan trauma yang bermakna. Selain itu cedera vaskular harus dicurigai.
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks lain, namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga.
c. Penatalaksanaan
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan pengisapan endotrakeal.
7. Fraktur Jari-jari Tangan
Ada tiga macam fraktur yang khas:
a. Baseball finger (Mallet finger)
Baseball finger (Mallet finger) merupakan fraktur dari basis falang distal pada insersio dari tendon ekstensor. Ujung jari yang dalam keadaan ekstensi tiba-tiba fleksi pasif pada sendi interfalang distal karena trauma, sehingga terjadi avulsi fragmen tulang basis falang distal pada insersi tendon ekstensor jari.
1) Manifestasi Klinis
Pasien tidak dapat melakukan gerakan ekstensi penuh pada ujung distal falang. Ujung distal falang selalu dalam posisi fleksi pada sendi interfalang distal dan terdapat hematoma pada dorsum sendi tersebut.
2) Penatalaksanaan
Dilakukan imobilisasi menggunakan gips atau metal splinting dengan posisi ujung jari hiperekstensi pada sendi interfalang distal sedangkan sendi interfalang proksimal dalam posisi sedikit fleksi (Mallet splint).
b. Boxer fracture (street fighter’s fracture)
Boxer fracture (street fighter’s fracture) merupakan fraktur kolum metakarpal V, dan posisi kaput metakarpal angulasi ke volar/palmar. Terjadi pada keadaan tidak tahan terhadap trauma langsung ketika tangan mengepal.
1) Penatalaksanaan
Reposisi tertutup dengan cara membuat sendi metakarpofalangeal dan interfalang proksimal dalam keadaan fleksi 90°, kaput metakarpal V didorong ke arah dorsal, lalu imobilisasi dengan gips selama 3 minggu.
c. Fraktur Bennet
Fraktur Bennet merupakan fraktur dislokasi basis metakarpal I.
1) Manifestasi Klinis
Tampak pembengkakan di daerah karpometakarpal (CMC) I, nyeri tekan, dan sakit ketika digerakkan.
2) Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi tertutup dengan cara melakukan ekstensi dan abduksi dari ibu jari tangan, diimobilisasi. Kadang-kadang pada keadaan yang tidak stabil, perlu reposisi terbuka dengan kawat Kirschner atau dilakukan reposisi tertutup di bawah C arm dan diikuti dengan asi dengan memakai wire (percutaneus pinning).
8. Fraktur Kompresi Tulang Belakang
Biasanya merupakan fraktur kompresi karena trauma indirek dari atas dan dari bawah. Dapat menimbulkan fraktur stabil atau tidak stabil.
1) Manifestasi Klinis
Pada daerah fraktur biasanya didapatkan rasa sakit bila digerakkan dan adanya spasme otot paravertebra. Bila kepala ditekan ke bawah terasa nyeri. Perlu diperiksa keadaan neurologis serta kemampuan miksi dan defekasi.
2) Penatalaksanaan
1) Bila sederhana (stabil atau tak ada gejala neurologik):
a) Istirahat di tempat tidur, telentang dengan dasar keras dan posisi miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah dekubitus (5 pillow nursing) selama 2 minggu.
b) Bila sakit, diberikan analgetik.
c) Pada fraktur yang stabil, kalau tak merasa sakit lagi setelah 2 minggu latih otot-otot punggung dalam 1 -2 minggu. Dilanjutkan dengan mobilisasi; belajar duduk, jalan, memakai brace, dan bila tak ada apa-apa pasien dapat pulang. Pada fraktur yang tidak stabil ditunggu lebih lama 3 - 4 minggu.
2) Bila dengan kelainan neurologik:
Kelainan neurologik dapat timbul karena edema, hematomieli, kompresi dari fraktur, dan karena luksasi tulang belakang. Kelainan dapat komplit atau inkomplit. Kalau pada observasi keadaan neurologis memburuk, segera dilakukan operasi dekompresi, misalnya tindakan laminektomi dan fiksasi tulang belakang. Pada fraktur tulang belakang dengan defisit neurologis, indikasi tindakan operatif adalah untuk stabilisasi fraktur, untuk rehabilitasi dini (duduk, berdiri, dan berjalan). Pada fraktur tulang belakang dengan defisit neurologis yang dilakukan tindakan konservatif (tanpa operasi), setelah 6 minggu atau fraktur kuat, dilakukan mobilisasi duduk/berdiri dengan menggunakan external support seperti gips Bohler, gips korset, jaket Minerva, tergantung dari tempat fraktur. Pemasangan gips korset harus meliputi manubrium sterni, simfisis, daerah fraktur, dan di bawah ujung skapula.
9. Fraktur Kruris
Fraktur kruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas.
a. Manifestasi Klinis
Gejala yang tampak adanya deformitas angulasi atau endo/eksorotasi. Daerah yang patah tampak bengkak, juga ditemukan nyeri gerak dan nyeri tekan.
b) Penatalaksanaan
Pada fraktur tertutup dilakukan reposisi tertutup dan imobilisasi dengan gips. Caranya pasien tidur terlentang di atas meja operasi. Kedua lutut dalam posisi fleksi 90°, sedang kedua tungkai bawah menggantung di tepi meja. Tungkai bawah yang patah ditarik ke arah bawah. Rotasi diperbaiki. Setelah tereposisi baru dipasang gips melingkar.
B. Ada beberapa cara pemasangan gips, yaitu:
1. Cara long leg plaster.
Gips dipasang mulai dari pangkal jari kaki sampai proksimal femur dengan sendi talokrural dalam posisi netral, sedang posisi lutut dalam fleksi 15-20°.
2. Cara Sarmiento.
Pemasangan gips dimulai dari jari kaki sampai di atas sendi talokrural dengan molding sekitar maleolus. Setelah kering segera dilanjutkan ke atas sampai 1 inci di bawah tuberositas tibia dengan molding pada permukaan anterior tibia. Gips dilanjutkan sampai ujung proksimal patela.
Pada fraktur terbuka dilakukan debrideman luka. Kemudian dilakukan reposisi secara terbuka tulang yang patah, dilanjutkan dengan imobilisasi. Dapat digunakan cara long leg plaster, hanya saja untuk fraktur terbuka dibuat jendela di atas luka setelah beberapa hari. Dari lubang jendela ini luka dirawat sampai sembuh. Dapat juga dengan memakai pen di luar tulang untuk fraktur terbuka grade III (fiksasi eksterna), contohnya dengan fiksasi eksterna Judet, Roger Anderson, Hoffman, Screw dan metil metakrilat (INOE teknik).
. LATIHAN OTOT.
A. Arti definisi / pengertian Jaringan adalah sekumpulan sel yang memiliki bentuk, struktur dan fungsi yang sama. Jadi jaringan otot adalah sekumpulan sel-sel otot.
1. Latihan otot.
Latihan otot adalah sebuah proses dimana tubuh melakukan pergerakan sesuai dengan fungsi otot dan sendi. Dalam suatu latihan otot, beban kerja diberikan dalam bentuk massa yang harus dilawan atau dipindahkan oleh gaya kontraksi otot.
a. Macam-macam latihan otot.
1) Latihan otot Kuadrisep.
2) Atur posisi pasien terlentang dengan tungkai lurus.
3) Anjurkan pasien mendorong bagian belakang lutut ketempat tidur dengan mengontraksikan bagian otot anterior paha, sehingga otot pada sisi atas paha tampak menonjol.
4) Anjurkan pasien mempertahankan posisi selama 5 menit sampai 10 detik.
5) Biarkan pasien merasa riliks.
6) Ulangi latihan 10 kali tiap jam ketika pasien tidak tidur.
b. Latihan otot Gluteus.
1) Jelaskan pada pasien latihan yang akan dilakukan.
2) Atur posisi pasien terlentang dengan tungkai lurus.
3) Anjurkan pasien untuk mengontraksikan otot bokong dan perut.
4) Minta pasien menahan kontraksi selama 5 sampai 10 detik.
5) Biarkan pasien rileks.
6) Ulangi latihan 10 kali setiap jam ketika pasien tidak tidur.
c. Latihan otot Gastroknemius.
1) Jelaskan pada pasien yang akan dilakukan.
2) Atur posisi, pasien tidur terlentang dengan tungkai lurus.
3) Anjurkan pasien menekuk kaki kedalam membentuk sudut 900.
Pada waktu bersamaan, luruskan jari – jari kaki agar berkontraksi.
4) Minta pasien menahan kontraksi selama 5 sampai 10 detik.
5) Biarkan pasien rileks.
d. Latihan otot Soleus.
1) Anjurkan pasien menekukkan kaki dan pergelangan kaki ke luar (ekstensi kaki) sejauh mungkin. Pada waktu bersamaan, luruskan jari-jari kaki agar otot betis berkontraksi.
2) Minta pasien menahan kontraksi selama 5 sampai 10 detik.
3) Biarkan pasien rileks.
4) Ulangi latihan 10 kali setiap jam ketika pasin tidak tidur.
2. Kekuatan otot.
Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau group otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun secaca statis. Kekuatan otot ini akan meningkat bila seseorang melakukan latihan beban dengan dosis tertentu atau program latihan tertentu.
Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot mempunyai prinsip overload , specifity , progresif dan keteraturan latihan.
a. Prinsip overload
Untuk meningkatkan kekuatan otot , beban yang melebihi kapasitas metabolik otot harus digunakan selama latihan. Karena hal ini membuat hypertropy otot dan peningkatan recruitment sehingga akan meningkatkan kekuatan otot. Kapasitas otot untuk menghasilkan tegangan tinggi ( Latihan dengan melawan beban berat ) dan dengan repetisi yang relatif rendah serta frekuensi latihan yang reguler.
b. Prinsip specificity
Latihan – latihan tidak hanya dapat diberikan kepada kelompok otot. Akan tetapi latihan beban dapat juga diberikan kepada otot – otot yang bekerja secara spesifik. Selain itu , Gerakan full dari Lingkup Gerak Sendi atau ROM, kecepatan dan besar beban harus diperhatikan pada setiap latihan.
c. Prinsip progresif
Setelah otot mengalami adaptasi fisiologis dari diberikan latihan beban melebihi kemampuannya , maka berat beban pada latihan dapat ditingkatkan . Hal ini bertujuan untuk lebih meningkatkan kekuatan dari otot – otot tersebut.
\
3. Prinsip Keteraturan latihan.
Latihan kekuatan otot pada suatu group otot diawali dari otot – otot yang lebih besar terlebih dahulu . Hal ini sesuai dengan pola gerak normal manusia , bahwa otot – otot kecil cepat mengalami kelelahan daripada otot-otot besar . Pada latihan kekuatan otot harus memperhatikan pemberian beban terhadap otot yang bersangkutan.
Seringkali pasien mendatangi klinik untuk mendapatkan pertolongan karena merasa lemah dan kenyataannya memang lemas dan merasa tak bertenaga untuk itu dokter atau tenaga medis lainnya melakukan pengukuran kekuatan otot secara tradisional artinya mengukur kekuatan otot pasien dengan memakai skala klasik 0,1,2,3,4,5. antara lain:
Skala 0 artinya otot tak mampu bergerak, misalnya jika tapak tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari tetap aja ditempat walau sudah diperintahkan untuk bergerak.
Skala 1 jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau kekenyalan ini berarti otot masih belum atrofi atau belum layu.
Skala 2 dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak.
Skala 3 dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dan jari.
Skala 4 dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan.
Skala 5 bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal.
Skala diatas pada umumnya dipakai untuk memeriksa penderita yang mengalami kelumpuhan selain mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada seseorang penderita.
Menjabat tangan pasien dapat juga di gunakan untuk mengukur kekuatan ototnya, dengan cara mengajak berjabat tangan dan menganjurkan pasien untuk mengerahkan tenaga memencet jari-jari kita. Kalau lemah akan terasa tangan pasien tak mampu meremas kuat tangan kita. Kesulitannya adalah kalau pasien cewek yang tak pernah menggunakan tenaga otot jari tangan, remasannya terasa kurang kuat walaupun sudah dipaksakan untuk itu dapat diperiksa lebih jauh dengan hati-hati.
4. Jenis-Jenis Latihan Otot Yang Lain..
a. Jenis-jenis latihan.
1) Circuit Training
Jenis latihan ini adalah tipe latihan inverval dimana latihan kekuatan digabungkan dengan latihan stamina. Latihan ini untuk pembentuk otot dan pembakar lemak. Circuit maksudnya adalah sekumpulan aktivitas atau stasiun yang diposisikan berdekatan untuk digunakan berkelanjutan. Latihan ini dibentuk oleh RE Morgan dan GT Anderson tahun 1953.
Circuit training memiliki cara kerja yang sedikit berbeda dengan cara kerja training lainnya. Disini ada istilah satu set besar dimana terdiri dari beberapa jenis latihan yang dilakukan masing-masing satu set. Sebagai contoh, lakukan urutan berikut tanpa istirahat:
a) Squat 12-15 repetisi
b) Bench Press 12-15 repetisi
c) Lateral Raises 12-15 repetisi
d) Back Extension 12-15 repetisi
e) Sit up 20-25 repetisi
Keuntungan dari Circuit Training:
a) sangat bagus untuk orang yang ingin menurunkan berat badan sekaligus mulai membentuk otot.
b) Circuit Training bisa menghemat waktu.
2) 8 x 8
Training Ini adalah jenis latihan yang ditujukan untuk membangun otot. Seperti namanya, jenis latihan ini berpatokan pada delapan set dan delapan repetisi masing-masingnya. Jika latihan straight set atau standard memiliki waktu jeda yang cukup panjang, yaitu sekitar 60 detik, maka 8 x 8 ini menggunakan waktu jeda yang pendek antara 15-20 detik saja. Program latihan ini sebaiknya dilakukan oleh yang sudah advance saja.
3) Super Set
Jenis latihan ini bukan sesuatu yang luar biasa beratnya. Latihan ini adalah latihan yang efektif untuk melatih otot. Jika latihan straight set atau standard itu melakukan beberapa set untuk satu latihan yang sama, maka super set ini melakukan variasi dimana setelah melakukan satu set latihan A kemudian langsung tanpa istirahat lanjut ke satu set latihan B.
Contoh latihan superset adalah:
Melakukan bench press sebanyak 10 repetisi kemudian dilanjutkan cepat ke cable rows sebanyak 10 repetisi, baru kemudian istirahat.
Superset mempunyai tipikal bahwa latihan yang kedua biasanya akan drop kekuatannya karena tanpa istirahat pasti stamina kita berkurang. jenis latihan ini sangat cocok untuk orang yang mempunyai sedikit waktu dan ingin melakukan pembentukan otot saja, bukan membesarkan.
Keuntungan SuperSet:
a) Anda bisa melatih dua jenis latihan sekaligus dalam waktu singkat
b) Stamina anda terlatih dan pembakaran lemak akan lebih banyak.
c) Bagus untuk orang yang ingin mengeringkan otot.
4) 5 x 5 Training
Training ini merupakan latihan yang cukup berat tetapi bagus untuk target latihan kekuatan dan pembentukan otot. Ini adalah salah satu program latihan yang populer dikalangan binaragawan. Seperti namanya, program 5 x 5 ini berdasarkan pada 5 set dengan masing-masing 5 repetisi.
Jenis training ini sangat bagus untuk mereka yang ingin membangun otot lebih besar. Langkah-langkah yang lebih rinci bisa dilihat pada artikel Program 5 x 5 Untuk Massa Otot Maksimal.
5) HIT
Latihan otot iniuntuk mempercepat pembakaran lemak dan memperoleh tubuh lebih langsing, jenis latihan ini sederhana tapi sangat efektif. Melakukan latihan High Intensity Interval Training akan melatih stamina anda karena pengurasan stamina yang cukup besar diperoleh dari latihan ini. Kombinasi dari sprint dan jogging ini sebenarnya menguras tenaga lebih banyak daripada sprint. Jika anda ingin tahu lebih banyak, sudah ada artikel mengenai metode ini di Membakar Lemak Cepat dan Ramping dengan Latihan HIT.
6) Drop Set
Jenis latihan ini banyak digunakan untuk membangun otot lebih besar. Tekniknya cukup sederhana. Lakukan latihan seperti straight set/standard, tetapi untuk bebannya mulai dari yang paling berat terlebih dulu. Lalu repetisinya tidak dibatasi, lakukan hingga anda tidak mampu mengangkat beban lagi, kemudian turunkan beratnya dan lakukan repetisi lagi hingga tidak kuat mengangkat lagi. Terus hal ini dilakukan hingga beberapa set.
5. Rentang Kekuatan Otot.
Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau group otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun secaca statis. Kekuatan otot ini akan meningkat bila seseorang melakukan latihan beban dengan dosis tertentu atau program latihan tertentu.
Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot mempunyai prinsip overload , specifity , progresif dan keteraturan latihan.
a. Prinsip overload
Untuk meningkatkan kekuatan otot , beban yang melebihi kapasitas metabolik otot harus digunakan selama latihan. Karena hal ini membuat hypertropy otot dan peningkatan recruitment sehingga akan meningkatkan kekuatan otot. Kapasitas otot untuk menghasilkan tegangan tinggi ( Latihan dengan melawan beban berat ) dan dengan repetisi yang relatif rendah serta frekuensi latihan yang reguler.
b. Prinsip specificity
Latihan – latihan tidak hanya dapat diberikan kepada kelompok otot. Akan tetapi latihan beban dapat juga diberikan kepada otot – otot yang bekerja secara spesifik. Selain itu , Gerakan full dari Lingkup Gerak Sendi atau ROM, kecepatan dan besar beban harus diperhatikan pada setiap latihan.
c. Prinsip progresif
Setelah otot mengalami adaptasi fisiologis dari diberikan latihan beban melebihi kemampuannya , maka berat beban pada latihan dapat ditingkatkan . Hal ini bertujuan untuk lebih meningkatkan kekuatan dari otot – otot tersebut.
ROM
(Range Of Motion)
A. Pengertian
Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan otot atau persendian yang diberikan kepada pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma.
B. Tujuan
Untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot yang dapat dilakukan aktif maupun pasif tergantung dengan keadaan pasien.
C. Gerakan-Gerakan ROM
1. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang kan dilakukan
b) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan lengan.
c) Pegang tangan pasien dengan satu tang dan tangan yang lain memegang pergelangan tangan pasien.
d) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.
e) Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 1. Latihan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
2. Fleksi dan Ekstensi Siku
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak mengarah ke tubuhnya.
c) Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya mendekat bahu.
d) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
e) Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 2. Latihan fleksi dan ekstensi siku
3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
Cara :
a) Jelaskan Prosedur yang akan dilakukan.
b) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk.
c) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
d) Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.
e) Kembalikan ke posisi semula.
f) Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke arahnya.
g) Kembalikan ke posisi semula.
h) Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 3. Latihan pronasi dan supinasi lengan bawah
4. Pronasi Fleksi Bahu
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya.
c) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
d) Angkat lengan pasien pada posisi semula.
e) Catat perubahan yang terjadi.
5. Abduksi dan Adduksi Bahu
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
c) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
d) Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah perawat (Abduksi).
e) Gerakkan lengan pasien mendekati tubuhnya (Adduksi)
f) Kembalikan ke posisi semula.
g) Catat perubahan yang terjadi.
6. Rotasi Bahu
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
b) Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk.
c) Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan pasien dengan tangan yang lain.
d) Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke bawah.
e) Kembalikan posisi lengan ke posisi semula.
f) Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke atas.
g) Kembalikan lengan ke posisi semula.
h) Catat perubahan yang terjadi.
7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
b) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tang lain memegang kaki.
Gambar 7. Latihan fleksi ekstensi jari
c) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
d) Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
e) Kembalikan ke posisi semula.
f) Catat perubahan yang terjadi.
8. Infersi dan efersi kaki
Cara :
b) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan
c) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang pergelangan kaki dengan tangan satunya.
d) Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
e) Kembalikan ke posisi semula
f) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
g) Kembalikan ke posisi semula.
h) Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 8. Latihan infers efersi kaki
1. Fleksi dan ekstensi pergelangan Kaki
Cara ;
a) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
b) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rilek.
c) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien.
d) Kembalikan ke posisi semula.
e) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
f) Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 9. Latihan fleksi dan ekstensi kaki
2. Fleksi dan Ekstensi lutut.
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
b) Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan yang lain.
c) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
d) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
e) Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas.
f) Kembali ke posisi semula.
g) Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 10. Latihan fleksi ekstensi lutut
3. Rotasi pangkal paha
Cara :
a) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
b) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain di atas lutut.
c) Putar kaki menjauhi perawat.
d) Putar kaki ke arah perawat.
e) Kembalikan ke posisi semula.
f) Catat perubahan yang terjadi.
Gambar 11. Latihan potasi pangkal paha
12. Abduksi dan Adduksi pangkal paha.
Cara :
1. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
2. Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan padatumit.
3. Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari tempat tidur,gerakkan kaki menjauhi badan pasien.
4. Gerakkan kaki mendekati badan pasien.
5. Kembalikan ke posisi semula.
6. Catat perubahan yang terjadi.
POSISI DAN TRANSPORT PASIEN
A. Pengaturan posisi pasien
1. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk a.tau duduk, di mana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
a. Tujuan :
1) Mobilisasi
2) Memberikan perasaan nyaman pada pasien yang sesak napas
3) Memudahkan perawatan misal memberi makan.
b. Pelaksanaan :
1) Pasien sesak napas
2) Pasien pasca operasi struma, hidung
3) Cara:
1) Dudukkan pasien
2) Berikan sandaran pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk posisi semifowler (30-45 derajat) dan untuk fowler (90 derajat)
3) Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk
2. Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria).
a.Pelaksanaan :
1) Pada pasien dengan pemeriksaan rectal
2) Memberikan huknah, injeksi IM di otot gluteus maximus dll
b. Cara:
1) Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada
2) Tangan kiri diatas kcpala atau di belakang punggung dan tangan kanan di atas tempat tidur
3) Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kanan lurus, lutut, dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada
4) Tangan kanan di atas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri di atas tempat tidur
3. Posisi Trendelenburg
posisi pasiom berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk mdancarkan perdaran darah ke otak.
a. Tujuan :
1) Supaya darah lebih banyak mengalir kedaerah kepala
2) Memudahkan operasi di daerah perut.
b. Pelaksanaan :
1) Pada pasien syok.
2) Tekanan darah rendah.
3) Pasien dengan pemeriksaan tertentu misal broncoscopy
c. Cara:
1) Pasien dalam keadaan be;rbaring telentang, letakan bantal di antara kepala dan ujung tempati tidur pasien, dan berikan bantal dibawah lipatan lutut.
2) Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat tidur khusus dcngan meninggikan bagian kaki pasien.
4. Posisi Dorsal Recumbent.
Pada posisi ini pasien berbaring tele;ntang dengan kedua lutut ficksi (ditarik atau direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memc;riksa genitalia scrta proses persalinan.
Dilaksanakan pada pasien dengan pemeriksaan ginecology, pemeriksaan genitalia, pelaksanaan perasat pasang kateter, vulva hygiene.
a. Cara:
1) Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah di buka
2) Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur dan renggangkan kedua kaki.
3) Pasang selimut
5. Posisi Litotomi
Posisi berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
a. Cara:
1) Pasien dalam kcadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua paha dan tarik ke arah perut
2) Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
3) Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomic
4) Pasang selimut
6. Posisi Genu Pectoral
Pada posisi ini pasien menungging dengan kcdua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk mcmc;riksa daerah rektum dan sigmoid.
a. Cara:
1) Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada mencmpel pada kasur tempat tidur.
2) Pasang selimut pada pasien
1. Macam-macam pengaturan posisi pasien.
a. Posisi Supinasi
Pasien diatur berbaring lurus, tulang punggung dan kedua kaki lurus, lengan di sisi dengan telapak tangan menghadap ke bawah. Sebuah bantal diletakkan di bawah kepala dan bahu untuk mencegah hiperektansi leher. Untuk menjaga kaki tetap pada posisi yang tepat, papan kaki dapat dipasang.
b. Posisi Fowler.
Pasien diatur posisisupinasi. Bagian kepala tempat tidur dinaikkan setinggi 45 derajat. Untuk semifowler bagian kepala dinaikkan 30 derajat dan untuk fowler tinggi dinaikkan 90 derajat. Untuk menyokong tubuh pasien dapat dipasang beberapa bantal yaitu di bawah bahu, kepala, punggung bagian bawah,dan dibawah paha untuk mencegah perektensi lutut.
c. Posisi Prone
Pasien diletakkan tengkurap dengan kepala menoleh kesatu sisi dan lengan di samping bahu. Untuk mencegah hiperektensi dan fleksi leher dapat diletakkan sebuah bantal di bawah kepala. Untuk mencegah fleksi telapak kaki, satu bantal dapat diletakkan di bawah sudut kaki. Untuk menambah rasa nyaman dan mencegah hiperektensi tulang belakang, dapat di pasang sebuah bantal di bawah perut.
d. Posisi berbaring ke samping
Pasien diatur berbaring kesamping kanan atau kiri. Lengan yang dibawah tubuh diatur fleksi di depan kepala atau di atas bantal. Sebuah bantal dapat diletakkan di bawah kepala dan bahu. Untuk menyokong otot sternokleidomastoid dapat di pasang bantal di bawah lengan. Untuk mencegah lengan aduksi dan bahu berotasi kedalam, sebuah bantal dapat di letakkan di bawahnya. Untuk mencegah paha beraduksi dan berotasi ke dalam, sebuah bantal dapat di letakkan di bawah kaki atas, sambil kaki atas di atur sedikit menekuk kedepan.
e. Posisi sim
Pasien diatur posisi miring kekiri atau kanan dengan tangan yang di bawah diletakkan di belakang punggung dan tangan yang atas difleksikan di depan bahu. Kaki atas sedikit fleksi dan di sokong sebuah bantal. Untuk mencegah leher fleksi dan hiperektensi, sebuah bantal dapat di letakkan di bawah kepala.
Memindahkan Pasien Dari Tempat Tidurke brankar.
a. Pengertian:
Adalah memindahkan pasien yang mengalami ketidakmampuan, keterbatasan, tidak boleh melakkukan sendiri, atau tidak sadar dari tempat tidur ke brankar yang dilakukan oleh dua atau tiga orang perawat.
b. Tujuan:
Memindahkan pasien antar ruangan untuk tujuan tertentu (misalnya pemeriksaan diagnostik, pindah ruangan, dll.)
c. Alat dan Bahan :
1. Brankar
2. Bantal bila perlu
d. Prosedur :
1. Ikuti protokol standar
2. Atur brankar dalam posisi terkunci dengan sudut 90 derajat terhadap tempat tidur
3. Dua atau tiga orang perawat menghadap ke tempat tidur/pasien
4. Silangkan tangan pasien ke depan dada
5. Tekuk lutut anda , kemudian masukkan tangan anda ke bawah tubuh pasien
6. Perawat pertama meletakkan tangan dibawah leher/bahu dan bawah pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan panggul pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan dibawah pinggul dan kaki.
7. Pada hitungan ketiga, angkat pasien bersama-sama dan pindahkan ke brankar
8. Atur posisi pasien, dan pasang pengaman.
9. Lengkapi akhir protokol
Peningkatan TIK Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam perawat akan mengatasi dan mengurangi episode dari peningkatan TIK -Pantau tanda gejala peningkatan TIK ( kaji GCS, TV, respon pupil,, muntah, sakit kepala, letargi, gelisah, nafas keras, gerakan tak bertujuan, perubahan mental)
-Atur posisi tidur klien dengan tempat tidur bagian kepala lebuh tinggi (30-40 derajat) kecuali dikontraindikasikan.
-Hindari massage, fleksi / rotasi leher berlebihan, stimulasi anal dengan jari, mengejan, perubahan posisi yang cepat
-Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan posisi.
-Berikan lingkungan yang tenang dan tingkatkan istirahat
-Pantau V/S
-Pantau AGD
-Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya
-Pantau status hidrasi
TIK/CIDERA OTAK
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2 Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
5. Luka tembak
C. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepaladiklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan
1. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
2. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala
a.Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma
b.Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c.Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.Skala Koma Glasgow
No RESPON NILAI
1 Membuka Mata :
-Spontan
-Terhadap rangsangan suara
-Terhadap nyeri
-Tidak ada
4
3
2
1
2 Verbal :
-Orientasi baik
-Orientasi terganggu
-Kata-kata tidak jelas
-Suara tidak jelas
-Tidak ada respon
5
4
3
2
1
3 Motorik :
- Mampu bergerak
-Melokalisasi nyeri
-Fleksi menarik
-Fleksi abnormal
-Ekstensi
-Tidak ada respon
6
5
4
3
2
1
Total 3-15
3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a.Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
-Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
-Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
-Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
-Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
b.Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
-Perdarahan Epidural
-Perdarahan Subdural
-Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).
1) Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung
2)Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.
3)Kontusio dan perdarahan intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut
4)Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala.
Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.
Tata laksana umum TIK
Tujuannya adalah menghindari hipoksia (pO2 < 60 mmHg) dan menghindari hipotensi (tekanan darah sistol ≤ 90 mmHg). Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga agar TIK tidak meninggi antara lain adalah :
1. Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45º, dengan tujuan memperbaiki venous return
2. Mengusahakan tekanan darah yang optimal
Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral, sebaliknya tekanan darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan menyebabkan edema dan peningkatan TIK.
3. Mencegah dan mengatasi kejang
4. Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri
5. Menjaga suhu tubuh normal < 37,5ºC
Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan substrat metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan metabolisme serebral, di lain pihak suplai oksigen dan glukosa berkurang, sehingga akan terjadi kerusakan jaringan otak dan edema. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan peninggian TIK.
6. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit
Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan terjadi edema sitotoksik, sedangkan hipernatremia akan menyebabkan lisisnya sel-sel neuron.
7. Hindari kondisi hiperglikemia
8. Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar atau vasoaktif jika diperlukan. MAP < 65 mmHg harus segera dikoreksi.
9. Atasi hipoksia
Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob, sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan menghasilkan asam laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan menyebabkan terjadinya asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan peningkatan TIK.
10. Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg)
11. Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan abdominal seperti batuk, mengedan dan penyedotan lendir pernafasan yang berlebihan.
Tatalaksana khusus
1. Mengurangi efek massa1,2,3
Pada kasus tertentu seperti hematom epidural, subdural maupun perdarahan intraserebral spontan maupun traumatik serta tumor maupun abses intrakranial tentunya akan menyebabkan peninggian TIK dengan segala konsekuensinya. Sebagian dari kondisi tersebut memerlukan tindakan pembedahan untuk mengurangi efek massa.
Kraniektomi dekompresi dapat dilakukan untuk peningkatan yang refrakter terhadap terapi konservatif dan menunjukkan penurunan TIK mencapai 70%.
2. Sedasi dan/atau paralisis bila diperlukan, misalnya pada pasien agitasi, atau terjadinya peningkatan TIK karena manuver tertentu seperti memindahkan pasien ke meja CT scan. Paralitik dapat digunakan untuk menurunkan TIK refrakter, tetapi beresiko terjadinya myopati/neuropati dan dapat mengaburkan kejang2,3,4.
3. Mengurangi volume cairan serebrospinal2,3,13
Mengurangi cairan serebrospinal biasanya dilakukan apabila didapatkan hidrosefalus sebagai penyebab peningkatan TIK seperti halnya pada infeksi meningitis atau kriptokokkus. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam hal ini yaitu : memasang kateter intraventrikel, lumbal punksi, atau memasang kateter lumbal. Pemilihan metode yang dipakai tergantung dari penyebab hidrosefalus atau ada/tidaknya massa intrakranial.
Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter lumbal dapat dikerjakan apabila diyakini pada pemeriksaan imaging tidak didapatkan massa intrakranial atau hidrosefalus obstruktif. Biasanya dipakai kateter silastik 16 G pada intradura daerah lumbal. Dengan kateter ini disamping dapat mengeluarkan cairan serebrospinal, dapat juga dipakai untuk mengukur TIK. Keuntungan lainnya adalah teknik ini tidak terlalu sulit dan perawatan dapat dilakukan di luar ICU.
4. Mengoptimalkan CPP dengan menambahkan vasopressor dan /atau cairan isotonik jika CPP < 60 mmHg. (CPP = MAP-TIK)1,2
5. Mengurangi volume darah intravaskular1,2
• Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik akut, dan perubahan pH sekitar pembuluh darah ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan tentunya akan mengurangi CBV sehingga akan menurunkan TIK. Efek hiperventilasi akan terjadi sangat cepat dalam beberapa menit. Tindakan hiperventilasi merupakan tindakan yang efektif dalam menangani krisis peningkatan TIK namun akan menyebabkan iskemik serebral. Sehingga hal ini hanya dilakukan dalam keadaan emergensi saja. Hiperventilasi dilakukan dalam jangka pendek hingga mencapai PaCO2 25-30 mmHg. Penurunan PaCO2 1 mmHg akan menurunkan CBF 3%. Efek hiperventilasi dapat menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan resiko iskemik jaringan sehingga tindakan ini hanya dilakukan untuk waktu yang singkat.
Indikasi hiperventilasi
1. Untuk periode singkat (beberapa menit) pada waktu berikut :
Sebelum insersi monitor TIK : jika ada tanda klinis hipertensi intrakranial.
Setelah insersi monitor : jika ada peningkatan TIK tiba-tiba dan/atau akut kemunduran neurologis.
2. Untuk periode yang lebih panjang jika hipertensi intrakranial tidak responsif terhadap sedasi, paralitik, drainase CSF dan diuretik osmotik.
Hindari ventilasi bila :
1. Jangan digunakan untuk profilaksis
2. Hindari hiperventilasi yang panjang
Jika hiperventilasi diperpanjang pada pCO2=25-30 mmHg dianggap perlu, pertimbangkan untuk monitor SjvO2, AVdO2, atau CBF untuk menghindari iskemik serebri
3. Hipertensi intrakranial yang tidak responsif dengan terapi lain, lakukan hiperventilasi jika pCO2 =30-35 mmHg
4. Jangan pernah turunkan pCO2 < 25 mmHg
• Hemodilusi dan anemia mempunyai efek yang menguntungkan terhadap CBF dan penyampaian oksigen serebral. Hematokrit sekitar 30% (viskositas darah yang rendah) akan lebih berefek terhadap diameter vaskuler dibanding terhadap kapasitas oksigen, sehingga akan terjadi vasokonstriksi dan akan mengurangi CBV dan TIK. Namun, bila hematokrit turun dibawah 30% akan berakibat menurunnya kapasitas oksigen. Hal ini justru akan mengakibatkan vasodilatasi sehingga TIK akan meningkat. Dengan demikian strategi yang sangat penting dalam menjaga TIK adalah mencegah hematokrit jangan sampai turun dibawah 30%1.
6. Terapi osmotik
Terapi osmotik menarik air ke ruang intravaskuler. Baik mannitol maupun salin hipertonik memiliki manfaat rheologik tambahan dalam menurunkan viskositas darah dan menurunkan volume dan rigiditas sel darah merah.
a. Salin hipertonik2,3 : loading dose 30 ml salin 23% diberikan dalam 10-20 menit melalui CVC, dosis pemeliharaan adalah salin 3% 1 mg/kg/jam dengan kadar Na serum 150-155 mEq/jam. Na harus diperiksa tiap 6 jam. Pemasukan salin hipertonik ini berkaitan dengan edema. Salin hipertonik dihentikan setelah 72 jam untuk mencegah terjadinya edema rebound.
b. Mannitol 20% (dosis 0,25-1 gr/kg)2,3,4 : Loading dose 1gr/kg BB, diikuti dengan dosis pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6 jam dengan kadar osmolaritas serum 300-320 mOsm. Osmolalitas serum diperiksa tiap 6 jam. Waktu paruh mannitol adalah 0,16 jam. Efikasi terlihat dalam 15-30 menit, dan durasi efek adalah 90 menit hingga 6 jam.
Mekanisme mannitol memberikan efek yang menguntungkan dalam terapi ini masih kontroversial, tetapi mungkin meliputi kombinasi berikut2 :
1. Menurunkan TIK :
a. Ekspansi plasma segera : menurunkan hematokrit dan viskositas darah dimana akan meningkatkan CBF dan O2 delivery. Ini akan menurunkan TIK dalam beberapa menit.
b. Efek osmotik : meningkatkan tonisitas serum menggambarkan edema cairan dari parenkim otak.
2. Mendukung mikrosirkulasi dengan memperbaiki reologi darah.
Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian mannitol yaitu sebagai berikut2 :
a. Mannitol membuka sawar darah otak, dan mannitol yang melintasi sawar darah otak ke sistem saraf pusat dapat memperburuk edema otak. Jadi penggunaan mannitol harus diturunkan perlahan (tapering) untuk mencegah rebound TIK.
b. Pemberian bolus yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi dan jika autoregulasi terganggu maka akan meningkatkan CBF dimana dapat mencetuskan herniasi daripada mencegahnya.
c. Mannitol dosis tinggi beresiko untuk terjadinya gagal ginjal akut khususnya pada osmolaritas serum > 320 mOsm/L, penggunaan obat-obatan nefrotoksik lainnya, sepsis, adanya penyakit ginjal sebelumnya.
Terapi osmotik
Pemberian Efek samping Digunakan Hindari bila
Salin hipertonik Dapat diberikan dg infus berlanjut, memperbaiki CPP, meningkatkan volume, efektif dlm menurunkan TIK pada pasien yg refrakter dg mannitol Overload volume, edem pulmonal, hipernatremia ekstrim, rebound edema serebri saat tapering, insufisiensi renal, CPM (central pontine myenolysis) Ingin meningkatkan volume atau memperbaiki CPP CHF dekompensata, hati-hati jika hiponatremia baseline > 24 jam.
Mannitol Dapat digunakan melalui jalur perifer, bolus Deplesi volume, harus penuh urine output dengan salin, khususnya pada TBI dan SAH, hipotensi, rebound edema serebral, hipernatremia, insufisiensi renal Ingin untuk diuresis Gagal ginjal, hipotensi
Langkah untuk terapi krisis peningkatan TIK akut2
Langkah Rasional
Periksa jalan nafas, posisi dll (lihat langkah tatalaksana umum)
Pastikan pasien disedasi dan paralisis Menurunkan peningkatan respon simpatis dan hipertensi karena gerakan, tensing abdominal musculature
Drainase 3-5 ml cairan serebrospinal jika ada IVC (intraventricular catheter) Menurunkan volume intrakranial
Mannitol* 1 gr/kg iv bolus atau 10-20 ml salin 23% ↑ volumeplasma à ↑ CBF à ↓ TIK,
↑ osmolalitas serum → ↓ air di otak
Hiperventilasi dengan ambu bag (jaga pCO2 > 25 mmHg) Menurunkan pCO2 à ↓ CBF → ↓ TIK
Penobarbital 100 mg iv pelan atau tiopental 2,5 mg/kg iv 10 menit Sedatif, ↓ TIK, terapi kejang, kemungkinan neuroprotektif
lewati langkah ini dan langsung ke hiperventilasi jika hipotensi, deplesi volume, atau jika osmolalitas serum > 320 mOsm/L.
Prognosis
Prognosis pasien dengan peningkatan TIK sangat berhubungan dengan tingkat keparahan dari patofisologi yang mendasari, efikasi manajemen, dan umur dan komorbiditas pasien. Gambaran sindroma herniasi tidak selalu menunjukkan suatu kondisi irreversibel dan sia-sia.
MEKANIKA GERAK DAN GAYA
A. Mekanika Gerak Dan Gaya
1. Pengertian mekanika tubuh
Mekanika tubuh adalah pemanfaatan otot yang benar untuk menyelesaikan tugas dengan aman dan efisien, tanpa ketegangan berlebihan pada setiap otot atau sendi. Dan mekanika tubuh memberi kita wawasan tentang bagaimana orang duduk, berdiri, berjalan, melompat, berlari, dll. Mekanika tubuh yang baik didefinisikan sebagai pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat selama kegiatan. Kegiatan bisa mencakup tugas sehari-hari dalam rumah tangga atau tempat kerja. Menggunakan mekanika tubuh yang tepat akan membantu mengurangi stres yang tidak perlu untuk tubuh, sehingga menurunkan risiko cedera dan meningkatkan penyembuhan cedera telah terjadi. Mekanika tepat juga memfasilitasi pergerakan tubuh yang memungkinkan mobilisasi fisik tanpa terjadi ketegangan otot dan penggunaan energi otot yang berlebihan.
Hal – hal tersebut mencakup:
a. Kesejajaran tubuh (Body Alignment)
Kesejajaran tubuh dan pustur merupakan istilah yang sama dan mengacu pada posisi sendi, tendon, ligamen dan otot selama berdiri, duduk dan berbaring. Kesejajaran tubuh yang benar mengurangi ketegangan pada struktur muskuloskeletal, mempertahankan tonus (ketegangan) otot secara kuat dan menunjang keseimbangan.Susunan geometric bagian-bagian tubuh dalam hubungannya dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Body alignment baik akan meningkatkankeseimbangan yang optimal dan fungsi tubuh yang maksimal, baik dalam posisi berdiri, duduk, maupun tidur. Body aligment yang baik yaitu adanya keseimbangan pada persendian otot, tendon, ligamen.
Postur tubuh seseorang harus dikaji untuk melihat status kesehatan, fisikalfitness, dan daya tarik seseorang. Postur tubuh dapat menunjukkan perasaan hati,harga diri, dan kepribadian seseorang. Untuk mendapatkan postur tubuh yang benar, terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya :
1) Keseimbangan dapat dipertahankan jika garis gravitasi (line of gravity - garis imaginer vertical) melewati pusat gravitasi (center of gravity-titik yang berada di pertengahan garis tubuh).
2) Jika dasar tumpuan lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah, kestabilandan keseimbangan akan lebih besar.
3) Jika gravitasi berada di luar pusat dasar tumpuan, energy akan lebih banyak digunakan untuk mempertahankan keseimbangan.
4) Dasar tumpuan yang luas dan bagian-bagian dari postur tubuh yang baik akan menghemat energy dan mencegah kelelahan otot.
5) Perubahan dalam posisi tubuh membantu mencegah ketidaknyamananotot.
6) Memperkuat otot yang lemah dapat membantu mencegah kekakuan ototdan ligamen.
7) Posisi dan aktivitas yang bervariasi dapat membantu mempertahankan ototdan mencegah kelelahan.
8) Pergantian antara masa aktivitas dan istirahat dapat mencegah kelelahan.
9) Membagi keseimbangan antara aktivitas pada lengan dan kaki untuk mencegah beban belakang.
10) Postur tubuh yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasanyeri, kelelahan otot, dan kontraktur.
Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan dengan baik mengurangi jumlah energy yang digunakan, mempertahankan keseimbangan,mengurangi kecelakaan dan kelelahan, memperluas ekspansi paru, danmeningkatkan sirkulasi renal dan gastrointestinal. Sedangkan body alignmentyang buruk dapat mengurangi penampilan individu dan mempengaruhi kesehatanyang dapat mengarah pada gangguan.Perawat merupakan role model yang penting dalam mengajarkan kebiasaan yang sehat/baik atau biasa disebut dengan postur tubuh yang baik.
b. Keseimbangan tubuh
Kesejajaran tubuh menunjang keseimbangan tubuh. Tanpa keseimbangan ini, gravitasi akan berubah, meningkatkan gaya gravitasi, sehingga menyebabkan risiko jatuh dan cedera. Keseimbangan tubuh diperoleh jika dasar penopang luas, pusat gravitasi berada pada dasar penopang, dan garis vertikal dapat ditarik dari pusat gravitasi ke dasar penopang.Keseimbangan tubuh dapat juga ditingkatkan dengan postur dan merendahkan pusat gravitasi, yang dicapai dengan posisi jongkok.Semakin sejajar postur tubuh, semakin besar keseimbangannya (Perry dan Potter, 1994).
Keseimbangan dibutuhkan untuk mempertahankan posisi, memperoleh kestabilan selama bergerak dari satu posisi ke posisi lain, melakukan aktivitas sehari-hari, dan bergerak bebas di komunitas. Kemampuan untuk mencapai keseimbangan dipengaruhi oleh penyakit, gaya berjalan yang tidak stabil pada toddler, kehamilan, medikasi dan proses menua. Gangguan pada kemampuan ini merupakan ancaman untuk keselamatan fisik dan dapat menyebabkan ketakutan terhadap keselamatan seseorang dengan membatasi diri dalam beraktivitas (Bergetal, 1992)
c. Koordinasi Gerakan
Berat adalah gaya tubuh yang digunakan terhadap gravitasi. Ketika suatu obyek diangkat, pengangkat harus menguasai berat obyek dan mengetahui pusat gravitasinya. Karena manusia tidak mempunyai bentuk geometris yang sempurna, maka pusat gravitasinya biasanya berada pada 55% sampai 57% tinggi badannya ketika berdiri dan berada ditengah.
Friksi adalah gaya yang muncul dengan arah gerakan yang berlawanan dengan arah gerakan benda. Misalnya menggerakkan klien diatas tempat tidur maka akan terjadi friksi. Perawat dapat mengurangi friksi dengan mengikuti beberapa prinsip dasar.Semakin besar area permukaan suatu obyek yang bergerak, semakin besar friksi.
Klein pasif atau immobilisasi akan menghasilkan friksi yang lebih besar untuk bergerak. Friksi dapat juga dikurangi dengan mengangkat, bukan mendorong klien.Mengangkat merupakan komponen gerakan keatas dan mengurangi tekanan antara klien dan tempat tidur atau kursi.Pemakaian kain seprai yang dapat ditarik mampu mengurangi friksikarena klien lebih mudah bergerak di atas permukaan tempat tidur.
2. Prinsip mekanika tubuh
Mekanik tubuh adalah usaha koordinasi diri muskoloskeletal dansistem saraf untuk mempertahankan keseimbangan yang tepat. Mekanikatubuh dan ambulasi merupakan bagian dari kebutuhan aktivitas manusia.
a. Gravitasi
Grafitasi merupakan prinsip yang pertama yang harus diperhatikandalam melakukan mekanika tubuh dengan benar, yaitu memandanggravitasi sebagai sumbu dalam pergerakan tubuh.
1. Pusat gravitasi, titik yang ada di pertenganhan tubuh
2. Garis gravitasi, merupakan garis imaginer vertical melalui pusat gravitasi
3. Dasar tumpuan, merupakan dasar tempat seseorang dalam posisi istirahat untuk menopang atau menahan tubuh.
b. Keseimbangan
Keseimbangan adalah penggunaan mekanika tubuh dicapai dengan cara mempertahankan posisigaris gravitasi diantara pusat gravitasi dan dasar tumpuhan.
c. Berat
Dalammenggunakan mekanika tubuh yang sangat diperhatikan adalah berat atau bobot benda yang akan diangkat karena berat benda akan mempengaruhimekanika tubuh.
3. Pergerakan dasar dalam mekanika tubuh
Mekanika tubuh dan ambulasi merupakan bagian darikebutuhan aktifitas manusia.
a. Gerakan( ambulating)
Gerakan yang benar akan membantu mempertahankan keseimbangan tubuh. Misal, orang yang berdiri akan lebih mudahstabil dibanding orang yang berjalan, karena pada posisi berjalan terjadi perpindahan dasar tumpuan dari sisi yang satu ke sisi yanglain.
Contoh : keseimbangan orang saat berdiri dan saat jalan akan berbeda.Orang yang berdiri akan lebih mudah stabil dibandingkan dalam posisi jalan. Dalam posisi jalan akan terjadi perpindahan dasar tumpuan dari sisisatu ke sisi yang lain, dan posisi gravitasi akan selalu berubah pada posisikaki.
b. Menahan( Squatting )
Dalam menahan sangat diperlukan dasar tumpuan yang tepat untuk mencegah kelainan tubuh dan memudahkan gerakan yang akan dilakukan.
Contoh : posisi orang duduk akan berbeda dengan orang jongkok, dantentunya berbeda dengan posisi membungkuk. Gravitasi adalah hal yang perlu diperhatikan untuk memberikan posisi yang tepat dalam menahan.Dalam menahan diperlukan dasar tumpuan yang tepat.
c. Menarik ( Pulling )
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menarik benda,diantaranya ketinggian, letak benda, posisi kaki dan tubuh sewaktumenarik (seperti condong ke depan dari panggul), sodorkan telapak tangan dan lengan atas dibawah pusat gravitasi pasien, lengan atasdan siku diletakkan pada permukaan tempat tidur, pinggul, lututdan pergelangan kaki ditekuk dan lalu lakukan penarikan.
d. Mengangkat ( lifting )
Mengangkat merupakan pergerakan daya tarik. Gunakan otot-otot besar dari tumit, paha bagian atas dan kaki bagian bawah, perut dan pinggul untuk mengurangi rasa sakit pada daerah tubuh bagian belakang.
e. Memutar ( pivoting )
Pivoting adalah suatu tehnik dimana tubuh dibungkukkan dalam rangkamenghindari terjadinya resiko keseleo tulang. Selain itu pivotingmerupakan suatu gerakan untuk memutar anggota tubuh dan bertumpu pada tulang belakang. Gerakan memutar yang baik memerhatikan ketigaunsur gravitasi agar tidak berpengaruh buruk pada postur tubuh.
4. Faktor - faktor yang mempengaruhi mekanika tubuh dan ambulasi
a. Status Kesehatan
Kondisi kesehatan seseorang seperti penyakit, cacat tubuh, dan imobilisasiakan berpengaruh terhadap pergerakan dan keseimbangan tubuh, sehinggaaktivitasnya menjadi terganggu. Misalnya, terjadi penurunan koordinasiyang disebabkan oleh penyakit berupa berkurangnya melakukan aktifitassehari-hari.
b. Nutrisi
Salah satu fungsi nutrisi bagi tubuh adalah membantu proses pertumbuhan tulang dan perbaikan sel.Pemenuhan kebutuhan tubuh akan nutrisi sangat penting karenamempengaruhi produksi energi yang digunakan untuk mobilisasi. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot, obesitas danmemudahkan terjadi penyakit sehingga menyebabkan pergerakan menjadikurang bebas. contoh: tubuh yang kekurangan kalsium akan lebih mudahmengalami fraktur.
c. Emosi
Kondisi psikologis seseorang dapat memudahkan perubahan dalam perilaku yang dapat menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan ambulasi yang baik, seseorang yang mengalami perasaan tidak aman, tidak bersemangat, dan harga diri rendah. Akan mudah mengalami perubahan dalam mekanika tubuh dan ambulasi.Keresahan dan kesusahan dapat menghilangkansemangat yang kemudian sering dimanisfestasikan dengan kurangnya aktivitas
d. Situasi dan Kebiasaan
Situasi dan kebiasaan yang dilakukan seseorang misalnya seringmengangkat benda benda berat akan menyebabkan perubahanmekanika tubuh dan ambulasi.
e. Gaya Hidup
Perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stress dankemungkinan besar akan menimbulkan kecerobohan dalam beraktivitas, sehingga dapat menganggu koordinasi antara sistem muskulusletal dan neurologi, yang akhirnya akan mengakibatkan perubahan mekanika tubuh.
f. Pengetahuan
Pengetahuan yang baik terhadap mekanika tubuh akan mendorongseseorang untuk mempergunakannya secara benar, sehingga akan mengurangi energy yang telah di keluarkan. Sebaliknya, pengetahuan yang kurang memadai dalam penggunaan mekanika tubuh akan menjadikan seseorang beresiko mengalami gangguan koordinasi sistem neurologi dan muskulusletal.
5. Dampak mekanika tubuh dan ambulasi
Mekanika tubuh yang benar akan memberikan manfaat yang maksimal untuk tubuh, gerakan yang dilakukan akan efektif serta mengurangi pemborosan tenaga.
Mekanika tubuh yang salah akan mengakibatkan terjadinya ketegangan sehingga menimbulkan kelelahan dan gangguan sistem muskuloskeletal selain itu juga meningkatkan resiko kecelakaan pada sistem muskuloskeletal. Apabila seseorang salah dalam berjongkok atau berdiri, akan terjadi gangguan seperti kelainan pada tulang belakang.
PERAN DAN FUNGSI PERAWAT
Definisi Peran Perawat
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu.
Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan.
a) Elemen Peran
Menurut pendapat Doheny (1982) ada beberapa elemen peran perawat professional antara lain : care giver, client advocate, conselor, educator, collaborator, coordinator change agent, consultant dan interpersonal proses.
1. Client Advocate (Pembela Klien)
Tugas perawat :
a. Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concern) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.
b. Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak klien.
Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien (Disparty, 1998 :140).
Hak-Hak Klien antara lain :
a. Hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya
b. Hak atas informasi tentang penyakitnya
c. Hak atas privacy
d. Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
e. Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan.
Hak-Hak Tenaga Kesehatan antara lain :
a. Hak atas informasi yang benar
b. Hak untuk bekerja sesuai standart
c. Hak untuk mengakhiri hubungan dengan klien
d. Hak untuk menolak tindakan yang kurang cocok
e. Hak atas rahasia pribadi
f. Hak atas balas jasa
2. Conselor
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.
Peran perawat :
1. Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.
2. Perubahan pola interaksi merupakan “Dasar” dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
3. Memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu.
4. Pemecahan masalah di fokuskan pada masalah keperawatan
3. Educator :
Mengajar adalah merujuk kepada aktifitas dimana seseorang guru membantu murid untuk belajar. Belajar adalah sebuah proses interaktif antara guru dengan satu atau banyak pelajar dimana pembelajaran obyek khusus atau keinginan untuk merubah perilaku adalah tujuannya. Inti dari perubahan perilaku selalu didapat dari pengetahuan baru atau ketrampilan secara teknis.
4. care giver sebagai pemberi asuhan keperawatan.
5. chang agent sebagai pembaharu.
6. collaborator sebagai kolaburasi yang bisa bekerja sama dengan tenaga medis yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin,(2006).Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Jakarta: EGC.
Mahfud,Mahmud,(2002), Pengatar Keprofesionalan Keperawatan, Yogyakarta: Tiga Sekawan.
POKDI Neurointervensi & Critical Care Perdossi. Manajemen Peninggian Tekanan Intrakranial dalam ANLS for Doctors. Indonesians Neurological Associations.
Mark S Greenberg. Intracranial Pressure in Handbook of Neurosurgery. 6th ed. Thieme. New York. 2006; 647-663.
David S, Stephen A M, Jennifer A F. Management of Elevated
Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Company Philadelpia
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
Buku kompetensi I. (2006). Pembelajaran Praktik Klinik Keperawatan Kebutuhan Dasar
Manusia, tidak dipublikasikan. Surabaya : STIKES Hang Tuah
Hidayat, AAA. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Buku 2. Jakarta : Salemba Medika
Potter & Perry. (1997). Fundamentals of Nursing 3Th ed. The Art and Science of Nursing
Care. Philadelphia-New York : Lippincott
Langganan:
Postingan (Atom)