Senin, 10 Desember 2012

Systemic lupus erytematosus (SLE)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun (Albar, 2003). SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari beberapa penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut (Delafuente, 2002).
Sistemik lupus eritematosus (SLE) merupakan salah satu penyakit autoimun yang disebabkan oleh disregulasi sistim imunitas dan secara garis besar dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu endokrin-metabolik, lingkungan dan genetik.  Gangguan renal juga terdapat pada sekitar 52% penderita SLE. Pada sebagian pasien, gangguan awal pada kulit dapat menjadi prekursor untuk terjadinya gangguan yang bersifat lebih sistemik. Penderita dengan SLE membutuhkan pengobatan dan perawatan yang tepat dan benar. Pengobatan pada penderita SLE ditujukan untuk mengatasi gejala dan induksi  remisi serta mempertahankan remisi selama mungkin pada perkembangan penyakit. Karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi maka pengobatan didasarkan pada manifestasi yang muncul pada masing-masing individu. Obat-obat yang umum digunakan pada terapi farmakologis penderita SLE yaitu NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs), obat-obat antimalaria, kortikosteroid, dan obat-obat antikanker (imunosupresan) selain itu terdapat obat-obat yang lain seperti terapi hormon, imunoglobulin intravena, UV A-1 fototerapi, monoklonal antibodi, dan transplantasi sumsum tulang yang masih menjadi penelitian para ilmuwan. NSAID dapat digunakan untuk SLE ringan. Dosis yang digunakan harus memadai untuk menimbulkan efek antiinflamasi. Aspirin dosis rendah dapat digunakan pada pasien dengan sindrom antifosfolipid. Penggunaan NSAID dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal, hal ini dapat memperparah terjadinya lupus nefritis

B.     Rumusan masalah
Sistemik lupus erythematosus adalah suatu penyakit kulit menahun yang ditandai dengan peradangan dan pembetukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan kandung pada bagian tubuh lainnya. Systemic Lupus Erythematosus (SLE), merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan produksi antibodi terhadap komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi yang luas.
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui defenisi sistemik lupus erythematosus.
2.      Untuk mengetahui etiologi dari sistemik lupus erythematosus.
3.      Untuk mengetahui  pemeriksaan diagnostik untuk sistemik lupus erythematosus.
4.      Untuk mengetahui  penatalaksanaan therapy untuk sistemik lupus erythematosus.
5.      Untuk mengetahui  konsep keperawatan sistemik lupus erythematosus.
6.      Untuk mengetahui prognosa dari lupus erythematosus.
7.      Untuk mengetahui tanda dan gejala lupus erythematosus.








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
SLE  (Sistemisc  lupus  erythematosus)  adalah  penyakti  radang  multisistem  yang sebabnya  belum  diketahui,  dengan  perjalanan  penyakit  yang  mungkin  akut  dan fulminan  atau  kronik  remisi  dan  eksaserbasi  disertai  oleh  terdapatnya  berbagai macam autoantibodi dalam tubuh. 
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem   imun   dan  produksi    autoantibodi yang  berlebihan.
Terbentuknya autoantibodi terhadap DNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan melalui mekanisme pengaktivan komplemen.
Sistemik lupus erythematosus adalah suatu penyakit kulit menahun yang ditandai dengan peradangan dan pembetukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan kandung pada bagian tubuh lainnya. SLE adalah penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat.
B.     Etiologi
a.       Faktor genetik
Mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar non-identik (2-9%). Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen   yang berperan antara lain haplotip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi pengikatan komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C3, C4, dan C2, serta gen-gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan sitokin (Albar, 2003) . Faktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembarn non-identik (2-9%).

b.      Faktor lingkungan
1.      Infeksi
Risiko timbulnya SLE meningkat pada mereka yang lain pernah sakit herpes zoster (shingles). Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela, virus yang juga menjadi penyebab dari penyakit cacar air (variscela atau chiken pox).
2.      Antibiotik Hormon
Kurang lebih dari 90% dari penderita SLE adalah wanita. Perbedaan hormonal antara pria dan wanita mungkin menjadi latar belakang timbulnya lupus.
3.      Sinar ultraviolet
4.      Sters yang berlebihan
5.      Obat-obatan yang tertentu.

C.    KLASIFIKASI
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus yaitu yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang menyerang kulit.
2. Systemics Lupus yaitu penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).
3. Drug-Induced yaitu penyakit Lupus yang SLE
Eksaserbasi terjadi karena hormone estrogen meningkat selama kehamilan. Jika terjadi SLE, maka eksaserbasi meningkat 50-60%. Pada T.III eksaserbasi 50%, T.I & T.II eksaserbasi 15%, postpartum 20%.
Pengaruh SLE terhadap kehamilan. Prognosis b’dasarkan remisi sebelum hamil, jika > 6 bulan eksaserbasi 25% dengan prognosis baik, jika < 6 bulan eksaserbasi 50% dengan prognosis buruk. Abortus meningkat 2-3kali, PE/E, kelahiran prematur, lupus neonatal.




D.    Tanda dan Gejala Lupus
1.      Rasa nyeri dan kekakuan pada sendi yang kemudian dikuti dengan bengkak.
2.      Nyeri otot.
3.      Kelelahan luar biasa.
4.      Bercak – bercak pada kulit terutama pada daerah sekitar hidung yang menyerupai bentuk kupu – kupu.
5.      Anemia atau masalah pada ginjal.
6.      Nyeri pada dada pada saat bernafas dalam.
7.      Penderita lebih sensitif terhadap sinar matahari atau cahaya terang.
8.      Rambut rontok.
9.      adanya antibodi antinuklear.
Selain itu, gejala atau tanda lainnya yang sering ditemukan antara lain penurunan berat badan, demam, dan kelainan tulang seperti pada arthritis.
10.  kelainan imunologik, yaitu ditemukan adanya sel LE positif atau anti DNA positif













E.     WOC (Web Of Caution)
3        
Sendi Interfalngeal proksimal
Pneumonitis lupus
Efusi sendi
Kompleks imun pada alveolus
Pembekakan
Sesak
Nyeri
Nyeri
MK :  rasa tidak nyaman (nyeri kronik)
MK : Inteleransi aktivitas
Ruam kulit berbentuk kupu - kupu
Eritema dan purpura
Reaksi inflamasi nyeri
Gangguan Mobilitas
MK :  Integritas Kulit
Keterlibatangen
Gen membawa SLE pada keturunan selanjutnya
Faktor pemicu (mengingat komplemen)
Faktor Lingkungan (sinar ultraviolet)
Gangguan kulit
Infeksi
Obat – obatan tidak cocok
Stres berlebihan
Faktor hormonal
Hormon proklatin
Merangsang seystem imun
Pembentukan kompleks imun
Aktivitas komlemen
Obat – obatan hidration
Obat terakumulasi dalam tubuh
Obat berkaitan dengan komleks anti bodi
Imun komleks
Perubahan reaksi Imun (reaksi Hipersensitivitas dan autoimun)
Lupus Eritematosus Sistematik
Kulit Angkut
Atritis
Efusi pleura
Kelelahan
Faktor genetik
Meningkatnya beban kerja
Merangsang System Imun
Pembentukan komples antibodi
Anemia
 




















E.     Pemeriksaan diagnostik
a.       Pemeriksaan Antibodi Antinuklear
b.       Laju Endap Darah
c.       Pemeriksaan Urin
d.      Pemeriksaan Serum

Bercak kemerahan kecil biasanya berhasil diobati dengan krim kortikosteroid. Bercak lebih besar resisten, kadang memerlukan pengobatan selama beberapa bulan dengan kortikosteroid per-oral (ditelan) atau dengan obat imunosupresan seperti digunakan untuk mengobati lupus eritematosus sistemik. Krim steroid yang kuat sebaliknya dioleskan pada bercak kulit sebanyak 1-2 kali/hari. Sampai bercak menghilang jika bercak sudah mulai kurang bisa digunakan krim steroid yang lebih ringan. Salep cortison yang dioleskan pada lesi sering kali dapat memperbaiki keadaan dan memperlambat perkembangan penyakit. Suntikan cortison yang dioleskan pada dalam lesi juga bisa mengobati keadaan ini dan bisanya lebih efektif dari pada salep. Lupus discoid tidak disebabkan oleh malaria, tetapi obat anti malaria ( cloroquine, hydroxcloroquine ) memiliki daya anti peradangan yang ampuh bagi sebagian besar kasus lupus discoid.
F.     Penatalaksanaan Therapy
     Penatalaksanaan terapi lupus erythematosus
A.    Penatalaksanaan Medis
            1. Pengobatan
Sampai sekarang SLE memang belum di sembuhkan secara sempurna.Meskipun demikian, pengobatan yang tepat dapat menekan gejala klinis dan komplikasi yang mungkin terjadi. Program pengobatan yang tepat bersifat sngat individual tergantung gambaran klinis dan perjalanan penyakitnya. Pada umumnya, penderita SLE yang tidak mengancam nyawa dan tidak berhubung dengan kerusakan organ vital dapat di terapi secara konservatif.
Bila penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organ – organ vital, maka dipertimbangkan pemberian terapi Agresif. Terapi konsevatif maupun agresif sama – sama menggunakan terapi obat yang digunakan secara tunggal ataupun kombinasi. Terapi konservatif biasanya menggunakan anti  implamasi onstreoid (indometasin, prednisolon) dosis rendah dan anti malaria (klorokuin).
Terapi Agresif menggunakan kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresif (Azatioprin, siklofoshamid) selain itu, penderita SLE perlu di ingatkan untuk selalu menggunakan krim pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan bekerja dibawah sinar matahari karena penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari. Infeksi juga lebih mudah terjadi pada penderita SLE sehinga penderita dianjurkan mendapat terapi pencegah dengan antibiotika bila akan menjalani operasi gigi, saluran kencing atau tindakan bedah lainya. Salah satu bagian dari pengobatan SLE yang tidak boleh terlupakan adalah memberikan penjelasan kepada penderita mengenai penyakit yang dideritanya, sehingga penderita dapat bersikap positif terhadap terapi yang akan dijalaninya.
G.    Prognosa

Penderita SLE diperkirakan mencapai 5 juta orang di seluruh dunia (Yayasan Lupus Indonesia). Prevalensi pada berbagai populasi berbeda-beda bervariasi antara 3 – 400 orang per 100.000 penduduk. SLE lebih sering ditemukan pada ras-ras tertentu seperti bangsa Afrika – Amerika, Cina, dan mungkin juga Filipina. Di Amerika, prevalensi SLE kira-kira 1 kasus per 2000 populasi dan insiden berkisar 1 kasus per 10.000 populasi. Prevalensi penderita SLE di Cina adalah 1 :1000 (Isenberg and Horsfall,1998). Meskipun bangsa Afrika yang hidup di Amerika mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap SLE, penyakit ini ternyata sangat jarang ditemukan pada orang kulit hitam  yang hidup di Afrika.  Di Inggris, SLE mempunyai prevalensi 12 kasus  per 100.000 populasi, sedangkan di Swedia 39 kasus per 100.000 populasi. Di New Zealand, prevalensi penyakit ini pada Polynesian sebanyak 50 kasus per 100.000 populasi dan hanya 14,6 kasus per 100.000 populasi pada orang kulit putih. Di Indonesia sendiri jumlah penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan sama dengan jumlah penderita SLE di Amerika yaitu 1.500.000 orang (Yayasan Lupus Indonesia).


H.    Konsep Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
b.       Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
c.        Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
d.       Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
e.        Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
f.       Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
g.       Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
h.       Sistem Renal
Edema dan hematuria.


i.         Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
2.       Masalah Keperawatan
a.       Nyeri
b.        Keletihan
c.      Gangguan integritas kulit
d.       Kerusakan mobilitas fisik
e.       Gangguan citra tubuh
3.       Intervensi
a.       Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
Tujuan : perbaikan dalam tingkat kennyamanan
Intervensi :
1)      Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (kompres panas /dingin; masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal penyangga, bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian)
2)      Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.
3)      Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri.
4)      Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat kronik penyakitnya.
5)      Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa rasa nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
6)      Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
7)      Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.
b.      Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi.
Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup sehari-hari yang diperlukan untuk mengubah.
Intervensi :
1)      Beri penjelasan tentang keletihan :
a)      hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan
b)      menjelaskan tindakan untuk memberikan kenyamanan sementara melaksanakannya
c)      mengembangkan dan mempertahankan tindakan rutin unutk tidur (mandi air hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan tidur)
d)     menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres sistemik, artikuler dan emosional
e)      menjelaskan cara mengggunakan teknik-teknik untuk menghemat tenaga
f)       kenali faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan kelelahan.
2)      Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas/istirahat yang tepat.
3)      Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya.
4)      Rujuk dan dorong program kondisioning.
5)      Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari makanan dan suplemen.
c.       Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik.
Tujuan : mendapatkan dan mempertahankan mobilitas fungsional yang optimal.
Intervensi :
1)      Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan keterbatasan dalam mobilitas.
2)      Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasi/fisioterapi :
a)      Menekankan kisaran gherak pada sendi yang sakit
b)      Meningkatkan pemakaian alat Bantu
c)      Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman.
d)     Menggunakan postur/pengaturan posisi tubuh yang tepat.
3)      Bantu pasien mengenali rintangan dalam lingkungannya.
4)      Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika diperlukan.
a)      Memberikan waktu yang cukup untuk melakukan aktivitas
b)      Memberikan kesempatan istirahat sesudah melakukan aktivitas.
c)      Menguatkan kembali prinsip perlindungan sendi
d.      Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan perubahan dan ketergantungan fisaik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan erubahan fisik serta psikologik yang ditimbulkan penyakit.
Intervensi :
1)      Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala penyakit dan penanganannya.
2)      Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut
a)      Membantu menilai situasi sekarang dan menganli masahnya.
b)      Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu.
c)      Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif.
e.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, penumpukan kompleks imun.
Tujuan : pemeliharaan integritas kulit.
Intervensi :
1)      Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi
2)      Hilangkan kelembaban dari kulit
3)      Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya sedera termal akibat penggunaan kompres hangat yang terlalu panas.
4)      Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
5)      Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid.

















NURSING CARE PLAN
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
INTERVENSI
RASIONAL
1
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan perilaku/teknik untuk meningkatkan penyembuhan, mencegah komplikasi dengan criteria :
  • Menjaga kebersihan di daerah lesi.
  • Memakai alat pelindung kulit yang dapat menyebabkan iritasi atau infeksi berulang.

Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan.

2.      Pertahankan/instruksikan dalam hygiene kulit, mis, membasuh kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim.
3.      Gunting kuku secara teratur.


4.      Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif, mis, duoderm, sesuai petunjuk.
Kolaborasi
gunakan/berikan obat-obatan topical sesuai indikasi.
Mmenentukan garis dasar di man perubahan pada status dapat di bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
2.      mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi
3.     


kuku yang panjang dan kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
4.      dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.

Digunakan pada perawatan lesi kulit
2
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat :
  • mempertahankan berat badan antar 09-1,35 kg dari berat sebelum sakit.
  • Menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal (Hb meningkat)
  • Melaporkan perbaikan tingkat energy
Melaporkan kebersihan mulut dan timbulnya nafsu makan
Kjuji  kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan menelan.




2.        Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.

3.       Jadwalkan obat-obatan di antara makan (jika memungkinkan) dan batasi pemasukan cairan dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi.

4.       Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin.
5.       Berikan fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan saat mendekati waktu makan.

6.        Dorong pasien untuk duduk pada waktu makan.
lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.
2.      Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah, lesi oral, pengeringan mukosa dan halitosis. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
3.      lambung yang penuh akan akan mengurangi napsu makan dan pemasukan makanan


4.      dapat meningkatkan napsu makan dan perasaan sehat.
5.      mengurangi rasa lelah; meningkatkan ketersediaan energi untuk aktivitas makan.
mempermudah proses menelan dan mengurangi resiko aspirasi.

7.      mengidentifikasi kebutuhan terhadap suplemen atau alternative metode pemberian makanan.

3
Nyeri kronik berhubungan dengan imflamasi / kerusakan jaringan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat :
  • Mengungkapkan keluhan hilangnya/berkurangnya nyeri
  • Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks
Dapat beristirahat dan mendapatkan pola tidur yang adekuat. 
Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara terbuka.
2.      Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat.
3.      Kaji keluhan nyeri. Perhatikan lokasi/karakter dan intensitas (skala 0-10).


4.      Lakukan penggantian balutan dan debridemen setelah pasien di beri obat dan/atau pada hidroterapi

5.      Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri.

6.      Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contoh relaksasi progresif, napas dalam, bimbingan imajinasi dan visualisasi.

7.      Berikan aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi.

suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf.
2.      pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor. Sumber panas eksternal perlu untuk mencegah menggigil..
3.       nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan/kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridemen.
4.       menurunkan terjadinya distress fisik dan emosi sehubungan dengan penggantian balutan dan debridemen.


5.      pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.

6.      memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa control, yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.
7.      membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang di alami dan memfokuskan kembali perhatian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar