Rabu, 12 September 2012
MAKALAH Penyakit Autoimunitas
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN PENYAKIT AUTOIMUN
Penyakit Autoimunitas adalah kegagalan suatu organisme untuk mengenali bagian dari dirinya sendiri sebagai bagian dari dirinya, yang membuat respon kekebalan melawan sel dan jaringan miliknya sendiri. Beberapa penyakit yang dihasilkan dari kelainan respon kekebalan ini dinamakan penyakit autoimun. Contohnya meliputi penyakit Coeliac, diabetes melitus tipe 1, Systemic Lupus Erythematosus, Sjögren's syndrome, Churg-Strauss Syndrome, Hashimoto's thyroiditis, Graves' disease, idiopathic thrombocytopenic purpura, dan rheumatoid arthritis (RA).
Penyakit autoimun timbul dari respon kekebalan terlalu aktif dari tubuh terhadap zat dan jaringan biasanya hadir dalam tubuh. Dengan kata lain, tubuh justru menyerang sel sendiri. Ini dapat dibatasi pada organ tertentu (misalnya dalam tiroiditis) atau melibatkan jaringan tertentu di tempat yang berbeda (misalnya penyakit Goodpasture yang dapat mempengaruhi membran basal baik di paru-paru dan ginjal). Pengobatan penyakit autoimun biasanya dengan imunosupresi-obat yang menurunkan respon kekebalan tubuh.
B.FAKTOR GENETIK PADA PENYAKIT AUTOIMUN
Fenomena Autoimun cenderung dijumpai pada suatu keluarga tertentu. Misalnya, anggota keluarga genetik pertama(saudara kandung,orang tua dan anak-anak) dari penderita penyakit Hashimoto mengandung autoantibodi dan toriditis yang nyata maupun subklinis dengan angka kekerapan tinggi. Presentase anggota keluarga yang mengandung autoantibodi lebih tinggi dalam keluarga dengan lebih dari seorang anggota keluarga menderita penyakit itu. Penelitian paralel mengungkapkan hubungan serupa dalam keluarga penderita anemia pernisiosa yang menunjukkan bahwa antibodi terhadap sel-sel parietal sering dijumpai pada anggota keluarga yang cenderung menderita aklorhidria dan gastritis atropik. Antibodi terhadap mitokondria sering dijumpai dalam satu keluarga yang anggota keluarganya menderita sirosis bilier primer, walaupun kekerapanya lebih sedikit. Kembali pada SLE,pernah melaporkan adanya gangguan sintesis imunoglobulin dan kepekaan untuk menderita penyakit jaringan ikat,tetapi mengenai hal ini masih ada pertentangan yang belum dapat dipecahkan.
Hubungan dalam keluarga ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan misalnya kuman penyebabnya infeksi,tetapi ada bukti bahwan peran satu atau lebih komponen genetik perlu dpertimbangkan secara serius.pertama-tama,tiroidetis terjadi pada kembar ,kemungkinan bahwa keduanya manderita penyakit yang sama lebih besar pada kembar identik dbanding kembar tidak identik.kedua,autoantibo terhadap tiroid lebih sering djumpai pada penderita dengan disgenesis ovarium yang meunjukkan aberasi kromosom –X misalnya XO khususnya kelainan iso kromosom X.Selain itu, ada hubungan yang kuat antara beberapa penyakit autoiumun dengan spesifisitas HLA, misalnya DR3 pada penyakit Addison dan DR4 pada artritis reumatoid. Hanya determinan tertentu pada molekul autoantigenik yang dapat mencetuskan pembentukan antibodi(misalnya tiroglobulin dengan berat molekul 650 kDa mempunyai valensi 4 yang efektif), dan penting untuk diketahui apakah epitop pada sel-T menunjukkan hal yang sama karena respons imun yang dikendalikan oleh MHC kelas II (yaitu gen Ir).baru dapat bekerja apabila antigen dan epitop pada permukaan sel-T sesuai. Hal ini yang menunjukkan peran penting struktur MHC kelas II dalam menentukkan respons sel-T terhadap jaringan tubuh sendiri adalah ketidakmampuan mencit diabetik non-obese untuk membentuk autoimunitas terhadap pankreas bila hanya satu residu asam amino.
Kita telah melihat bahwa bibit hewan dengan penyakit autoimun spontan dapat dikembangbiakan. Dengan kata lain, autoimunitas dapat diprogramkan secara genetik. Ada bibit ayam Obese dengan penyakit tiroid autoimun dan mencit New Zealand Black (NZB) dengan anemia hemolitik autoimun. Hibrid NZB dengan strain New Zealand White (Hibrid BxW) dapat membentuk antibodi antinuklear termasuk anti-dsDNA dan kompleks imun yang berbahaya yang menyebabkan glomerulonefritis. Pmbibitan saling-silang dan silang-balik dari mencit-mencit ini membuktikan bahwa sedikitnya 3 gen menyebabkan munculkan autoimunitas dan bahwa produksi antibodi terhadap erotrosit dan nukleus dikendalikan oleh gen yang berbeda, ada faktor-faktor predisposisi yang berbeda untuk menimbulkan autoimunitas agresif di satu pihak dan selksi antigen di pihak yang lain.
C. APA LINGKUNGAN BERPERAN DALAM TERJADINYA PENYAKIT AUTOIMUN.
Derajat kesesuaian 50% untuk menderita penyakit autoimun diabetes melitus insulin dependen(IDDM;Diabetes type 1)pada kembar identik jelas lebih tinggi dibanding kembar dizigot;hal ini membuktikan adanya pengaruh unsur genetik namun tetap ada 50% yang tidak berkaitan dengan faktor genetik. Hal ini tidak selalu disebabkan oleh faktor lingkungan sebab walaupun kembar monozigot mempunyai gen germinal imunoglobulin dan respektor sel T yang idektik, proses doversifikasi reseptor dan interaksi internal antiipiotip adalah demikian kompleks sehingga proses pembentukan respektor yang berulang-ulang menghasilkan reseptor yang sangat bervariasi dan tidak mungkin identik. Ada banyak contoh dimana anggota keluarga penderita SLE yang secara klinis tidak menderita penyakit menunjukkan autoantibodi terhadap nukleus denga frekuensi lebih tinggi bila mereka hidup dalam satu rumah tangga dibanding bila mereka hidup terpisah dengan keluarganya yang sakit. Namun, pasanganya lebih sedikit kemungkinan menderita penyakit itu dibanding keluarga sedarah. Sebagai ringkasan, pada beberapa penyakit faktor utamanya adalah genetik tetapi pada penyakit yang lain faktor lingkungan merupakan hal yang lebih menentukan.
Diet mungkin merupakan salah satu-minyak ikan yang mengandung asam lemak tak jenuh omega 3 yang berantai panjang dianggap menguntungkan bagi penderita artritis reumatoid; seseorang harus tahu apakah ahli reumatologi di Green;and kekurangan pekerjaaan! Sinar matahari merupakan perangsang timbulnya kelainan kulit pada SLE. Pemaparan pada larutan organik dapat mengawali penyakit autoimun membran basal yang menyebabkan sindroma Good-pasture-perhatikan frekuensi tinggi penyakit ini pada indivdu dengan HLA-GR2 yang bekerja pada perusahaan”dry-cleaning” atau terpapar pada minyak syphon yang bersal dari tanki monyak syphon orang lain. Keadaan yang lebih menherankan adalah terjadinya penyakti yang sama pada tikus Brown Norway yang disuntik dengan air raksa, tetapi hal itu memang terjadi, dan masih ada beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh obat, misalnya SLE, miastenia gravis, anemia hemofilik autoimu dan lain-lain.
Faktor lingkungan favorit untuk diteliti bagi setiap adalah mikroba penyakit infeksi, dan kita telah mempunyai contoh-contoh nyata tentang penyakit autoimun yang timbul setelah menderita infeksi, biasanya pada individu yang mempunyai predisposisi genetik untuk itu:misalnya demam reumatik setelah faringtis yang disebabkan stertokokus grup A pada 2-3% penderita yang mempunyai kepekaan herediter, penyakit autoimun miositis pada strain mencit setelah infeksi dengan virus Cosackie.
Pada sebagian besar kasus penyakit autoimun kronim pada manusia, masalahnya adalah periode laten yang panjang sehingga menyebabkan kesulitan dalam menelusuri penyebabnya, dan yang kedua adalah bahwa organisme hidup penyebab penyakit tidak dapat diisolasi dari jaringan yang terkena. Dengan adanya kemungkinan mingidentifikasi mikroorganisme yang menetap pada beberapa jenis kelainan, kita harus mempertanyakan kembali apakah hipersensitivitas disebabkan oleh mikroba atau ooleh antigen-diri, dengan kata lain apakah kita berhadapan dengan penyakit autoimun akibat infeksi dengan mikroorganisme ataukah fenomena autoimun yang secara sekunder diperparah oleh hipersensitivitas terhadap mikroba? Kedu-duanya adalah mungkin. Kita tahu bahwa reaksi silang dengan komponen mikroba dapat mengawali autoimunitas dan akhir-akhir ini pernah dibuktikan oleh infeksi dengan cacing Nippostrongylus brasilienwsis dapat menghilangkan toleransi terhadap superantigen stafilokokus yang tidak ada hubunganya; mungkin infeksi seperti ini dapat merangsang pembentukan sitokin berlebihan atau mengaktifasi sel-T potensial autoreaktif yang tadinya energik. Masalah kompleks yang lain adalah bukti-bukti bahwa mikroba lingkungan sering melindungi hewan percobaan dari penyakit autoimun spontan;angka kekerapan diabetes meningkat bila mencit NOD yang dibiakkandalam rumah percobaan hewan yang berbda-beda menunjukkan pengaruh besar flora lingkungan pada terjadinya penyakit autoimun.
D.PENGARUH SEKS PADA PENYAKIT AUTOIMUN
Ada kecenderungan umum bahwa penyakit autoimun lebih sering dijumpai pada wanita di bandingkan pada pria. Alasan untuk hal ini belum diketahui. Ada kemungkinan bahwqa kadar estrogen yang tinggi dijumpai pada penderita mencit dengan SLE. Kehamilan sering di kaitkan dengan makin beratnya penyakit, terutama pada atritis reumatoid, dan kadang-kadang terjadi kekambuhan setelah melahirkan, pada saat mana terjadi perubahan pada hormon yang drastis dan hilangnya plasenta. Juga harus dicatat sering terjadi hipotiroidi postpastrum pada wanita yang sebelumnya telah menderita penyakit autoimun.
DGEJALA DAN PENYEBAB AUTOIMUN
1. Gejala penyakit autoimun
Gangguan autoimun dapat menyebabkan demam. Tetapi, gejala bervariasi bergantung pada gangguan dan bagian badan yang terkena. Beberapa gangguan autoimun mempengaruhi jenis tertentu jaringan di seluruh badan misalnya, pembuluh darah, tulang rawan, atau kulit. Gangguan autoimun lainnya mempengaruhi organ khusus. Sebenarnya organ yang mana pun, termasuk ginjal, paru-paru, jantung, dan otak, bisa dipengaruhi. Hasil dari peradangan dan kerusakan jaringan bisa menyebabkan rasa sakit, merusak bentuk sendi, kelemahan, penyakit kuning, gatal, kesukaran pernafasan, penumpukan cairan (edema), demam, bahkan kematian.
2. Penyebab penyakit autoimun
Penyebab reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal :
* Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (dan demikian disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran darah.Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan ke dalam aliran darah.Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan menyerangnya.
* Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari, atau radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi sistem kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh virus merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya.
* Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki badan. Sistem kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan senyawa badan mirip seperti bahan asing sebagai sasaran. Misalnya, bakteri penyebab sakit kerongkongan mempunyai beberapa antigen yang mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem kekebalan tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari deman rumatik).
* Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel darah putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang beberapa sel badan.
Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan kekacauan, daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang yang rentan, satu pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang. Faktor Hormonal juga mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan autoimun lebih sering terjadi pada wanita.
F. MENDIAGNOSA DAN MENGOBATI PENYAKIT AUTOIMUN
1. Cara mendignosa penyakit autoimun
Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga sebagai gangguan autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR) seringkali meningkat, karena protein yang dihasilkan dalam merespon radang mengganggu kemampuan sel darah merah (erythrocytes) untuk tetap ada di darah. Sering, jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena radang mengurangi produksi mereka. Tetapi, radang mempunyai banyak sebab, banyak diantaranya yang bukan autoimun. Dengan begitu, dokter sering mendapatkan pemeriksaan darah untuk mengetahui antibodi yang berbeda yang bisa terjadi pada orang yang mempunyai gangguan autoimun khusus. Contoh antibodi ini ialah antibodi antinuclear, yang biasanya ada di lupus erythematosus sistemik, dan faktor rheumatoid atau anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP) antibodi, yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid. Tetapi antibodi ini pun kadang-kadang mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai gangguan autoimun, oleh sebab itu dokter biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan tanda dan gejala orang untuk mengambil keputusan apakah ada gangguan autoimun.
2. Cara mengobati penyakit autoimun.
Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimmune dengan menekan sistem kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimmune juga mengganggu kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkal denganjangka panjang. Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat.Sering, kortikosteroid, seperti prednison, diberikan, biasanya secara oral. Obat ini mengurangi radang sebaik menekan sistem kekebalan tubuh. KortiKosteroid yang digunakan dlama jangka panjang memiliki banyak efek samping. Kalau mungkin, kortikosteroid dipakai untuk waktu yang pendek sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk. Tetapi, kortikosteroid kadang-kadang harus dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas.
Gangguan autoimun tertentu (misalnya, multipel sklerosis dan gangguan tiroid) juga diobati dengan obat lain daripada imunosupresan dan kortikosteroid. Pengobatan untuk mengurangi gejala juga mungkin diperlukan.
Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi faktor tumor necrosis (TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di badan. Obat ini sangat efektif dalam mengobati radang sendi rheumatoid, tetapi mereka mungkin berbahaya jika digunakan untuk mengobati gangguan autoimun tertentu lainnya, seperti multipel sklerosis. Obat ini juga bisa menambah risiko infeksi dan kanker tertentu.
Obat baru tertentu secara khusua membidik sel darah putih. Sel darah putih menolong pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada reaksi autoimun. Abatacept menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih (sel T) dan dipakai pada radang sendi rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan kanker sel darah putih tertentu, bekerja dengan menghabiskan sel darah putih tertentu (B lymphocytes) dari tubuh. Efektif pada radang sendi rheumatoid dan dalam penelitain untuk berbagai gangguan autoimun lainnya. Obat lain yang ditujukan melawan sel darah putih sedang dikembangkan.
Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun. Darah dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah yang disaring dikembalikan kepada pasien. Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami sewaktu mereka mulai. Tetapi, kebanyakan gangguan autoimun kronis. Obat sering diperlukan sepanjang hidup untuk mengontrol gejala. Prognosis bervariasi bergantung pada gangguan.
G. APA AUTOREAKTIVITAS TERJADI SECARA ALAMI?
Mekanisme toleransi tidak merusak semua limfosit autoreaktif. Pemrosesan autoantigen dapat berakibat munculnya peptida dominan tertentu yang lebih sering diekspersikan oleh sel penyajiantigen ( APC ), sedangkan yang lain berbentuk kerdil danhanya terdapat dalam jumlah kecil dalam lekuk MHC sehingga tidak dapat memberikan sinyal-sinyal yang diperlukan untuk seleksi negatif sel-T yang sesuai dalam timus. Jadi, sel-T autoreaktif yang spesifik untuk epitop yang kerdil dapat hidup dan memperbaharui diri. Pembaca juga akan ingat populasi sel-B dengan penanda permukaan CD5, yang sejak awal kehidupannya telah membentuk jaringan-jaringan yang dihubungkan satu dengan yang lain melalui idiotip sel-sel germinal. Sel-sel itu mungkin dirangsang oleh interaksi idiotip tipe 2 yang T-independen, untuk membentuk “antibodi alami”, suatu istilah yang digunakan untuk menyebut antibodi dalam serum yang diduga telah ada sebelum seseorang terpapar pada antigen eksternal dan karena itu muncul tanpa dirangsang oleh stimulasi antigen seperti yang biasanya terjadi. Antibod ini adalah IgM dan termasuk diantaranya sejumlah autoantibodi dengan afinitas dan reaktivitas rendah untuk berbagai jenis spesifisifitas dan yang bereaksi silang dengan antigen bakteri umum yang bersifat karbohidrat. Dapat dilihat bahwa hal ini merupakan strategi untuk memastikan bahwa rangsangan pertama sel oleh autoantigen ( termasuk idiotip ) akan melindungi tubuh terhadap bakteri, khususnya karena sifat polimer antigen karbohidrat akan mengakibatkan antibodi IgM terikat pada mikroba dengan aviditas yang tinggi.
Fungsi lain dari antibodi alami telah diusulkan oleh beberapa ahli walaupun tidak aksklusif. Grabar menganggap antibodi ini sebagai alat transpor yang bertanggung jawab dalam membersihkan komponen-komponen tubuh yang rusak. Yang lain menyebutkan peran homeostatik mencegah stimulasi sel-sel autoreaktif pada se-B CD5 dengan menutupi epitop autoantigen atau regulasi idiotip secara umum. Hal yang terakhir didukung oleh laporan yang menyatakan bahwa fraksi IgM serum normal dapat menhambat pengikatan fargmen F(ab’)2 IgG autolog pada berbagai autoantigen, mungkin seseorang harus hati-hati dalam menafsirkan hasil ini karena hasil ini didasarkan atas interaksi antibodi dengan antigen fase padat di mana pengikatan divalen akan meningkatkan aviditas dan denaturasi partial protein pada permukaan plastik akan menampilkan bagian hidrofob internal yang dalam keadaan normal tidak turut dalam reaksi antibodi. Hal ini menimbulkan beberapa maslah penting. Autoantibodi IgM yang diproduksi oleh subset sel-B CD5 + dapat diperlihatkan pada populasi umum dengan kadra rendah, dan angka kekerapan positif terus meningkat dengan bertambahnya umur hingga umur sekitar 60-70 tahun. Antibodi ini tidak berbahaya dalam arti ia tidak menyebabkan reaksi hipersensitifitas yang merusak jaringan, tetapi dalam keadaan abnormal apakah ia dapat menyebabkan sel memproduksi antibodi IgG dengan afinitas tinggi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A.kesimpulan
Penyakit Autoimunitas adalah kegagalan suatu organisme untuk mengenali bagian dari dirinya sendiri sebagai bagian dari dirinya, yang membuat respon kekebalan melawan sel dan jaringan miliknya sendiri. Beberapa penyakit yang dihasilkan dari kelainan respon kekebalan ini dinamakan penyakit autoimun. Contohnya meliputi penyakit Coeliac, diabetes melitus tipe 1, Systemic Lupus Erythematosus, Sjögren's syndrome, Churg-Strauss Syndrome, Hashimoto's thyroiditis, Graves' disease, idiopathic thrombocytopenic purpura, dan rheumatoid arthritis (RA). Penyebab reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal :
Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (dan demikian disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran darah.Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan ke dalam aliran darah.Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan menyerangnya.
Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari, atau radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi sistem kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh virus merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya.
Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimmune dengan menekan sistem kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimmune juga mengganggu kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.
Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkal denganjangka panjang. Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel kanker.
B.Saran
Secara singkat penyakit autoimun adalah sebuah penyakit yang terjadi karena kegagalan suatu organisme untuk mengenali bagian dari dirinya sendiri sebagai bagian dari dirinya, yang membuat respon kekebalan melawan sel dan jaringan miliknya sendiri. Jadi seorang manusia harus bisa menjaga sistem imun dalam dirinya dengan memakan makanan yang memenuhi kebutuhan tubuh untuk proses metabolisme. Dengan pemunuhan kebutuhan tubuh dari lingkungan yang kurang mendukung maka dapat menagulangi penyakit autoimun. Karena sebuah penyakit juga terjadi karena ketidak seimbangan tubuh oleh lingkungan baik lingkungan internal dan exsternal.
DAFTAR PUSTAKA
Karjalainen,(2002) Autoimmunity To A heat Shock protein probes the immunology homunchus . In gerglay et al (eds) progress in immunology VVI, pp 576-586, springer –verlag , Budapest.
Lachmann,Peters D.K, (2006) Clinical Aspects Of Immunology. 5 thn Edn. Blackwell Scientific publications, oxford.
Morrow J.& IsenbergD.A(2001)Autoimmune. Rheumatic Disease.Blackwell Scientific Publications,Oxford.
Weetman A.P (ed) (2004) Autoimmune Endocrine Disease. Cambridge University Press, Cambridge,UK.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar