Minggu, 09 Desember 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN REUMATOID ARTRITIS (AR)



ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN REUMATOID ARTRITIS (AR)

A. KONSEP DASAR
I. DEFINISI
·         Artritis reumatoid adalah merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poli artritis yang progresif, akan tetapi penyakit itu juga melibatkan seluruh organ tubuh.
(ILMU PENYAKIT DALAM, edisi ketiga jilid I hal. 62 – 70. RASYAH, H. M. ADNAN).
·         Artritis Reumatoid adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikan oleh inflamasi dari membran sinowal dari sendi diartrol dial.
(AR) dicirikan oleh periode remisi dan eksaserbasi. Pada eksaserbasi berulang, kartilago artikuler akhirnya rusak dan digantikan oleh jaringan fibrosa.
(RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, volume 2. EGC Tahun 1994. BARBARA ENGRAM. HAL 300)
·         ARTRITIS REUMATOID adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya (Patofisiologi, Edisi 4 Buku II EGC. 1994. SILVIA A. PRICE, LORRING, W. WILSON. Hal. 1225).

II. ETIOLOGI
Walaupun belum dapat dipastikan sebagai penyebab, faktor genetik, hormonal, infeksi dan head shock protein telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini.
§  Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan, telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks tustokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA – DR4 dengan AR seropositif. Karena adanya temuan terhadap antigen tustokompatibilitas spesifik (HLA) pada anggota keluarga.
§  Kecendurungan wanita untuk menderita AR dan serig dijumpai pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.
§  Karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan.
§  Infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya omset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Agen infeksius yang diduga merupakan penyabab AR antara lain adalah bakteri mikoplasma atau virus.
§  Heat Shock Protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang (60 sampai 90 Kda) yang dibentuk oleh sel selruuh spesiec sebagai respon terhadap stress.

III. PATOFISIOLOGI









IV. KLASIFIKASI DAN KRITERIA DIAGNOSTIK ARTRITIS REUMATOID
Pada tahun 1987 ARA (Amaerican Rheumatism Association) telah mempublikasikan susunan kriteria klasifikasi Reumatoid Artritis dalam format tradisional yang baru.
Diagnosis tidak hanya bersandar pada suatu karakteristik, tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi dari sekolmpok tanda dan gejala.
§  Karakteristik diagnostik adalah sebagai berikut :
1.      Kekakuan pagi hari (Sekurangnya satu jam)
2.      Artritis pada tiga atau lebih sendi
3.      Artriitis sendi-sendi jari-jari tangan
4.      Artritis yang simetris.
5.      Nodula Reumatoid
6.      Faktor Reumatoid dalam serum.
7.      Perubahan-perubahan radiologik (Erosi atau dekalsifikasi tulang).
§  Definisi Karakteristik tersebut sebagai berikut :
1.      Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
2.      Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter.
Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang memnuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan, siku, pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan.
3.      Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti yangtertera diatas.
4.      Keterlibatan sendi yang sama. Seperti yang tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi (keterlibatan PIP, MCP, atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris).
5.      Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta-artikular yang diobservasi oleh seorang dokter.
6.      Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5 % kelompok kontrol yang diperiksa.
7.      Perubahangambaran radiologis yang radiologis khas bagi artritis reumatoid pada pemeriksaan sinar x tangan posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteo artritis saja tidak memnuhi persaratan.

V. MANIFESTASI KLINIS
Adanya beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.
1.      Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2.      Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi ditangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
3.      Kekakuan dipagi hari selama lebih dari 1 jam : dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteo artritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beebrapa menit dan selalu kurang dari satu jam.
4.      Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.
5.      Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpotalangel, deformitas boutannlere dan leher angsa adalah beberapa detormitas tangan yang sering dijumpai pada penderita.
6.      Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar 1/3 orang dewasa. Lokasi yang paling sering dari detormitas itu adalah bursa olekranon (Sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari lengan.
7.      Manifestasi ekstra–artikular, artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata dan pembulu darah dapat rusak.

VI. DIAGNOSTIK TEST
§  Pemeriksaan laboratorium terdapat :
    1. Auto antibodi
Suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1 : 160 biasanya dikaitkandengan nodula reumatoid. Penyakit yang berat, vaskulitis dan prognosis yang buruk.
    1. LED (Laju Endap Darah)
Suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm / jam atau lebih tinggi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktivitas penyakit.
    1. Protein C – reaktif biasanya positif.
    2. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
    3. Anemia normalistik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
    4. Trombosit meningkat.
    5. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
·         Pemeriksaan sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
·         Scan radio nuklida : identifikasi peradangan sinovium.
·         Pemeriksaan artroskopi langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas / degenerasi tulang pada sendi.
·         Pemeriksaan aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal = buram, berkabut, munculnya warna kuning.
·         Pemeriksaan Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
·         Arthrography : akan memberikan visualisasi radiografi setelah udara dan media kontras dimasukkan ke sendi, hal ini berguna untuk melihat ligament (ikatan sendi) dan kartilago (tulang rawan) yang tidak bias tervisualisasikan dengan menggunakan sinar x saja.
·         Myelography : Ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan jaringan chorda spinalis dan ujung-ujung syaraf. Tes ini mencakup pemeriksaan huroskopi ruangan subarachnoid setelah dilakukan injection dan media kontra.

VII. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dariprogram pengobatan adalah sebagai berikut :
1.      Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
2.      Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita.
3.      Untuk mencegah dan / atau memperbaiki detormitas yang terjadi pada sendi.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan ini : Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan temoterapi, gizi dan obat-obatan.
Langkah-Langkah
1.      Pendidikan yang cukuop tentang penyakit kepada penderita, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi, penyebab dan prognosis ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk rejimen obat yang komplek.
2.      Istirahat adalah penting karena artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti bahwa penderita dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri.
Metode-metode untuk mengurangi nyeri malam hari harus diajarkan, misalnya dengan pemberian obat anti radang kerja lama dan analgesik.
3.      Latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi, sendi yang sakit sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan untuk menghilangkan nyeri mungkin perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas sendi-sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur dan mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan dirumah. latihan dan terapi panas ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi atau terapi kerja.
4.      Alat-alat pembantu danadaptif mungkin diperlukan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
5.      Penderita difritis reumatoid tidak memerlukan diit khusus. Data sejumlah cara pemberian diit dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya . Sejumlah obat yang dipakai untuk megobati penyakit ini dapat menyebabkan rasa tidak enak pada lambung dan mengurangi nutrisi yang diperlukan. Mempertahankan berat badan pada batas-batas yang sewajarnya adalah penting. Bertambahnya berat badan dapat menambah tekanan pada sendi panggul, lutut, dan sendi-sendi pada kaki.
6.      Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit ini. Obat-obatan dipakai utnuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit. Cara-cara pengobatan seperti kompres panas atau latihan fisik dapat dipakai untuk menghilangkan nyeri. Pemberian obat yang utama pada artritis reumatoid adalah dengan obat-obatan anti inflamasi non steroid (AINS). Kelompok obat ini mengurangi peradangan dengan menghalangi proses produksi mediator peradangan. Tepatnya, obat-obat ini menghambat sintetase prostaglandin atau siklo-oksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemaksistemik endogen, yaitu asam arakidonal menjadi prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan radikal-radikal oksigen, Tujuan pengobatan dengan obat-obatan yang bekerjaa lambat ini adalah untuk mengendalikan manifestasi klinis dan menghentikan atau memperlambat kemajuan penyakit.
  • Sedikitnya ada 4 indikasi untuk pemakaian kortikosteroid :
1.      Peradangan diredakan dengan mengambatpembentukan prostaglandin.
2.      Inhibisi kemotaksis dan fagositosis lekosit dan monosit, stabilisasi enzim-enzim lisosomal.
3.      Pencegahan perubahan pada membran kapiler.
4.      Penekanan imunitas ditimbulkan dengan mengurangi proses antigen dari sel-sel refikulo endotelial atau monosit makrofag, serta perubahan fungsi limfosit.



VIII. KOMPLIKASI
1.      Sindrom sjogrens
2.      Neuropati
3.      Anemia, leukopenia
(Carpenito Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan / Edisi 2. Jakarta : EGC)

B. ASUHAN KEPERAWATAN
I.       PENGKAJIAN
a.      Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat, dll.
b.      Keluhan Utama
Pada pasien dengan artritis reumatoid, mengeluh nyeri sendi dan nyeri tekan disertai dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak sekitar sendi.
c.       Riwayat Penyakit Sekarang
§  P : Provokatif (Sebab Masalah)
Apakah yang menyebabkan klien merasa nyeri pada sendi yang disertai dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak.
§  Q : Quality (Kualitas, kuantitas masalah)
Kaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien, apakah nyeri yang dirasakan :
Ringan : 0 – 3
Sedang : 3 – 7
Berat    : 7 – 10
Dan apakah selama aktivitas daat melakuakn kesehariannya.
§  R : Reagent (Tempat, area yang dirasakan )
Tanyakan pada pasien, apakah dapat menunjukkan letak lokasi nyeri yang dirasakan ?

§  S : Sifikti & Skill (Usaha yang dilakukan)
Tanyakan usaha apakah yang telah dilakukan oleh pasien untuk mengatasi nyeri ?
§  T : Time (Waktu)
Berapa lama rasa nyeri yang dialami pasien biasanya ?
(Obat dapat menuntaskan penyakitnya / rasa nyeri hanya dalam jangka waktu sementara)
d.      Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan kepada pasien, apakah mempunyai riwayat penyakit infeksi lain ? atau gangguan sistem normonal yang berhubungan dengan faktor genetika / keturunan ?
e.       Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada pasien, apakah ada keluarga yang menderita penyakit “AR” ? atau penyakit turunan lainnya misalnya DM, HT, atau Riwayat penyakit keluarga lain yang berhubungan dengan penggunaan makanan, vitamin, riwayat perikarditis lesi katup, dll ?
f.       Pengkajian Psikososial – Spiritual
a. Psikologi        :  Apakah pasien merasa cemas terhadap penyakitnya ?
b. Sosial             : Kaji, Bagaimana hubungan interaksi pasien dengan dokter, perawat, keluarga, dan sesama pasien lain.
c. Spiritual         : Kaji, apakah pasien menjalankan ibadahnya menurut keyakinan dan agama yang pasien anut ?

II.    PEMENUHAN KEBUTUHAN
a.      Pola Makan
§  Kaji kebiasaan makan klien selama dirumah sakit atau dirumah
§  Biasanya nafsu makan menurun
§  Kesulitan untuk mengunyah
§  Terjadi penurunan berat badan.
b.      Pola Minum
§  Kaji kebebasan pola minum klien selama dirumah sakit, maupun dirumah.
§  Nampak penurunan / masukan cairan yang tidak adekuat.
§  Terjadi kekeringan pada membran mukosa
c.       Eliminasi Alvi (BAB)
§  Kaji pola kebiasaan BAB pasien ; warna, dan konsistensinya.
d.      Eliminasi Urine (BAK)
§  Kaji pola kebiasaan BAK pasien : warna, bau, dll.
e.       Istirahat Tidur
Berhubungan dengan nyeri sendi, nyeri tekan, menyebabkan pasien sulit untuk istirahat tidur yang disertai karena adanya pengaruh gaya hidup atau pekerjaan.
f.       Aktifitas
Klien membatasi kegiatan yang berlebihan, biasanya pada klien dengan artritis reumatoid berhubungan dengan keterbatasn rentang gerak, atrofi otot, kulit kontraktur / kelainan pada sendi dan otot, yang dapat berpengaruh besar bagi kegiatan kesehariannya.
g.      Kebutuhan Kebersihan Diri
Biasanya klien dengan penyakit semacam ini akan mengalami kesulitan melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan pada orang lain.

III.     PEMERIKSAAN FISIK
§  Kaji obervaasi tanda-tanda vital (TTV)
TD :
S :
N :
Pernafasan : Pada umumnya klien dengan penyakit seperti ini tingkat kesadaran dalam keadaan sadar /compus mentis dengan GCS : 4-5-6
Pada umumnya suhu tubuh mengalami demam ringan (Selama periode eksaserbasi), dan biasanya tacikardi.


PENGKAJIAN PERSISTEM
a.      Sistem Integumen
§  Kulit nampak mengkilat,
§  Turgor, tekstur (penebalan pada kulit)
§  Integritas (lecet, kemerahan, luka, gengguan siikulasi ke ekstremitas).
b.      Sistem Muskuloskeletal
  • Inspeksi :
- Perhatian keadaan sendi-sendi pada leher, spina servikal, spina torakal, lumbai, bahu siku, pergelangan, tangan dan jari tangan, pinggul, lutut, ekstermitas bawah dan panggul
- Amati kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak sekitar sendi.
  • Palpasi :
- Adanya nyeri sendi padadaerah yang disertai kemerahan / bengkak.
Dengan skala nyeri :
Ringan : 0 – 3
Sedang : 3 – 7
Berat    : 7 – 10                  
- Temperatur hangat pada sendi yang nyeri.
c.       Sistem penglihatan
§  Inspeksi       : Kelainan mata yang sering dijumpai pada “AR” adalah kerato konjungtivitis sicca yang merupakan manifestasi sindrom sjogren. Pada keadaan itu gejala ini sering kali tidak dirasakan oleh pasien pada episode episkleritis yang ringan.
Dapat pula dijumpai gejala skleritis yangsecara histologis menyerupai nodul reumatoid dan dapat terjadi erosi sklera sampai pada palpasi koroid serta menimbulkan gejala sklero malaia pektorans sebagai akibat terjadi kebutaan.
d.      Sistem Pernafasan
  • Gejala keterlibatan saluran nafas atas ini dapat berupa nyeri tenggorokan, nyeri menelan / disfunia yang sering dirasakan pada pagi hari dengan gejala efusi pleura dan fibrosa paru luas.
e.       Sistem Kardiovaskuler
  • Pada “AR” jarang dijumai gejala perikarditis berupa nyeri dada gangguan faal jantung akan tetapi pada beberapa pasien dapat pula dijumpai gejala perikarditis konstriktif yang berat. Lesi inflamatis yang merupakan nodul reumatoid dapatdijumpai pada miokardium dan katup jatung/. Lesi dapat menyebabkan disfungsi katup, tenoken embolisasi, g3 konduksi  aortitis dan kardiomopati.
f.       Sistem Persyarafan
  • Pada sistem ini gejala tidak begitu jelas “AR” berhubungan dengan miesopati akibat insabilitas vertebra, servikal, neuropati zepitan, /neuropati iskemik akibat nasulilitis.
g.      Sistem Pencernaan
  • Pada kasus ini kx tidak mengalami traktus gastrointeskinalis yang spesifik, namun dalam hal ini “AR” dapat mengakibat kanulkus peptikum. Pada G I (Gastritis) merupakan komplikasi utama obat anti inflamasi dari gejala “AR”.
h.      Sistem Reproduksi
  • Tidak adanya penyakit kelamin.
i.        Sistem Perkemian
  • Dapat ditentukan adanya neuro karotis pati dan papilar ginjal.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Nyeri berhubungan dengan peruabhan patologis oleh artritis rheumatoid.
2.      Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, intoleransi terhadap aktivitas, penruunan kekuatan otot.
3.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan mobilitas, perubahan penampilan tubuh.



INTERVENSI DAN RASIONAL
Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh Artritis Rheumatoid.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien dapat berangsur berkurang
Kriteria Hasil :
  • Menunjukkan nyeri hilang / terkontrol
  • Dapat tidur / istirahat dan dapat berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
  1. Selidiki keluahan nyeri, catat lokasi dan intensitas. (skala 0 -10). Catat faktor-faktor yang mempercapat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.
R / : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program.
  1. Berikan matras / Kasur keras / bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan.
R / : Matras yang lembut / empuk. Bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Pennggian linen tempat diur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri.
  1. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk dikursi. Tingkatkan istirahat ditempat tidur sesuai indikasi.
R / : Pada penyakit berat / eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan (sampai perbaikan obyektif dan subjektif didapat) untuk membatasi nyeri / cedera sendi.
  1. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak titempat tidur, sokong sendi yang sakit diatas dan dibawah, hindari gerakan yang menyentak.
R / : mencegah terjadinya kelelahan umur dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan ataurasa sakit pada sendi.
  1. Anjurkan pasien utnuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu tidur, sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi dan sebagainya.
R / : Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas menunrunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan dipagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan loka dermal dapat disembuhkan.

Diagnosa 2 : Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, intoleransi terhadap aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Tujuan : Dapat bergerak / mampu dengan sengaja bergerak dalam ligkungan fisik.
Kriteria Hasil :
  • Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya atau pembatasan kontraktur.
  • Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan / atau kompensasi bagian tubuh.
  • Mendemonstrasikan teknik / perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
Intervensi :
  1. Evaluasi / lanjutkan pemantauan tingkat iflamasi / rasa sakit pada sendi.
R / : Tingkat aktivitas / latihan tergantung dari perkembangan / resolusi dari proses inflamasi.
  1. Pertahankan istirahat tirah baring / duduk jika diperlukan. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerusdan tidur malam hari yang tidak terganggu.
R / : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan.
  1. Dorong badan mempertahankan postur tegak dan duduk ; tinggi, berdiri, jalan.
R / : Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.
  1. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi / kloset, menggunakan pegangan-pegangan tangga pada bak / pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas atau kursi roda penyelamat.
R / : Menghindari cedera akibat kecelakaan / jatuh.
  1. Berikan matras busa / Pengubah tekanan
R / : Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah ntuk mengurangi risiko imobilitas / terjadi dekubitus.

Diagnosa 3 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidak seimbangan mobilitas, perubahan penampilan tubuh.
Tujuan : Perubahan pada gaya hidup / kemampuan fisik untuk melanjutkan peran.
Kriteria hasil :
  • Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit.
  • Adanya perubahan gaya hidup.
  • Menyusun tujuan / rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi :
  1. Dorong pengungkapan mengenai maslaah tentang proses penyakit, harapan masa depan.
R / : Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung.
  1. Diskusikan arti dari kehilangan / peruabhaan pada pasien / orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangan pribadi pasien dalam mefungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk aspek-aspek seksual.
R / : Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi / konseling lebih lanjut.
  1. Susunan batasan pada perilaku maladaptif. Bantu pasien untk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
R / : Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
  1. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas.
R / : Meningkatkan perasaan kompetensi / harga diri, mendorong kemandirian dan mendorong partisipasi dalam terapi.

V.    IMPLEMENTASI
Merupakan tindakan pelaksanaan dari intervensi yang telah dibuat untuk dapat mengatasi diagnosa keperawatan yang telah ada.

VI. EVALUASI
1.      Apakah rasa nyeri yang dirasakan pasien berangsur berkurang / hilang ?
2.      Apakah mobilitas fisik pasien telah teratasi ?
3.      Apakah gangguasn citra tubuh pasien terhadap mobilitas fisik telah terjadi perubahan ?
















DAFTAR PUSTAKA


  • Engram. Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. EGC : Jakarta.
  • Wilson. L dan A. Prie S. (1994). Patofisilogi Buku II. EGC : Jakarta.
  • Doenges E. Marilyn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
  • Barabara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Pajajaran : Bandung.
  • Apley. Graham A. dan Solomon L. (1995). Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley Edisi Ketujuh.
  • Mansjoer, Arif dkk. (2001). Kapita Selektas Kedokteran Edisi Ketiga, Jilid I. Media Assculapius. Fakultas Kedokteran UI : Jakarta.
  • Noer S. Prof. dr. Hm. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar