ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN REUMATOID ARTRITIS (AR)
A. KONSEP DASAR
I. DEFINISI
·
Artritis
reumatoid adalah merupakan suatu penyakit inflamasi
sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poli artritis yang
progresif, akan tetapi penyakit itu juga melibatkan seluruh organ tubuh.
(ILMU PENYAKIT DALAM, edisi ketiga jilid I hal. 62 – 70.
RASYAH, H. M. ADNAN).
·
Artritis
Reumatoid adalah penyakit jaringan penyambung sistemik
dan kronis dikarakteristikan oleh inflamasi dari membran sinowal dari sendi
diartrol dial.
(AR) dicirikan oleh periode remisi dan eksaserbasi. Pada
eksaserbasi berulang, kartilago artikuler akhirnya rusak dan digantikan oleh
jaringan fibrosa.
(RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, volume 2. EGC
Tahun 1994. BARBARA ENGRAM. HAL 300)
·
ARTRITIS REUMATOID adalah
gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah
satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh
imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya (Patofisiologi, Edisi 4 Buku II
EGC. 1994. SILVIA A. PRICE, LORRING, W. WILSON.
Hal. 1225).
II. ETIOLOGI
Walaupun belum dapat dipastikan
sebagai penyebab, faktor genetik, hormonal, infeksi dan head shock protein
telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini.
§ Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan, telah lama diduga
berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya
hubungan antara produk kompleks tustokompatibilitas utama kelas II, khususnya
HLA – DR4 dengan AR seropositif. Karena adanya temuan terhadap
antigen tustokompatibilitas spesifik (HLA) pada anggota keluarga.
§ Kecendurungan wanita untuk menderita AR dan serig dijumpai pada
wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan
hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.
§ Karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak menghasilkan
perbaikan sebagaimana yang diharapkan.
§ Infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan faktor infeksi
sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya omset penyakit ini terjadi
secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang
mencolok. Agen infeksius yang diduga merupakan penyabab AR antara lain adalah
bakteri mikoplasma atau virus.
§ Heat Shock Protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang
(60 sampai 90 Kda) yang dibentuk oleh sel selruuh spesiec sebagai respon
terhadap stress.
III.
PATOFISIOLOGI
IV. KLASIFIKASI DAN KRITERIA DIAGNOSTIK ARTRITIS REUMATOID
Pada tahun 1987 ARA (Amaerican
Rheumatism Association) telah mempublikasikan susunan kriteria klasifikasi
Reumatoid Artritis dalam format tradisional yang baru.
Diagnosis tidak hanya bersandar pada
suatu karakteristik, tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi dari sekolmpok tanda
dan gejala.
§ Karakteristik diagnostik adalah sebagai berikut :
1.
Kekakuan pagi hari (Sekurangnya
satu jam)
2.
Artritis pada tiga atau lebih
sendi
3.
Artriitis sendi-sendi jari-jari
tangan
4.
Artritis yang simetris.
5.
Nodula Reumatoid
6.
Faktor Reumatoid dalam serum.
7.
Perubahan-perubahan radiologik
(Erosi atau dekalsifikasi tulang).
§ Definisi Karakteristik tersebut sebagai berikut :
1.
Kekakuan pada pagi hari pada
persendian dan disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan
maksimal.
2.
Pembengkakan jaringan lunak
atau persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada
sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang
dokter.
Dalam
kriteria ini terdapat 14 persendian yang memnuhi kriteria yaitu PIP, MCP,
pergelangan, siku, pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan.
3.
Sekurang-kurangnya terjadi
pembengkakan satu persendian tangan seperti yangtertera diatas.
4.
Keterlibatan sendi yang sama.
Seperti yang tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi (keterlibatan PIP,
MCP, atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat
simetris).
5.
Nodul subkutan pada penonjolan
tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta-artikular yang diobservasi
oleh seorang dokter.
6.
Terdapatnya titer abnormal
faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif
kurang dari 5 % kelompok kontrol yang diperiksa.
7.
Perubahangambaran radiologis
yang radiologis khas bagi artritis reumatoid pada pemeriksaan sinar x tangan
posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi
atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan
dengan sendi (perubahan akibat osteo artritis saja tidak memnuhi persaratan.
V. MANIFESTASI
KLINIS
Adanya beberapa gambaran klinis yang
lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak
harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini
memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.
1.
Gejala-gejala konstitusional,
misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan
dapat demikian hebatnya.
2.
Poliartritis simetris terutama
pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi ditangan, namun biasanya tidak
melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial
dapat terserang.
3.
Kekakuan dipagi hari selama
lebih dari 1 jam : dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang
sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteo artritis,
yang biasanya hanya berlangsung selama beebrapa menit dan selalu kurang dari
satu jam.
4.
Artritis erosif merupakan ciri
khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik
mengakibatkan erosi ditepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.
5.
Deformitas : kerusakan dari
struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau
deviasi jari, subluksasi sendi metakarpotalangel, deformitas boutannlere dan
leher angsa adalah beberapa detormitas tangan yang sering dijumpai pada
penderita.
6.
Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang
ditemukan pada sekitar 1/3 orang dewasa. Lokasi yang paling sering dari
detormitas itu adalah bursa olekranon (Sendi siku) atau disepanjang permukaan
ekstensor dari lengan.
7.
Manifestasi ekstra–artikular,
artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Jantung
(perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata dan pembulu darah dapat rusak.
VI. DIAGNOSTIK
TEST
§ Pemeriksaan laboratorium terdapat :
- Auto antibodi
Suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi
terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1 : 160 biasanya
dikaitkandengan nodula reumatoid. Penyakit yang berat, vaskulitis dan prognosis
yang buruk.
- LED (Laju Endap Darah)
Suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik.
Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm / jam atau lebih tinggi).
Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktivitas
penyakit.
- Protein C – reaktif biasanya positif.
- Leukosit normal atau meningkat sedikit.
- Anemia normalistik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
- Trombosit meningkat.
- Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
·
Pemeriksaan sinar x dari sendi
yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan
osteoporosis dari tulang yang berdekatan berkembang menjadi formasi kista
tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
·
Scan radio nuklida :
identifikasi peradangan sinovium.
·
Pemeriksaan artroskopi langsung
: Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas / degenerasi tulang pada
sendi.
·
Pemeriksaan aspirasi cairan
sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal = buram,
berkabut, munculnya warna kuning.
·
Pemeriksaan Biopsi membran
sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
·
Arthrography : akan memberikan
visualisasi radiografi setelah udara dan media kontras dimasukkan ke sendi, hal
ini berguna untuk melihat ligament (ikatan sendi) dan kartilago (tulang rawan)
yang tidak bias tervisualisasikan dengan menggunakan sinar x saja.
·
Myelography : Ini digunakan
untuk mengevaluasi kerusakan jaringan chorda spinalis dan ujung-ujung syaraf.
Tes ini mencakup pemeriksaan huroskopi ruangan subarachnoid setelah dilakukan
injection dan media kontra.
VII.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dariprogram pengobatan adalah sebagai
berikut :
1.
Untuk menghilangkan nyeri dan
peradangan.
2.
Untuk mempertahankan fungsi
sendi dan kemampuan maksimal dari penderita.
3.
Untuk mencegah dan / atau
memperbaiki detormitas yang terjadi pada sendi.
Ada sejumlah cara
penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan ini :
Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan temoterapi, gizi dan obat-obatan.
Langkah-Langkah
1.
Pendidikan yang cukuop tentang
penyakit kepada penderita, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan
penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi,
penyebab dan prognosis ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk
rejimen obat yang komplek.
2.
Istirahat adalah penting karena
artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah
tersebut dapat saja timbul setiap hari. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat
meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti bahwa penderita dapat mudah
terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri.
Metode-metode untuk mengurangi nyeri malam hari harus
diajarkan, misalnya dengan pemberian obat anti radang kerja lama dan analgesik.
3.
Latihan-latihan spesifik dapat
bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi, sendi yang sakit sedikitnya dua
kali sehari. Obat-obatan untuk menghilangkan nyeri mungkin perlu diberikan
sebelum memulai latihan. Kompres panas sendi-sendi yang sakit dan bengkak
mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur dan
mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan dirumah. latihan dan terapi
panas ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan
latihan khusus, seperti ahli terapi atau terapi kerja.
4.
Alat-alat pembantu danadaptif
mungkin diperlukan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
5.
Penderita difritis reumatoid
tidak memerlukan diit khusus. Data sejumlah cara pemberian diit dengan variasi
yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya . Sejumlah
obat yang dipakai untuk megobati penyakit ini dapat menyebabkan rasa tidak enak
pada lambung dan mengurangi nutrisi yang diperlukan. Mempertahankan berat badan
pada batas-batas yang sewajarnya adalah penting. Bertambahnya berat badan dapat
menambah tekanan pada sendi panggul, lutut, dan sendi-sendi pada kaki.
6.
Pemberian obat adalah bagian
yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit ini. Obat-obatan
dipakai utnuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah
perjalanan penyakit. Cara-cara pengobatan seperti kompres panas atau latihan
fisik dapat dipakai untuk menghilangkan nyeri. Pemberian obat yang utama pada artritis
reumatoid adalah dengan obat-obatan anti inflamasi non steroid (AINS). Kelompok
obat ini mengurangi peradangan dengan menghalangi proses produksi mediator
peradangan. Tepatnya, obat-obat ini menghambat sintetase prostaglandin atau
siklo-oksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemaksistemik endogen, yaitu
asam arakidonal menjadi prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan
radikal-radikal oksigen, Tujuan pengobatan dengan obat-obatan yang bekerjaa
lambat ini adalah untuk mengendalikan manifestasi klinis dan menghentikan atau
memperlambat kemajuan penyakit.
- Sedikitnya ada 4 indikasi untuk pemakaian kortikosteroid :
1.
Peradangan diredakan dengan
mengambatpembentukan prostaglandin.
2.
Inhibisi kemotaksis dan
fagositosis lekosit dan monosit, stabilisasi enzim-enzim lisosomal.
3.
Pencegahan perubahan pada
membran kapiler.
4.
Penekanan imunitas ditimbulkan
dengan mengurangi proses antigen dari sel-sel refikulo endotelial atau monosit
makrofag, serta perubahan fungsi limfosit.
VIII. KOMPLIKASI
1.
Sindrom sjogrens
2.
Neuropati
3.
Anemia, leukopenia
(Carpenito Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan
dan Dokumentasi Keperawatan / Edisi 2. Jakarta
: EGC)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
I.
PENGKAJIAN
a.
Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat,
dll.
b.
Keluhan Utama
Pada pasien dengan artritis reumatoid, mengeluh nyeri
sendi dan nyeri tekan disertai dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak
sekitar sendi.
c.
Riwayat Penyakit Sekarang
§ P : Provokatif (Sebab Masalah)
Apakah yang menyebabkan klien merasa nyeri pada sendi yang
disertai dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak.
§ Q : Quality (Kualitas, kuantitas masalah)
Kaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien, apakah
nyeri yang dirasakan :
Ringan : 0 – 3
Sedang : 3 – 7
Berat : 7 – 10
Dan apakah selama aktivitas daat melakuakn
kesehariannya.
§ R : Reagent (Tempat, area yang dirasakan )
Tanyakan pada pasien, apakah dapat menunjukkan letak
lokasi nyeri yang dirasakan ?
§ S : Sifikti & Skill (Usaha yang dilakukan)
Tanyakan usaha apakah yang telah dilakukan oleh pasien untuk
mengatasi nyeri ?
§ T : Time (Waktu)
Berapa lama rasa nyeri yang dialami pasien biasanya ?
(Obat dapat menuntaskan penyakitnya / rasa nyeri hanya
dalam jangka waktu sementara)
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan kepada pasien, apakah mempunyai riwayat penyakit
infeksi lain ? atau gangguan sistem normonal yang berhubungan dengan faktor
genetika / keturunan ?
e.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada pasien, apakah ada keluarga yang menderita
penyakit “AR” ? atau penyakit turunan lainnya misalnya DM, HT, atau Riwayat
penyakit keluarga lain yang berhubungan dengan penggunaan makanan, vitamin,
riwayat perikarditis lesi katup, dll ?
f.
Pengkajian Psikososial – Spiritual
a.
Psikologi : Apakah pasien merasa cemas terhadap
penyakitnya ?
b. Sosial : Kaji, Bagaimana hubungan
interaksi pasien dengan dokter, perawat, keluarga, dan sesama pasien lain.
c.
Spiritual : Kaji, apakah pasien
menjalankan ibadahnya menurut keyakinan dan agama yang pasien anut ?
II. PEMENUHAN KEBUTUHAN
a.
Pola Makan
§ Kaji kebiasaan makan klien selama dirumah sakit atau dirumah
§ Biasanya nafsu makan menurun
§ Kesulitan untuk mengunyah
§ Terjadi penurunan berat badan.
b.
Pola Minum
§ Kaji kebebasan pola minum klien selama dirumah sakit, maupun
dirumah.
§ Nampak penurunan / masukan cairan yang tidak adekuat.
§ Terjadi kekeringan pada membran mukosa
c.
Eliminasi Alvi (BAB)
§ Kaji pola kebiasaan BAB pasien ; warna, dan konsistensinya.
d.
Eliminasi Urine (BAK)
§ Kaji pola kebiasaan BAK pasien : warna, bau, dll.
e.
Istirahat Tidur
Berhubungan dengan nyeri sendi, nyeri tekan, menyebabkan
pasien sulit untuk istirahat tidur yang disertai karena adanya pengaruh gaya hidup atau
pekerjaan.
f.
Aktifitas
Klien membatasi kegiatan yang berlebihan, biasanya pada
klien dengan artritis reumatoid berhubungan dengan keterbatasn rentang gerak,
atrofi otot, kulit kontraktur / kelainan pada sendi dan otot, yang dapat
berpengaruh besar bagi kegiatan kesehariannya.
g.
Kebutuhan Kebersihan Diri
Biasanya klien dengan penyakit semacam ini akan
mengalami kesulitan melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan
pada orang lain.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
§ Kaji obervaasi tanda-tanda vital (TTV)
TD :
S :
N :
Pernafasan : Pada umumnya klien dengan penyakit seperti
ini tingkat kesadaran dalam keadaan sadar /compus mentis dengan GCS : 4-5-6
Pada umumnya suhu tubuh mengalami demam ringan (Selama
periode eksaserbasi), dan biasanya tacikardi.
PENGKAJIAN
PERSISTEM
a.
Sistem Integumen
§ Kulit nampak mengkilat,
§ Turgor, tekstur (penebalan pada kulit)
§ Integritas (lecet, kemerahan, luka, gengguan siikulasi ke
ekstremitas).
b.
Sistem Muskuloskeletal
- Inspeksi :
- Perhatian keadaan sendi-sendi pada
leher, spina servikal, spina torakal, lumbai, bahu siku, pergelangan, tangan
dan jari tangan, pinggul, lutut, ekstermitas bawah dan panggul
- Amati kemerahan dan bengkak pada
jaringan lunak sekitar sendi.
- Palpasi :
- Adanya nyeri sendi padadaerah yang
disertai kemerahan / bengkak.
Dengan skala nyeri :
Ringan : 0 – 3
Sedang : 3 – 7
Berat : 7 – 10
- Temperatur hangat pada sendi yang nyeri.
c.
Sistem penglihatan
§ Inspeksi : Kelainan mata
yang sering dijumpai pada “AR” adalah kerato konjungtivitis sicca yang
merupakan manifestasi sindrom sjogren. Pada keadaan itu gejala ini sering kali
tidak dirasakan oleh pasien pada episode episkleritis yang ringan.
Dapat pula dijumpai gejala skleritis yangsecara
histologis menyerupai nodul reumatoid dan dapat terjadi erosi sklera sampai
pada palpasi koroid serta menimbulkan gejala sklero malaia pektorans sebagai
akibat terjadi kebutaan.
d.
Sistem Pernafasan
- Gejala keterlibatan saluran nafas atas ini dapat berupa nyeri tenggorokan, nyeri menelan / disfunia yang sering dirasakan pada pagi hari dengan gejala efusi pleura dan fibrosa paru luas.
e.
Sistem Kardiovaskuler
- Pada “AR” jarang dijumai gejala perikarditis berupa nyeri dada gangguan faal jantung akan tetapi pada beberapa pasien dapat pula dijumpai gejala perikarditis konstriktif yang berat. Lesi inflamatis yang merupakan nodul reumatoid dapatdijumpai pada miokardium dan katup jatung/. Lesi dapat menyebabkan disfungsi katup, tenoken embolisasi, g3 konduksi aortitis dan kardiomopati.
f.
Sistem Persyarafan
- Pada sistem ini gejala tidak begitu jelas “AR” berhubungan dengan miesopati akibat insabilitas vertebra, servikal, neuropati zepitan, /neuropati iskemik akibat nasulilitis.
g.
Sistem Pencernaan
- Pada kasus ini kx tidak mengalami traktus gastrointeskinalis yang spesifik, namun dalam hal ini “AR” dapat mengakibat kanulkus peptikum. Pada G I (Gastritis) merupakan komplikasi utama obat anti inflamasi dari gejala “AR”.
h.
Sistem Reproduksi
- Tidak adanya penyakit kelamin.
i.
Sistem Perkemian
- Dapat ditentukan adanya neuro karotis pati dan papilar ginjal.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Nyeri berhubungan dengan
peruabhan patologis oleh artritis rheumatoid.
2.
Mobilitas fisik berhubungan
dengan deformitas skeletal, intoleransi terhadap aktivitas, penruunan kekuatan
otot.
3.
Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan ketidakseimbangan mobilitas, perubahan penampilan tubuh.
INTERVENSI DAN RASIONAL
Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan
dengan perubahan patologis oleh Artritis Rheumatoid.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien dapat berangsur berkurang
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan nyeri hilang / terkontrol
- Dapat tidur / istirahat dan dapat berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
- Selidiki keluahan nyeri, catat lokasi dan intensitas. (skala 0 -10). Catat faktor-faktor yang mempercapat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.
R / : Membantu dalam menentukan
kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.
- Berikan matras / Kasur keras / bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan.
R / : Matras yang lembut / empuk.
Bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat,
menempatkan stress pada sendi yang sakit. Pennggian linen tempat diur
menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri.
- Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk dikursi. Tingkatkan istirahat ditempat tidur sesuai indikasi.
R / : Pada penyakit berat /
eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan (sampai perbaikan obyektif dan
subjektif didapat) untuk membatasi nyeri / cedera sendi.
- Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak titempat tidur, sokong sendi yang sakit diatas dan dibawah, hindari gerakan yang menyentak.
R / : mencegah terjadinya kelelahan
umur dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan ataurasa sakit
pada sendi.
- Anjurkan pasien utnuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu tidur, sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi dan sebagainya.
R / : Panas meningkatkan relaksasi
otot dan mobilitas menunrunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan dipagi hari.
Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan loka dermal dapat disembuhkan.
Diagnosa 2 : Mobilitas fisik
berhubungan dengan deformitas skeletal, intoleransi terhadap aktivitas,
penurunan kekuatan otot.
Tujuan : Dapat bergerak / mampu dengan sengaja bergerak dalam
ligkungan fisik.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya atau pembatasan kontraktur.
- Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan / atau kompensasi bagian tubuh.
- Mendemonstrasikan teknik / perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi :
- Evaluasi / lanjutkan pemantauan tingkat iflamasi / rasa sakit pada sendi.
R / : Tingkat aktivitas / latihan tergantung
dari perkembangan / resolusi dari proses inflamasi.
- Pertahankan istirahat tirah baring / duduk jika diperlukan. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerusdan tidur malam hari yang tidak terganggu.
R / : Istirahat sistemik dianjurkan
selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah
kelelahan, mempertahankan kekuatan.
- Dorong badan mempertahankan postur tegak dan duduk ; tinggi, berdiri, jalan.
R / : Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.
- Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi / kloset, menggunakan pegangan-pegangan tangga pada bak / pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas atau kursi roda penyelamat.
R / : Menghindari cedera akibat kecelakaan / jatuh.
- Berikan matras busa / Pengubah tekanan
R / : Menurunkan
tekanan pada jaringan yang mudah pecah ntuk mengurangi risiko imobilitas /
terjadi dekubitus.
Diagnosa 3 : Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan ketidak seimbangan mobilitas, perubahan penampilan tubuh.
Tujuan : Perubahan pada gaya
hidup / kemampuan fisik untuk melanjutkan peran.
Kriteria hasil :
- Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit.
- Adanya perubahan gaya hidup.
- Menyusun tujuan / rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi :
- Dorong pengungkapan mengenai maslaah tentang proses penyakit, harapan masa depan.
R / : Berikan kesempatan untuk
mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara
langsung.
- Diskusikan arti dari kehilangan / peruabhaan pada pasien / orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangan pribadi pasien dalam mefungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk aspek-aspek seksual.
R / : Mengidentifikasi bagaimana
penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan
menentukan kebutuhan terhadap intervensi / konseling lebih lanjut.
- Susunan batasan pada perilaku maladaptif. Bantu pasien untk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
R / : Membantu pasien untuk
mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
- Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas.
R / : Meningkatkan perasaan
kompetensi / harga diri, mendorong kemandirian dan mendorong partisipasi dalam
terapi.
V. IMPLEMENTASI
Merupakan tindakan pelaksanaan dari
intervensi yang telah dibuat untuk dapat mengatasi diagnosa keperawatan yang
telah ada.
VI. EVALUASI
1.
Apakah rasa nyeri yang
dirasakan pasien berangsur berkurang / hilang ?
2.
Apakah mobilitas fisik pasien
telah teratasi ?
3.
Apakah gangguasn citra tubuh
pasien terhadap mobilitas fisik telah terjadi perubahan ?
DAFTAR PUSTAKA
- Engram. Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. EGC : Jakarta.
- Wilson. L dan A. Prie S. (1994). Patofisilogi Buku II. EGC : Jakarta.
- Doenges E. Marilyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
- Barabara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Pajajaran : Bandung.
- Apley. Graham A. dan Solomon L. (1995). Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley Edisi Ketujuh.
- Mansjoer, Arif dkk. (2001). Kapita Selektas Kedokteran Edisi Ketiga, Jilid I. Media Assculapius. Fakultas Kedokteran UI : Jakarta.
- Noer S. Prof. dr. Hm. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar