ADHD
(Attention Deficit with Hyperactivity
Disorder)
Istilah hiperaktif sudah sangat populer di masyarakat,
terutama orangtua dan guru. Anak dengan ADHD cenderung memiliki kesulitan
mengendalikan aktivitas atau tindakan mereka dalam situasi yang menuntut mereka
duduk tenang. Ketika dituntut untuk tenang, mereka tidak mampu berhenti
bergerak atau berbicara. Tindakan mereka terkadang tampak membahayakan. Attention-Deficit Hyperactivity
Disorder
(ADHD)
adalah gangguan perilaku yang ditandai oleh aktivitas berlebih dan
ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian. Gangguan ini menimbulkan masalah
sosial, dan biasanya merugikan orang lain daripada anak-anak yang menerima
diagnosis ini.
Anak-anak
dengan ADHD dapat memahami tindakan social yang tepat dalam situasi tertentu,
tetapi tidak mampu menterjemahkan pemahamannya ini ke dalam perilaku tepat
dalam interaksi social nyata. Anak-anak dengan gangguan ini biasanya
berperilaku agresif, tidak menyenangkan, dan mengganggu. Oleh karena itu,
biasanya mereka sulit untuk menjalin persahabatan dan bermain dengan
anak-anak seusianya. Anak-anak dengan gangguan ini juga biasanya akan
dijauhi, ditolak, atau diabaikan oleh teman-teman seusia mereka.
|
|
Sekitar 15-30% dari anak-anak dengan ADHD mengalami
kesulitan belajar, dan sekitar separuh dari anak-anak ADHD ditempatkan dalam
program pendidikan khusus karena kesulitan mereka dalam beradaptasi pada
tipikal lingkungan kelas. Gangguan ini biasanya didiagnosis pertama kali ketika
anak berada di sekolah dasar, ketika masalah pemusatan perhatian atau
hiperaktivitas-impulsivitas menghambat anak untuk menyesuaikan diri di sekolah.
Keluhan yang sering muncul dari orangtua atau guru adalah anak tampak tidak dapat
duduk tenang, gelisah, suka bergerak-gerak di kursi, mengganggu kegiatan
anak-anak lain, mudah marah, sering membuat keributan di kelas, melakukan
perilaku yang berbahaya, gagal menangkap instruksi, gagal menyelesaikan tugas, memiliki
kesulitan belajar dan pernah mengulang kelas.
Berdasarkan DSM IV, berikut
adalah criteria diagnostik untuk gangguan ADHD:
A.
1.) Enam atau lebih gejala dari inattention yang telah menetap selama
paling sedikit 6 bulan dan dengan derajat yang maladaptive dan tidak konsisten
dengan tahap perkembangan.
Inattention: Gagal memusatkan perhatian pada detail, careless mistakes, gagal mempertahankan
perhatian pada aktivitas, tidak mendengarkan, sering tidak mengikuti instruksi,
kesulitan mengorganisasikan tugas, mudah terdistraksi, sering lupa, dll.
2.) Enam atau
lebih gejala dari hiperaktivitas dan impulsivitas selama paling sedikit 6 bulan
dan dengan derajat yang maladaptive dan tidak konsisten dengan tahap
perkembangan.
Hiperaktivitas:
gelisah, lari-larian, memanjat-manjat berlebihan, tidak bisa diam, berbicara
berlebihan.
Impulsivitas:
suka menjawab pertanyaan sebelum selesai, tidak sabar menunggu giliran, sering
menginterupsi orang, dll.
B.
Beberapa
hiperaktivitas dan impulsivitas atau gejala inattentive
yang menyebabkan hendaya muncul sebelum usia 7 tahun.
C.
Beberapa
hendaya dari gejala-gejala muncul pada dua atau lebih seting lingkungan
(contoh: di sekolah dan di rumah)
D.
Harus
ada bukti klinis yang jelas dari hendaya fungsi-fungsi sosial, akademis, atau
pekerjaan.
E.
Gejala-gejala
tidak terjadi secara eksklusif selama perkembangan gangguan menetap,
skizofrenia, atau gangguan psikotik lain dan tidak termasuk gangguan mental
lain (gangguan mood, gangguan kecemasan, dll)
DSM
IV juga membagi ADHD menjadi beberapa subtipe gangguan seperti di bawah ini:
- ADHD predominantly inattentive type (enam atau lebih gejala inatensi disertai gejala hiperaktivitas paling sedikit terjadi selama enam bulan).
- ADHD predominantly hyperactive-impulsive type (enam atau lebih gejala hiperaktif-impulsif disertai gejala inatentif paling sedikit terjadi selama enam bulan).
- ADHD combined type (enam atau lebih gejala inatentif dan enam atau lebih gejala hiperaktivitas selama sekurang-kurangnya enam bulan). Tipe ini adalah tipe yang paling banyak dialami oleh anak-anak.
- Individu yang pada tahap awal menderita predominantly inattentive atau predominantly hyperactive dapat berkembang menjadi combined type, dan sebaliknya.
- Penampakan bervariasi tergantung pada usia dan tahap perkembangan.
- Biasanya pada anak penderita ADHD skor IQ nya lebih rendah.
Dalam gangguan yang parah gangguan sangat menjadi
hendaya, mempengaruhi penyesuaian sosial, familial dan skolastik. Gerak yang
berlebihan pada anak akan hilang bersama kematangan usia, dan gejala
hiperaktivitas akan berbentuk keresahan atau kegelisahan dalam diri.
Prevalensi ADHD sulit untuk dipastikan karena berbagai
definisi dari gangguan dari waktu ke waktu dan perbedaan sampel populasi.
Berdasarkan consensus bahwa ada sekitar 3-5% dari anak-anak di seluruh dunia
mengalami ADHD (DSM IV, 1994). Diyakini bahwa gangguan ini lebih umum dialami
oleh anak laki-laki disbanding anak perempuan.
PERSPEKTIF
TEORITIS/PENYEBAB
Penyebab
ADHD belum diketahui secara pasti, namun para peneliti menyatakan ada dua
faktor yang mempengaruhi gangguan ini, yaitu factor biologis dan factor
psikologis.
1.
Faktor
Biologis.
·
Genetik.
Penelitian menyatakan bahwa
predisposisi genetic memegang peran dalam gangguan ADHD. Orangtua yang mengalami ADHD,
besar kemungkinan anaknya akan mengalami gangguan yang sama.
·
Kurang aktifnya korteks
otak besar bagian depan.
Ada
juga peneliti lain yang menemukan bahwa ada bagian otak yang dapat mempengaruhi
ADHD, yaitu kurang aktifnya otak bagian depan dari korteks otak besar, dimana
bagian otak ini bertanggung jawab untuk menghambat impuls/dorongan dan
mempertahankan kendali diri (self control).
·
Abnormalitas ringan.
Studi
EEG dan MRI (tes neuropsikologis) menunjukkan adanya abnormalitas ringan di
area otak yang mengatur perhatian, keterangsangan, kontrol perilaku gerakan, dan komunikasi antara
hemisfer kiri dan kanan.
·
Racun lingkungan.
Teori
populer mengenai ADHD mencakup peran pengaruh racun dari lingkungan dalam
mengembangkan gangguan ini. Nikotin diketahui sebagai salah satu racun
lingkungan yang berpengaruh pada janin. ADHD lebih banyak terjadi pada
anak-anak yang ibunya merokok selama kehamilan daripada yang tidak. Merokok
pada masa kehamilan dapat menyebabkan kerusakan otak selama perkembangan
prenatal. Selain itu, berdasarkan studi pada hewan mengindikasikan bahwa
eksposur kronis terhadap nikotin meningkatkan pelepasan dopamine di otak yang
menyebabkan hiperaktivitas (Fung & Lao, 1989; Johns et al. 1982)
·
Faktor perinatal dan
prenatal,
seperti
berat lahir rendah, komplikasi saat kelahiran, berbagai zat yang dikonsumsi ibu
(tembakau dan alkohol).
2.
Faktor Psikologis
|
·
Faktor Lingkungan. Psikoanalis anak, Bruno
Bettelheim (1973) menyatakan bahwa hiperaktivitas berkembang ketika suatu
predisposisi terhadap gangguan terkombinasikan dengan pola asuh orangtua yang
otoritarian. Jika seorang anak dengan disposisi aktivitas yang berlebihan dan
mood yang sulit dikendalikan ditekan oleh orangtua yang tidak sabar dan penuh
penolakan, anak menjadi tidak mampu mengatasi tuntutan
|
orangtua
untuk patuh. Sejalan dengan itu, orangtua pun menjadi semakin negatif dan
hubungan orangtua-anak pun menjadi lebih buruk. Faktor lingkungan lain juga
diduga memiliki peranan dalam gangguan ini, namun juga belum dapat diketahui
secara pasti. Beberapa peneliti masih mencoba meneliti beberapa faktor
lingkungan, seperti tingginya konflik dalam keluarga, stres emosional selama
kehamilan.
·
Faktor Belajar. Hiperaktivitas dapat
merupakan peniruan perilaku atau modeling
dari orangtua dan saudara kandung.
PENANGANAN
ADHD biasanya ditangani dengan
memberikan obat-obatan dan metode behavioral
yang berdasarkan operant conditioning.
Terapi Obat.
Obat-obatan stimulant,
khususnya Ritalin (metylphenidate)
telah menjadi resep yang diberikan psikiater sejak awal tahun 1960an.
Obat-obatan stimulan ini dapat menenangkan, meningkatkan rentang perhatian
anak-anak ADHD, mengurangi impulsivitas, hiperaktivitas, perilaku mengganggu
dan agresi. Pemberian obat ini biasanya berlanjut hingga masa remaja atau
bahkan dewasa. Di sisi lain, penggunaan stimulan menimbulkan efek samping,
yaitu tingginya tingkat kambuh jika anak berhenti menggunakan, hilangnya nafsu
makan, sulit tidur, memperlambat perkembangan fisik, dan terjadinya
penyalahgunaan Ritalin.
Walaupun
obat memiliki kelebihan seperti yang disebutkan di atas, namun obat tidak mampu
mengajarkan keterampilan baru pada anak-anak ADHD. Oleh karena itu, perlu
penanganan dengan pendekatan yang lain.
Kognitif-Behavioral.
1.
Selain
medikasi, penanganan yang dinilai efektif terhadap ADHD mencakup training
orangtua dan perubahan dalam manajemen kelas, menggunakan prinsip operant conditioning. Penanganan dengan
pendekatan ini dilakukan dengan modifikasi perilaku yang biasanya dilakukan
dengan penggunaan reinforcement. Program
ini telah menunjukkan paling tidak keberhasilan jangka pendek dalam
meningkatkan baik perilaku social dan akademik anak. Dalam penanganan ini,
perilaku anak pada saat di sekolah maupun di rumah dimonitor dan diberikan
penguatan atau reinforcement untuk
perilaku yang tepat. Sebagai contoh, bila anak dapat duduk tenang di kursi dan
mengerjakan tugas yang diberikan, anak diberikan reinforcement. Misal, pemberian bintang, sticker, atau poin
jika anak dapat duduk diam dan tenang selama mengerjakan satu tugas. Bintang,
sticker, atau poin dapat ditukar dengan hadiah pada akhirnya. (Catatan: guru
dan orangtua diajarkan untuk menggunakan reinforcement dengan lebih tepat). Focus
untuk penanganan ini adalah lebih pada meningkatkan pengerjaan tugas akademis
anak, penyelesaian tugas di rumah, mempelajari keterampilan social yang
spesifik daripada untuk mengurangi tanda hiperaktivitas anak.
2.
Pelatihan
bagi para guru. Tujuan dari pelatihan ini adalah agar para guru memahami
kebutuhan dari anak-anak dengan gangguan ini dan dapat menerapkan teknik-teknik
operan di kelas. Penelitian menunjukkan bahwa struktur kelas tertentu dapat
berdampak positif pada anak dengan ADHD. Misalnya, dimana guru dapat
memvariasikan format materi dan presentasi, tugas-tugas diberikan dalam bentuk
singkat, memberikan feedback dengan segera, sediakan waktu luang untuk physical exercise, dll. Para guru juga
dapat diminta untuk membuat laporan kepada orangtua mengenai perilaku anak di
sekolah. Kemudian, orangtua akan menindaklanjuti dengan hadiah dan konsekuensi
di rumah. Perubahan lingkungan didesain untuk mengakomodasi keterbatasan yang
dimiliki anak-anak dengan gangguan ini, daripada mengubah gangguan ini sendiri.
REFERENSI
Weiner.I.B
(1982). Child and adolescent psychopathology, Singapore: John Wiley & Sons
Davison.G.C,
Neale.J.M, Kring.A.M. (2004), 9th edition, USA: John Wiley
& Sons
Diagnostic
and Statistical Manual IV, APA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar