BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Systemic
lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES)
adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga
karena adanya perubahan sistem imun (Albar, 2003). SLE termasuk penyakit collagen-vascular
yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal,
kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga
diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari beberapa penyakit collagen-vascular
sering tidak diketahui tetapi sistem imun terlibat sebagai mediator terjadinya
penyakit tersebut (Delafuente, 2002).
Sistemik lupus eritematosus (SLE)
merupakan salah satu penyakit autoimun yang disebabkan oleh disregulasi sistim
imunitas dan secara garis besar dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
endokrin-metabolik, lingkungan dan genetik. Gangguan renal juga terdapat pada sekitar 52%
penderita SLE. Pada sebagian pasien, gangguan awal pada kulit dapat menjadi
prekursor untuk terjadinya gangguan yang bersifat lebih sistemik. Penderita
dengan SLE membutuhkan pengobatan dan perawatan yang tepat dan benar.
Pengobatan pada penderita SLE ditujukan untuk mengatasi gejala dan
induksi remisi serta mempertahankan remisi selama mungkin pada
perkembangan penyakit. Karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi maka
pengobatan didasarkan pada manifestasi yang muncul pada masing-masing individu.
Obat-obat yang umum digunakan pada terapi farmakologis penderita SLE yaitu
NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs), obat-obat antimalaria,
kortikosteroid, dan obat-obat antikanker (imunosupresan) selain itu terdapat
obat-obat yang lain seperti terapi hormon, imunoglobulin intravena, UV A-1
fototerapi, monoklonal antibodi, dan transplantasi sumsum tulang yang masih
menjadi penelitian para ilmuwan. NSAID dapat digunakan untuk SLE ringan. Dosis
yang digunakan harus memadai untuk menimbulkan efek antiinflamasi. Aspirin
dosis rendah dapat digunakan pada pasien dengan sindrom antifosfolipid.
Penggunaan NSAID dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal, hal ini dapat
memperparah terjadinya lupus nefritis
B.
Rumusan
masalah
Sistemik
lupus erythematosus adalah suatu penyakit kulit menahun yang ditandai dengan
peradangan dan pembetukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga,
kulit kepala dan kandung pada bagian tubuh lainnya. Systemic Lupus
Erythematosus (SLE), merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan produksi
antibodi terhadap komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi yang
luas.
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui defenisi sistemik lupus erythematosus.
2. Untuk
mengetahui etiologi dari sistemik lupus erythematosus.
3. Untuk
mengetahui pemeriksaan diagnostik untuk sistemik lupus erythematosus.
4. Untuk
mengetahui penatalaksanaan therapy untuk sistemik lupus erythematosus.
5. Untuk
mengetahui konsep keperawatan sistemik lupus erythematosus.
6. Untuk
mengetahui prognosa dari lupus erythematosus.
7. Untuk
mengetahui tanda dan gejala lupus erythematosus.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
SLE (Sistemisc lupus
erythematosus) adalah penyakti
radang multisistem yang sebabnya belum
diketahui, dengan perjalanan
penyakit yang mungkin
akut dan fulminan atau
kronik remisi dan
eksaserbasi disertai oleh
terdapatnya berbagai macam
autoantibodi dalam tubuh.
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang
disebabkan oleh banyak faktor dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan
disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun
dan produksi
autoantibodi yang berlebihan.
Terbentuknya
autoantibodi terhadap DNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler,
sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan melalui
mekanisme pengaktivan komplemen.
Sistemik lupus erythematosus adalah suatu penyakit kulit menahun yang
ditandai dengan peradangan dan pembetukan jaringan parut yang terjadi pada
wajah, telinga, kulit kepala dan kandung pada bagian tubuh lainnya. SLE adalah penyakit autoimun yang melibatkan
berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai
berat.
B.
Etiologi
a. Faktor
genetik
Mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi
penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang menderita
SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi
daripada saudara kembar non-identik (2-9%). Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan antara lain haplotip MHC
terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal
reaksi pengikatan komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C3, C4, dan C2, serta gen-gen
yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan sitokin (Albar, 2003) . Faktor
genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi
penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative)
yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%)
lebih tinggi daripada saudara kembarn non-identik (2-9%).
b. Faktor
lingkungan
1. Infeksi
Risiko
timbulnya SLE meningkat pada mereka yang lain pernah sakit herpes zoster
(shingles). Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela,
virus yang juga menjadi penyebab dari penyakit cacar air (variscela atau chiken
pox).
2. Antibiotik Hormon
Kurang lebih
dari 90% dari penderita SLE adalah wanita. Perbedaan hormonal antara pria dan
wanita mungkin menjadi latar belakang timbulnya lupus.
3. Sinar
ultraviolet
4. Sters yang
berlebihan
5. Obat-obatan
yang tertentu.
C.
KLASIFIKASI
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus yaitu yang
juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang menyerang kulit.
2. Systemics Lupus yaitu
penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh, seperti kulit,
sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf. Selanjutnya kita
singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).
3. Drug-Induced yaitu penyakit Lupus yang SLE
Eksaserbasi
terjadi karena hormone estrogen meningkat selama kehamilan. Jika terjadi SLE,
maka eksaserbasi meningkat 50-60%. Pada T.III eksaserbasi 50%, T.I & T.II
eksaserbasi 15%, postpartum 20%.
Pengaruh SLE
terhadap kehamilan. Prognosis b’dasarkan remisi sebelum hamil, jika > 6
bulan eksaserbasi 25% dengan prognosis baik, jika < 6 bulan eksaserbasi 50%
dengan prognosis buruk. Abortus meningkat 2-3kali, PE/E, kelahiran prematur,
lupus neonatal.
D.
Tanda dan
Gejala Lupus
1.
Rasa nyeri dan
kekakuan pada sendi yang kemudian dikuti dengan bengkak.
2.
Nyeri otot.
3.
Kelelahan luar
biasa.
4.
Bercak – bercak
pada kulit terutama pada daerah sekitar hidung yang menyerupai bentuk kupu –
kupu.
5.
Anemia atau
masalah pada ginjal.
6.
Nyeri pada dada
pada saat bernafas dalam.
7.
Penderita lebih
sensitif terhadap sinar matahari atau cahaya terang.
8.
Rambut rontok.
9.
adanya antibodi antinuklear.
Selain itu, gejala atau tanda lainnya yang sering ditemukan antara lain penurunan berat badan, demam, dan kelainan tulang seperti pada arthritis.
Selain itu, gejala atau tanda lainnya yang sering ditemukan antara lain penurunan berat badan, demam, dan kelainan tulang seperti pada arthritis.
10. kelainan
imunologik, yaitu ditemukan adanya sel LE positif atau anti DNA positif
E.
WOC (Web Of
Caution)
3
Sendi
Interfalngeal proksimal
|
Pneumonitis lupus
|
Efusi sendi
|
Kompleks imun
pada alveolus
|
Pembekakan
|
Sesak
|
Nyeri
|
Nyeri
|
MK : rasa tidak nyaman (nyeri kronik)
|
MK : Inteleransi
aktivitas
|
Ruam kulit
berbentuk kupu - kupu
|
Eritema dan
purpura
|
Reaksi inflamasi
nyeri
|
Gangguan
Mobilitas
|
MK : Integritas Kulit
|
Keterlibatangen
|
Gen membawa SLE
pada keturunan selanjutnya
|
Faktor pemicu
(mengingat komplemen)
|
Faktor Lingkungan
(sinar ultraviolet)
|
Gangguan kulit
|
Infeksi
|
Obat – obatan
tidak cocok
|
Stres berlebihan
|
Faktor hormonal
|
Hormon proklatin
|
Merangsang
seystem imun
|
Pembentukan
kompleks imun
|
Aktivitas komlemen
|
Obat
– obatan hidration
|
Obat terakumulasi
dalam tubuh
|
Obat berkaitan
dengan komleks anti bodi
|
Imun komleks
|
Perubahan reaksi
Imun (reaksi Hipersensitivitas dan autoimun)
|
Lupus
Eritematosus Sistematik
|
Kulit Angkut
|
Atritis
|
Efusi pleura
|
Kelelahan
|
Faktor genetik
|
Meningkatnya
beban kerja
|
Merangsang System
Imun
|
Pembentukan
komples antibodi
|
Anemia
|
E.
Pemeriksaan
diagnostik
a.
Pemeriksaan
Antibodi Antinuklear
b.
Laju Endap Darah
c.
Pemeriksaan
Urin
d.
Pemeriksaan
Serum
Bercak kemerahan kecil biasanya berhasil diobati dengan krim kortikosteroid. Bercak lebih besar resisten, kadang memerlukan pengobatan selama beberapa bulan dengan kortikosteroid per-oral (ditelan) atau dengan obat imunosupresan seperti digunakan untuk mengobati lupus eritematosus sistemik. Krim steroid yang kuat sebaliknya dioleskan pada bercak kulit sebanyak 1-2 kali/hari. Sampai bercak menghilang jika bercak sudah mulai kurang bisa digunakan krim steroid yang lebih ringan. Salep cortison yang dioleskan pada lesi sering kali dapat memperbaiki keadaan dan memperlambat perkembangan penyakit. Suntikan cortison yang dioleskan pada dalam lesi juga bisa mengobati keadaan ini dan bisanya lebih efektif dari pada salep. Lupus discoid tidak disebabkan oleh malaria, tetapi obat anti malaria ( cloroquine, hydroxcloroquine ) memiliki daya anti peradangan yang ampuh bagi sebagian besar kasus lupus discoid.
F. Penatalaksanaan Therapy
Penatalaksanaan
terapi lupus erythematosus
A.
Penatalaksanaan
Medis
1.
Pengobatan
Sampai sekarang SLE memang belum di
sembuhkan secara sempurna.Meskipun demikian, pengobatan yang tepat dapat
menekan gejala klinis dan komplikasi yang mungkin terjadi. Program pengobatan
yang tepat bersifat sngat individual tergantung gambaran klinis dan perjalanan
penyakitnya. Pada umumnya, penderita SLE yang tidak mengancam nyawa dan tidak
berhubung dengan kerusakan organ vital dapat di terapi secara konservatif.
Bila penyakit ini mengancam nyawa dan
mengenai organ – organ vital, maka dipertimbangkan pemberian terapi Agresif.
Terapi konsevatif maupun agresif sama – sama menggunakan terapi obat yang
digunakan secara tunggal ataupun kombinasi. Terapi konservatif biasanya
menggunakan anti implamasi onstreoid
(indometasin, prednisolon) dosis rendah dan anti malaria (klorokuin).
Terapi Agresif
menggunakan kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresif (Azatioprin,
siklofoshamid) selain itu, penderita SLE perlu di ingatkan untuk selalu
menggunakan krim pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung
bila akan bekerja dibawah sinar matahari karena penderita sangat sensitif
terhadap sinar matahari. Infeksi juga lebih mudah terjadi pada penderita SLE
sehinga penderita dianjurkan mendapat terapi pencegah dengan antibiotika bila
akan menjalani operasi gigi, saluran kencing atau tindakan bedah lainya. Salah
satu bagian dari pengobatan SLE yang tidak boleh terlupakan adalah memberikan
penjelasan kepada penderita mengenai penyakit yang dideritanya, sehingga
penderita dapat bersikap positif terhadap terapi yang akan dijalaninya.
G.
Prognosa
Penderita SLE
diperkirakan mencapai 5 juta orang di seluruh dunia (Yayasan Lupus Indonesia).
Prevalensi pada berbagai populasi berbeda-beda bervariasi antara 3 – 400 orang
per 100.000 penduduk. SLE lebih sering ditemukan pada ras-ras tertentu seperti
bangsa Afrika – Amerika, Cina, dan mungkin juga Filipina. Di Amerika,
prevalensi SLE kira-kira 1 kasus per 2000 populasi dan insiden berkisar 1 kasus
per 10.000 populasi. Prevalensi penderita SLE di Cina adalah 1 :1000 (Isenberg
and Horsfall,1998). Meskipun bangsa Afrika yang hidup di Amerika mempunyai
prevalensi yang tinggi terhadap SLE, penyakit ini ternyata sangat jarang
ditemukan pada orang kulit hitam yang hidup di Afrika. Di Inggris,
SLE mempunyai prevalensi 12 kasus per 100.000 populasi, sedangkan di
Swedia 39 kasus per 100.000 populasi. Di New Zealand, prevalensi penyakit ini
pada Polynesian sebanyak 50 kasus per 100.000 populasi
dan hanya 14,6 kasus per 100.000 populasi pada orang kulit putih. Di Indonesia
sendiri jumlah penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan
sama dengan jumlah penderita SLE di Amerika yaitu 1.500.000 orang (Yayasan
Lupus Indonesia).
H.
Konsep
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.
Anamnesis
riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah,
nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya
hidup serta citra diri pasien.
b.
Kulit
Ruam
eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
c.
Kardiovaskuler
Friction rub
perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
d.
Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku
pada pagi hari.
e.
Sistem integument
Lesi akut
pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal
hidung serta pipi.
Ulkus oral
dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
f.
Sistem
pernafasan
Pleuritis
atau efusi pleura.
g.
Sistem vaskuler
Inflamasi
pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura
di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau
sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
h.
Sistem Renal
Edema dan
hematuria.
i.
Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea
ataupun manifestasi SSP lainnya.
2. Masalah Keperawatan
a.
Nyeri
b.
Keletihan
c.
Gangguan
integritas kulit
d.
Kerusakan mobilitas fisik
e.
Gangguan citra tubuh
3. Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
Tujuan : perbaikan dalam tingkat kennyamanan
Intervensi :
1) Laksanakan sejumlah tindakan yang
memberikan kenyamanan (kompres panas /dingin; masase, perubahan posisi,
istirahat; kasur busa, bantal penyangga, bidai; teknik relaksasi, aktivitas
yang mengalihkan perhatian)
2) Berikan preparat antiinflamasi, analgesik
seperti yang dianjurkan.
3) Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi
kebutuhan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri.
4) Dorong pasien untuk mengutarakan
perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat kronik penyakitnya.
5) Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu
pasien untuk menyadari bahwa rasa nyeri sering membawanya kepada metode terapi
yang belum terbukti manfaatnya.
6) Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan
seseorang yang membawa pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti
manfaatnya.
7) Lakukan penilaian terhadap perubahan
subjektif pada rasa nyeri.
b. Keletihan berhubungan dengan peningkatan
aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi.
Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup
sehari-hari yang diperlukan untuk mengubah.
Intervensi :
1) Beri penjelasan tentang keletihan :
a) hubungan antara aktivitas penyakit dan
keletihan
b) menjelaskan tindakan untuk memberikan
kenyamanan sementara melaksanakannya
c) mengembangkan dan mempertahankan tindakan
rutin unutk tidur (mandi air hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan tidur)
d) menjelaskan pentingnya istirahat untuk
mengurangi stres sistemik, artikuler dan emosional
e) menjelaskan cara mengggunakan
teknik-teknik untuk menghemat tenaga
f) kenali faktor-faktor fisik dan
emosional yang menyebabkan kelelahan.
2) Fasilitasi pengembangan jadwal
aktivitas/istirahat yang tepat.
3) Dorong kepatuhan pasien terhadap program
terapinya.
4) Rujuk dan dorong program kondisioning.
5) Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat
besi dari makanan dan suplemen.
c. Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kelemahan otot, rasa nyeri pada
saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik.
Tujuan : mendapatkan dan mempertahankan mobilitas fungsional yang optimal.
Intervensi :
1) Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan
keterbatasan dalam mobilitas.
2) Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi
okupasi/fisioterapi :
a) Menekankan kisaran gherak pada sendi yang
sakit
b) Meningkatkan pemakaian alat Bantu
c) Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman.
d) Menggunakan postur/pengaturan posisi tubuh yang
tepat.
3) Bantu pasien mengenali rintangan dalam
lingkungannya.
4) Dorong kemandirian dalam mobilitas dan
membantu jika diperlukan.
a) Memberikan waktu yang cukup untuk
melakukan aktivitas
b) Memberikan kesempatan istirahat sesudah
melakukan aktivitas.
c) Menguatkan kembali prinsip perlindungan
sendi
d. Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan
perubahan dan ketergantungan fisaik serta psikologis yang diakibatkan penyakit
kronik.
Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan erubahan fisik serta
psikologik yang ditimbulkan penyakit.
Intervensi :
1) Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur
pengendalian gejala penyakit dan penanganannya.
2) Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan
rasa takut
a) Membantu menilai situasi sekarang dan
menganli masahnya.
b) Membantu menganli mekanisme koping pada
masa lalu.
c) Membantu mengenali mekanisme koping yang
efektif.
e. Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, penumpukan kompleks imun.
Tujuan : pemeliharaan integritas kulit.
Intervensi :
1) Lindungi kulit yang sehat terhadap
kemungkinan maserasi
2) Hilangkan kelembaban dari kulit
3) Jaga dengan cermat terhadap resiko
terjadinya sedera termal akibat penggunaan kompres hangat yang terlalu panas.
4) Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik
dan preparat tabir surya.
5) Kolaborasi pemberian NSAID dan
kortikosteroid.
NURSING CARE PLAN
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1
|
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan proses penyakit
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat
menunjukkan perilaku/teknik untuk meningkatkan penyembuhan, mencegah
komplikasi dengan criteria :
|
Kaji kulit setiap hari. Catat warna,
turgor,sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan.
2. Pertahankan/instruksikan
dalam hygiene kulit, mis, membasuh kemudian mengeringkannya dengan
berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim.
3. Gunting
kuku secara teratur.
4. Tutupi
luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif,
mis, duoderm, sesuai petunjuk.
Kolaborasi
gunakan/berikan obat-obatan topical sesuai indikasi. |
Mmenentukan garis dasar di man perubahan pada status
dapat di bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
2. mempertahankan
kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi
3.
kuku yang
panjang dan kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
4. dapat
mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.
Digunakan
pada perawatan lesi kulit
|
2
|
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien
dapat :
Melaporkan kebersihan
mulut dan timbulnya nafsu makan
|
Kjuji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan
menelan.
2. Berikan
perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari
obat kumur yang mengandung alcohol.
3. Jadwalkan
obat-obatan di antara makan (jika memungkinkan) dan batasi pemasukan cairan
dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi.
4. Dorong
aktivitas fisik sebanyak mungkin.
5. Berikan
fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan saat mendekati
waktu makan.
6.
Dorong
pasien untuk duduk pada waktu makan.
|
lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat
menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien mengolah makanan dan
mengurangi keinginan untuk makan.
2. Mengurangi
ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah, lesi oral, pengeringan
mukosa dan halitosis. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
3. lambung
yang penuh akan akan mengurangi napsu makan dan pemasukan makanan
4. dapat
meningkatkan napsu makan dan perasaan sehat.
5. mengurangi
rasa lelah; meningkatkan ketersediaan energi untuk aktivitas makan.
mempermudah proses menelan dan mengurangi resiko
aspirasi.
7. mengidentifikasi
kebutuhan terhadap suplemen atau alternative metode pemberian makanan.
|
3
|
Nyeri
kronik berhubungan dengan imflamasi / kerusakan jaringan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien
dapat :
Dapat beristirahat dan
mendapatkan pola tidur yang adekuat.
|
Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka
bakar metode pemajanan pada udara terbuka.
2. Pertahankan
suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat.
3. Kaji
keluhan nyeri. Perhatikan lokasi/karakter dan intensitas (skala 0-10).
4. Lakukan
penggantian balutan dan debridemen setelah pasien di beri obat dan/atau pada
hidroterapi
5. Dorong
ekspresi perasaan tentang nyeri.
6. Dorong
penggunaan teknik manajemen stress, contoh relaksasi progresif, napas dalam,
bimbingan imajinasi dan visualisasi.
7. Berikan
aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi.
|
suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan
nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf.
2. pengaturan
suhu dapat hilang karena luka bakar mayor. Sumber panas eksternal perlu untuk
mencegah menggigil..
3. nyeri
hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan
jaringan/kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan
dan debridemen.
4. menurunkan
terjadinya distress fisik dan emosi sehubungan dengan penggantian balutan dan
debridemen.
5. pernyataan
memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
6. memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa control, yang
dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.
7. membantu
mengurangi konsentrasi nyeri yang di alami dan memfokuskan kembali perhatian.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar