ASUHAN KEPERAWATAN PADA PX DENGAN
DX CEDERA MEDULA SPINALIS
A.
KONSEP DASAR
- Pengertian
Cedera
Medula Spinalis adalah cacat fisik dalam kelompok berbeda tergantung pada latar
belakang usia, auritan, jenis kelamin, dan ras
atau etnik. Lebih dari sati setengah semua cedera baru mengenai spinal
servikal, cedera vertebral torakal bertanggung jawab lebih dari sepertiga dari
semua cedera baru, dan cedera lumbal sakral merupakan sisanya. (Keperawatan
Kritis, 1996)
- Mekanisme Cedera
·
Jika Medula Spinalis mengalami cedera karena kecelakaan, bisa terjadi
kerusakan fungsi yang mengalami cedera (www.Medicastore.com)
·
Penyebab cedera ini terutama karena terjatuh dan cedera olah raga.
Kecelakaan pada olah raga kontak dan menyelam merupakan penyebab utama
tetraplegia (patofisiologi, 1994)
Cedera Medula Spinalis
dapat dibedakan menjadi beberapa bagian :
·
Cedera Servikal
Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4, otot
trapezius, sternomastoid dan otot plastima masih berfungsi. Otot diafragma dan
otot interkostal mengalami paralisis dan tidak ada gerakan volunter (baik
secara fisik maupun fungsional) di bawah transeksi spinal tersebut. Kehilangan
sensori pada tingkat C1 melalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga dan
beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori diilustrasikan oleh diagram dermatom
tubuh.
Lesi C5
Bila segmen C5 medula spinalis
mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak sekunder terhadap edema pascatrauma
akut. Paralisis intestinal dan dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi
pernapasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi ke arah luar sebagai akibat dari
kerusakan pada otot supraspinosus dan otot infraspinosus. Bahu dapat diangkat
karena tidak ada kerja penghambat dari levator skapula dan otot trapezius.
Setelah fase akut, refleks di bawah tingkat lesi menjadi berlebihan. Sensasi
ada pada daerah leher dan triangular anterior dari daerah lengan atas.
Lesi C6
Pada lesi segmen C6, distres
pernapasan dapat terjadi karena paralisis instestinal dan edema asenden dari
medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi dan lengan bawah
fleksi. Ini karena aktivitas tak terhambat dari deltoid, bisep, dan otot
brakhioradialis. Pemulihan fungsi dari trisep tergantung pada perbaikan posisi
lengan (lengan bawah ekstensi, lengan abduksi). Sensasi tetap pada aspek
lateral dari lengan dan aspek dorsolateral dari lengan bawah.
Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma
dan aksesori untuk mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ektremitas atas
mengambil posisi yang sama seperti pada lesi C6.
Lesi C8
Posisi abnormal dari ekstremitas
atas tidak terjadi pada lesi C8 karena adduktor dan rotator internal mampu
meniadakan antagonis.
·
Cedera Torakal
Lesi T1-T5
Lesi pada region T1-T5 dapat
menyebabkan pernapasan dengan diafragmatik. Fungsi inspirasi paru-paru
meningkat sesuai tingkat penurunan, lesi pada toraks. Hipotensi postural
biasanya muncil. Timbul paralisis parsial dari otot adduktor pollici,
interoseus, dan otot lumbrikal tangan, seperti kehilangan sensori sentuhan,
nyeri dan suhu.
Lesi T6-T12
Lesi pada tingkat T6 menghilangkan
semua refleks abdomen. Dari tingkat T6 ke bawah, segmen-segmen individual
berfungsi, dan pada tingkat T12, semua refleks abdominal ada.
Bagian
atas kehilangan sensori pada lesi torakal adalah :
T2 Seluruh tubuh sampai atas dalam dari
lengan atas
T3 Aksila
T5 Putting susu
T6 Prosesus xifoid
T7, T8 Margin kostal bawah
T10 Umbilikus
T12 Lipat paha
Fungsi usus dan kandung kemih
dapat kembali dengan refleks otomatisme.
·
Cedera Lumbal
Lesi L1-L5
Kehilangan sensori meliputi lesi
pada L1-L5 yaitu :
L1 Semua
are ekstremitas bawah, menyebar sampai lipat paha dan bagian belakang dari
bokong
L2 Ekstremitas
bagian bawah, kecuali sepertiga atas aspek anterior paha
L3 Ekstremitas
bagian bawah dan daerah sadel
L4 Sama
dengan pada lesi L3, kecuali aspek anterior paha
L5 Aspek
luar kaki dan pergelangan kaki serta ekstremitas bawah dan area sadel.
·
Cedera Sakral
Lesi S1-S6
Pada lesi yang mengenai S1-S5,
mungkin terdapat beberapa perubahan posisi dari telapak kaki. Dari S3 sampai
S5, tidak terdapat paralisis dari otot kaki. Kehilangan sensasi meliputi area
sadel, skrotum, dan glens penis, perineum, area anal, dan sepertiga atas aspek
posterior paha.
- Etiologi
Penyebab cedera Medula
Spinalis antara lain :
· Kecelakaan mobil
· Cedera karena jatuh
· Cedera olah raga
-
FrakturPerubahan posisi vertebraPerdarahan atau edema
Adanya trauma
Cedera pada vertebrata
Cedera medula spinalis
Cedera medula sekunder cedera
medula primer
|
Kolumna vertebralis yang tidak stabil
Gerakan cedera medula
spinalis terhadap
fragmen terjadi secara
terus menerus
Menekan medula spinalis
Cedera medula spinalis
sekunder
|
Hipoksia diikuti odema
Merangsang pelepasan
katekolamin yang
Menyokong darah dan
nekrosis
Terjadinya disfungsi
medula spinalis lebih lanjut
cedera medula spinalis
primer
- Manifestasi Klinis
A.
Kecelakaan otomobil, terjatuh, olah raga, kecelakaan industri, tertembak
peluru, dan luka tusuk dapat menyebabkan cedera medula spinalis, sebagian besar
pada Medula Spinalis Servikal bawah (C4-C7, T1), dan sambungan torakolumbal (T11-T12, L1).
Medula Spinalis Torzikal jarang terkena.
B.
Faktor-faktor yang membedakan
cedera Medula Spinalis dari cedera Krunio Serebral adalah :
- Konsentrasi yang tinggi dari traktus dan pusat saraf yang penting dalam suatu struktur yang diameternya relatif kecil
- Posisi Medula Spinalis dalam kolumna vertebralis
- Kanalis vertebralis yang paling sempit
- Adanya osteofit
- Variasi suplai pembuluh darah
C.
Efek pada jaringan saraf paling
penting pada cedera Medula Spinalis. Ada 4 Mekanisme yang mendasari :
- Kompresi olah tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma, kerusakan paling berat disebabkan oleh kompresi tulang kompresi dari fragmen korpus vertebra yang tergeser ke belakang dan cedera hipertensi
- Tarikan/regangan jaringan-jaringan : regangan yang berlebihan yang menyebabkan gangguan jaringan biasanya setelah hiperfleksi. Toleransi regangan pada medula spinalis menurun sesuai usia yang meningkat
- Edema Medula Spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguan sirkulasi kapiler lebih lanjut serta aliran balik vena, yang menyertai cedera primer
- Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau struktur lain pada sistem arteri spinalis posterior/anterior
- Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan neurologis lengkap
secara teliti segera setelah pasien tiba di rumah sakit
B. Pemeriksaan tulang belakang :
deformitas, pembengkakan, nyeri tekan, G3 Gerakan (terutama leher), jangan
banyak manipulasi tulang belakang
C. Pemeriksaan radiologis : foto
poros vertebra AP dan lateral pada servikal perlukan proyeksi khusus mulut
terbuka (odontoid). Bila hasil meragukan, lakukan CT Scan. Bila terdapat
defisit neurologis, harus dilakukan MRI atau CT mielografi.
- Penatalaksanaan
1. Lakukan tindakan segera pada
cedera Medula Spinalis. Tujuannya adalah mencegah kerusakan leih lanjut pada
Medula Spinalis. Sebagian cedera Medula Spinalis diperburuk oleh penanganan
yang kurang tepat, efek hipotensi atau hipoksi pada jaringan saraf yang sudah
terganggu.
2. Penawaran khusus
a. Komosia Medula Spinalis : fraktur
atau dislokasi tidak stabil harus disingkirkan, jika pemulihan sempurna
pengobatan tidak diperlukan.
b. Kontusio/transeksi/kompresi medula
spinalis
· Metil prednisolon 30 mg/KGBB golus
intravena selama 15 menit dilanjutkan dengan 5-4 mg/kgBB/jam, 45 menit. Setelah
golus, selama 23 jam. Hasil optimal bila pemberian dilakukan < 8 jam onget
· Tambahan prokilaksis stress ulkus
: antasid/antagonis H2
3. Tindakan operasi diindikasikan
pada :
·
Reduksi terbentuk pada dislokasi
·
Fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis
·
Cedera terbuka dengan benda asing/tulang dalam kanalis spinalis
·
Lesi parsial medula spinalis dengan hematomielia yang progresif
4. Perawatan umum
- Perawatan vesika dan fungsi defekasi
- Perawatan kulit/dekubitus
- Nutrisi yang adekuat
- Kontrol nyeri : analgenik, obat antiflamasi non steroid (OAINS), anti konvulsan, kodein, dll
5. Fisioterapi, tetapi vakasional dan
psikoterapi sangat penting terutama pada pasien yang mengalami sekuele
neurologis berat dan permanen
- Pontensial Komplikasi
Hentinapas
Syik spinal
Transeksi flaksid di
bawah tingkat cedera
Kehilangan refleks di
bawah tingkat cedera
Kehilangan atau
prosiosepsi, sensasi seperti sentuh, suhu dan tekanan di bawah tingkat cedera
Kehilangan sensasi
viseral dan somatik
Kehilangan kemampuan
unutk berkeringat di bawah tingkat cedera
Penurunan tekanan darah
Retensi urine
Paralitik ileus
Disfungsi usus
Kemungkinan psiapisme
Disfungsi kandung
kemih
Infeksi saluran
perkemihan
Disrefleksia autonomi
Disfungsi seksual
Malnutrisi : akut atau
kronis
Dekubitus
Kontraktur, anki losis
Spasme
Kaki jatuh, pergelangan
jatuh
Perubahan perilaku
Ansietas
Reaksi berduka
Depresi akut
B. ASUHAN KEPERAWATAN
I.
Pengkajian
1.Identitas
Nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku/bangsa, bahasa, dll.
2.Keluhan Utama
Kehilangan kekuatan,
gerakan, dan sensasi dari ektremitas di bawah tingkat cedera.
3.Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan pada pasien
kapan mulai terjadinya kelainan, faktor apa yang memperberat penyakitnya,
seberapa paruh tingkat penyakit yang dirasakan/skala sakitnya.
4.Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada pasien apa
pernah mengalami trauma.
5.Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah anggota
keluarga/generasi sebelumnya yang mengalami penyakit ini.
6.Hasil Pemeriksaan Fisik
- Paraparesis spatik dengan tonus
otot yang meningkat, refleks meningkat dan tanda piramidal (tidak ada satupun
dan tanda-tanda yang penting)
- Gangguan sensorik di bawah batas
atas dari trunkus
- Adanya atrofi otot (spinal)
(kadang-kadang juga terdapat fasikularis), lebih sering padalesi intramedular
dari pada lesi ekstramedular.
- Saraf-saraf kranialis masih utuh, kadang-kadang
ekstremitas atas juga utuh.
- Pola eliminasi
Biasanya pada pasien
ini terjadi inkontinensia defekasi dan berkemih. Retensi urine, distensi
abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emeis berwarna seperti
kopi-tanah/hematemesis
- Pola aktivitas/istirahat
Pada pasien ini
terjadi kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal) pada/di bawah
lesi
Kelemahan
umum/kelemahan otot
- Personal hygiene
Pasien sangat
tergantung kepada orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari (bervariasi)
7.Riwayat Psikososial-Spiritual
·
Stress, cemas, akibat adaptasi di lingkungan RS
·
Kaji hubungan pasien dengan keluarga, pasien dengan orang lain
·
Kaji kehidupan beragamanya
II.
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan pola
pernapasan yang berhubungan dengan
cedera neurogenik atau traumatik
2. Trauma, resiko tinggi terhadap
(cedera spinal tambahan)
3. Mobilitas fisik, kerusakan
III.
Intervensi
1. Diagnosa I : ketidakefektifan pola
pernapasan yang berhubungan dengan cedera neurogenik atau traumatik
Tujuan :
mempertahankan ventilasi adekuat
Kriteria hasil :
pasien memperlihatkan pola pernapasan yang efektif
Intervensi :
1. Kaji fungsi pernapasan dengan
menginstruksikan pasien untuk melakukan napas dalam
R/o : mempertahankan
kepatenan jalan napas
2. Auskultasi suara napas catat
bagian-bagian paru yang bunyinya menurun atau tidak ada atau adanya suara napas
adventisios (ronki, mengi, krekels)
R/o
: hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi/atelektasis atau
pneumonia (komplikasi yang sering terjadi)
2. Diagnosa II : trauma, risiko
tinggi terhadap cedera spinali tambahan
Tujuan
: mempertahankan kesejajaran yang tepat tanpa cedera medula spinalis lanjut
Kriteria
Hasil :
-
Pasien bebas dari cedera
-
Tidak memperlihatkan tanda cedera fisik
Intervensi :
1. Periksa alat traksi skeleta untuk
meyakinkan bahwa kerangkanya aman, katrolnya lurus pemberat tergantung bebas
R/o
: sangat diperlukan untuk pemeliharaan traksi untuk reduksi dan stabilisasi
dari kolumna vetebra dan mencegah trauma saraf spinal
2. Tinggikan bagian atas dari
kerangka traksi atau tempat tidur, jika diperlukan
R/o
: membuat keseimbngan untuk mempertahankan posisi pasien dan tarikan traksi
3. Diagnosa III : mobilitas fisik, kerusakan
Tujuan
: meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit/kompensasi
Kriteria hasil : pasien memperlihatkan tingkat mobilitas yang optimal
sesuai dengan ketidakmampuan fisik
Intervensi :
- Bantu/lakukan latihan rom pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut
R/o : meningkatkan sirkulasi, mempertahankan
tonus otot dan mobilisasi sendi, meningkatkan mobilisasi sendi dan mencegah
kontraktur dan atrofi otot
- Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
R/o : mengurangi ketegangan otot/kelelahan dapat membantu mengurangi
nyeri, spasme otot, spastisitas/kejang
- Kaji rasa nyeri, kemerahan, bengkak, ketegangan otot jari
R/o
: agar tidak terjadi gangguan sirkulasi perifer, mobilisasi dan kelumpuhan
flaksial
IV.
Evaluasi
1.
Apakah pasien mampu bernapas
dengan efektif ?
2.
Apakah trauma yang dialami
pasien sudah bisa teratasi ?
3.
Apakah pasien mampu melakukan mobilitas
fisik ?
DAFTAR PUSTAKA
·
Martin Tucker, Susan. 1993.
Standar Perawatan Pasien Edisi V, Volume 3. Jakarta : EGC.
·
Doenges, Marilynn E. 2002.
Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
·
Mumenthaler, Mark. 1987.
Neurologi Jilid 1. Jakarta : Binapura Aksara.
·
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
·
www.medicastrore.com
kurang sip
BalasHapus