Minggu, 09 Desember 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PX DENGAN DX CEDERA MEDULA SPINALIS



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PX DENGAN
DX CEDERA MEDULA SPINALIS

A.    KONSEP DASAR
  1. Pengertian
            Cedera Medula Spinalis adalah cacat fisik dalam kelompok berbeda tergantung pada latar belakang usia, auritan, jenis kelamin, dan ras atau etnik. Lebih dari sati setengah semua cedera baru mengenai spinal servikal, cedera vertebral torakal bertanggung jawab lebih dari sepertiga dari semua cedera baru, dan cedera lumbal sakral merupakan sisanya. (Keperawatan Kritis, 1996)
  1. Mekanisme Cedera
·         Jika Medula Spinalis mengalami cedera karena kecelakaan, bisa terjadi kerusakan fungsi yang mengalami cedera (www.Medicastore.com)
·         Penyebab cedera ini terutama karena terjatuh dan cedera olah raga. Kecelakaan pada olah raga kontak dan menyelam merupakan penyebab utama tetraplegia (patofisiologi, 1994)
Cedera Medula Spinalis dapat dibedakan menjadi beberapa bagian :
·         Cedera Servikal

Lesi C1-C4

Pada lesi C1-C4, otot trapezius, sternomastoid dan otot plastima masih berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal mengalami paralisis dan tidak ada gerakan volunter (baik secara fisik maupun fungsional) di bawah transeksi spinal tersebut. Kehilangan sensori pada tingkat C1 melalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori diilustrasikan oleh diagram dermatom tubuh.

Lesi C5

Bila segmen C5 medula spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak sekunder terhadap edema pascatrauma akut. Paralisis intestinal dan dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi ke arah luar sebagai akibat dari kerusakan pada otot supraspinosus dan otot infraspinosus. Bahu dapat diangkat karena tidak ada kerja penghambat dari levator skapula dan otot trapezius. Setelah fase akut, refleks di bawah tingkat lesi menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher dan triangular anterior dari daerah lengan atas.

Lesi C6

Pada lesi segmen C6, distres pernapasan dapat terjadi karena paralisis instestinal dan edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi dan lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitas tak terhambat dari deltoid, bisep, dan otot brakhioradialis. Pemulihan fungsi dari trisep tergantung pada perbaikan posisi lengan (lengan bawah ekstensi, lengan abduksi). Sensasi tetap pada aspek lateral dari lengan dan aspek dorsolateral dari lengan bawah.

Lesi C7

Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ektremitas atas mengambil posisi yang sama seperti pada lesi C6.

Lesi C8

Posisi abnormal dari ekstremitas atas tidak terjadi pada lesi C8 karena adduktor dan rotator internal mampu meniadakan antagonis.
·         Cedera Torakal
Lesi T1-T5
Lesi pada region T1-T5 dapat menyebabkan pernapasan dengan diafragmatik. Fungsi inspirasi paru-paru meningkat sesuai tingkat penurunan, lesi pada toraks. Hipotensi postural biasanya muncil. Timbul paralisis parsial dari otot adduktor pollici, interoseus, dan otot lumbrikal tangan, seperti kehilangan sensori sentuhan, nyeri dan suhu.
Lesi T6-T12
Lesi pada tingkat T6 menghilangkan semua refleks abdomen. Dari tingkat T6 ke bawah, segmen-segmen individual berfungsi, dan pada tingkat T12, semua refleks abdominal ada.
      Bagian atas kehilangan sensori pada lesi torakal adalah :
T2           Seluruh tubuh sampai atas dalam dari lengan atas
T3           Aksila
T5           Putting susu
T6           Prosesus xifoid
T7, T8     Margin kostal bawah
T10         Umbilikus
T12         Lipat paha
               Fungsi usus dan kandung kemih dapat kembali dengan refleks otomatisme.
·         Cedera Lumbal
Lesi L1-L5
Kehilangan sensori meliputi lesi pada L1-L5 yaitu :
L1           Semua are ekstremitas bawah, menyebar sampai lipat paha dan bagian belakang dari bokong
L2           Ekstremitas bagian bawah, kecuali sepertiga atas aspek anterior paha
L3           Ekstremitas bagian bawah dan daerah sadel
L4           Sama dengan pada lesi L3, kecuali aspek anterior paha
L5           Aspek luar kaki dan pergelangan kaki serta ekstremitas bawah dan area sadel.
·         Cedera Sakral
Lesi S1-S6
Pada lesi yang mengenai S1-S5, mungkin terdapat beberapa perubahan posisi dari telapak kaki. Dari S3 sampai S5, tidak terdapat paralisis dari otot kaki. Kehilangan sensasi meliputi area sadel, skrotum, dan glens penis, perineum, area anal, dan sepertiga atas aspek posterior paha.
  1. Etiologi
Penyebab cedera Medula Spinalis antara lain :
·   Kecelakaan mobil
·   Cedera karena jatuh
·   Cedera olah raga


























  1. Fraktur
    Perubahan posisi vertebra
    Perdarahan atau edema
     
    Patofisiologi


 
Adanya trauma

Cedera pada vertebrata

Cedera medula spinalis

     Cedera medula sekunder                                       cedera medula primer


Pengurangan aliran darah medula spinalis

Hipoksia diikuti odema

Merangsang pelepasan katekolamin yang
Menyokong darah dan nekrosis
Terjadinya disfungsi
Medula spinalis lebih lanjut
 
 
Kolumna vertebralis yang tidak stabil

Gerakan cedera medula spinalis terhadap
fragmen terjadi secara terus menerus
 

Menekan medula spinalis

Cedera medula spinalis sekunder





Mengakibatkan pendarahan kecil dalam kelabu
 
Pengurangan aliran darah medula spinalis
 

Hipoksia diikuti odema

Merangsang pelepasan katekolamin yang
Menyokong darah dan nekrosis


 
Terjadinya disfungsi
medula spinalis lebih lanjut

cedera medula spinalis primer

  1. Manifestasi Klinis
A.    Kecelakaan otomobil, terjatuh, olah raga, kecelakaan industri, tertembak peluru, dan luka tusuk dapat menyebabkan cedera medula spinalis, sebagian besar pada Medula Spinalis Servikal bawah (C4-C7, T1), dan sambungan torakolumbal (T11-T12, L1). Medula Spinalis Torzikal jarang terkena.
B.     Faktor-faktor yang membedakan cedera Medula Spinalis dari cedera Krunio Serebral adalah :
    • Konsentrasi yang tinggi dari traktus dan pusat saraf yang penting dalam suatu struktur yang diameternya relatif kecil
    • Posisi Medula Spinalis dalam kolumna vertebralis
    • Kanalis vertebralis yang paling sempit
    • Adanya osteofit
    • Variasi suplai pembuluh darah
C.     Efek pada jaringan saraf paling penting pada cedera Medula Spinalis. Ada 4 Mekanisme yang mendasari :
    • Kompresi olah tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma, kerusakan paling berat disebabkan oleh kompresi tulang kompresi dari fragmen korpus vertebra yang tergeser ke belakang dan cedera hipertensi
    • Tarikan/regangan jaringan-jaringan : regangan yang berlebihan yang menyebabkan gangguan jaringan biasanya setelah hiperfleksi. Toleransi regangan pada medula spinalis menurun sesuai usia yang meningkat
    • Edema Medula Spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguan sirkulasi kapiler lebih lanjut serta aliran balik vena, yang menyertai cedera primer
    • Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau struktur lain pada sistem arteri spinalis posterior/anterior

  1. Pemeriksaan Penunjang
A.    Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti segera setelah pasien tiba di rumah sakit
B.     Pemeriksaan tulang belakang : deformitas, pembengkakan, nyeri tekan, G3 Gerakan (terutama leher), jangan banyak manipulasi tulang belakang
C.     Pemeriksaan radiologis : foto poros vertebra AP dan lateral pada servikal perlukan proyeksi khusus mulut terbuka (odontoid). Bila hasil meragukan, lakukan CT Scan. Bila terdapat defisit neurologis, harus dilakukan MRI atau CT mielografi.

  1. Penatalaksanaan
1.      Lakukan tindakan segera pada cedera Medula Spinalis. Tujuannya adalah mencegah kerusakan leih lanjut pada Medula Spinalis. Sebagian cedera Medula Spinalis diperburuk oleh penanganan yang kurang tepat, efek hipotensi atau hipoksi pada jaringan saraf yang sudah terganggu.

2.      Penawaran khusus
a.       Komosia Medula Spinalis : fraktur atau dislokasi tidak stabil harus disingkirkan, jika pemulihan sempurna pengobatan tidak diperlukan.
b.      Kontusio/transeksi/kompresi medula spinalis
·   Metil prednisolon 30 mg/KGBB golus intravena selama 15 menit dilanjutkan dengan 5-4 mg/kgBB/jam, 45 menit. Setelah golus, selama 23 jam. Hasil optimal bila pemberian dilakukan < 8 jam onget
·   Tambahan prokilaksis stress ulkus : antasid/antagonis H2
3.      Tindakan operasi diindikasikan pada :
·         Reduksi terbentuk pada dislokasi
·         Fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis
·         Cedera terbuka dengan benda asing/tulang dalam kanalis spinalis
·         Lesi parsial medula spinalis dengan hematomielia yang progresif
4.      Perawatan umum
    • Perawatan vesika dan fungsi defekasi
    • Perawatan kulit/dekubitus
    • Nutrisi yang adekuat
    • Kontrol nyeri : analgenik, obat antiflamasi non steroid (OAINS), anti konvulsan, kodein, dll
5.      Fisioterapi, tetapi vakasional dan psikoterapi sangat penting terutama pada pasien yang mengalami sekuele neurologis berat dan permanen

  1. Pontensial Komplikasi
Hentinapas
Syik spinal
Transeksi flaksid di bawah tingkat cedera
Kehilangan refleks di bawah tingkat cedera
Kehilangan atau prosiosepsi, sensasi seperti sentuh, suhu dan tekanan di bawah tingkat cedera
Kehilangan sensasi viseral dan somatik
Kehilangan kemampuan unutk berkeringat di bawah tingkat cedera
Penurunan tekanan darah
Retensi urine
Paralitik ileus
Disfungsi usus
Kemungkinan psiapisme
Disfungsi kandung kemih
Infeksi saluran perkemihan
Disrefleksia autonomi
Disfungsi seksual
Malnutrisi : akut atau kronis
Dekubitus
Kontraktur, anki losis
Spasme
Kaki jatuh, pergelangan jatuh
Perubahan perilaku
Ansietas
Reaksi berduka
Depresi akut




















B.     ASUHAN KEPERAWATAN
                   I.      Pengkajian
1.Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, bahasa, dll.
2.Keluhan Utama
Kehilangan kekuatan, gerakan, dan sensasi dari ektremitas di bawah tingkat cedera.
3.Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan pada pasien kapan mulai terjadinya kelainan, faktor apa yang memperberat penyakitnya, seberapa paruh tingkat penyakit yang dirasakan/skala sakitnya.
4.Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada pasien apa pernah mengalami trauma.
5.Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah anggota keluarga/generasi sebelumnya yang mengalami penyakit ini.
6.Hasil Pemeriksaan Fisik
-    Paraparesis spatik dengan tonus otot yang meningkat, refleks meningkat dan tanda piramidal (tidak ada satupun dan tanda-tanda yang penting)
-    Gangguan sensorik di bawah batas atas dari trunkus
-    Adanya atrofi otot (spinal) (kadang-kadang juga terdapat fasikularis), lebih sering padalesi intramedular dari pada lesi ekstramedular.
-    Saraf-saraf kranialis masih utuh, kadang-kadang ekstremitas atas juga utuh.
-    Pola eliminasi
Biasanya pada pasien ini terjadi inkontinensia defekasi dan berkemih. Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emeis berwarna seperti kopi-tanah/hematemesis
-    Pola aktivitas/istirahat
Pada pasien ini terjadi kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal) pada/di bawah lesi
Kelemahan umum/kelemahan otot
-    Personal hygiene
Pasien sangat tergantung kepada orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari (bervariasi)
7.Riwayat Psikososial-Spiritual
·         Stress, cemas, akibat adaptasi di lingkungan RS
·         Kaji hubungan pasien dengan keluarga, pasien dengan orang lain
·         Kaji kehidupan beragamanya

                II.      Diagnosa Keperawatan
1.      Ketidak efektifan pola pernapasan  yang berhubungan dengan cedera neurogenik atau traumatik
2.      Trauma, resiko tinggi terhadap (cedera spinal tambahan)
3.      Mobilitas fisik, kerusakan

             III.      Intervensi
1.      Diagnosa I : ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan cedera neurogenik atau traumatik
Tujuan : mempertahankan ventilasi adekuat
Kriteria hasil : pasien memperlihatkan pola pernapasan yang efektif
Intervensi :
1.      Kaji fungsi pernapasan dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan napas dalam
R/o : mempertahankan kepatenan jalan napas
2.      Auskultasi suara napas catat bagian-bagian paru yang bunyinya menurun atau tidak ada atau adanya suara napas adventisios (ronki, mengi, krekels)
R/o : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi/atelektasis atau pneumonia (komplikasi yang sering terjadi)
2.      Diagnosa II : trauma, risiko tinggi terhadap cedera spinali tambahan
Tujuan : mempertahankan kesejajaran yang tepat tanpa cedera medula spinalis lanjut
Kriteria Hasil :
-          Pasien bebas dari cedera
-          Tidak memperlihatkan tanda cedera fisik
Intervensi :
1.      Periksa alat traksi skeleta untuk meyakinkan bahwa kerangkanya aman, katrolnya lurus pemberat tergantung bebas
R/o : sangat diperlukan untuk pemeliharaan traksi untuk reduksi dan stabilisasi dari kolumna vetebra dan mencegah trauma saraf spinal
2.      Tinggikan bagian atas dari kerangka traksi atau tempat tidur, jika diperlukan
R/o : membuat keseimbngan untuk mempertahankan posisi pasien dan tarikan traksi
3.   Diagnosa III : mobilitas fisik, kerusakan
Tujuan : meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit/kompensasi
Kriteria hasil : pasien memperlihatkan tingkat mobilitas yang optimal sesuai dengan ketidakmampuan fisik
Intervensi :
    1. Bantu/lakukan latihan rom pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut
R/o : meningkatkan sirkulasi, mempertahankan tonus otot dan mobilisasi sendi, meningkatkan mobilisasi sendi dan mencegah kontraktur dan atrofi otot
    1. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
R/o : mengurangi ketegangan otot/kelelahan dapat membantu mengurangi nyeri, spasme otot, spastisitas/kejang
    1. Kaji rasa nyeri, kemerahan, bengkak, ketegangan otot jari
R/o : agar tidak terjadi gangguan sirkulasi perifer, mobilisasi dan kelumpuhan flaksial

             IV.      Evaluasi
1.      Apakah pasien mampu bernapas dengan efektif ?
2.      Apakah trauma yang dialami pasien sudah bisa teratasi ?
3.      Apakah pasien mampu melakukan mobilitas fisik ?


DAFTAR PUSTAKA

·         Martin Tucker, Susan. 1993. Standar Perawatan Pasien Edisi V, Volume 3. Jakarta : EGC.
·         Doenges, Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
·         Mumenthaler, Mark. 1987. Neurologi Jilid 1. Jakarta : Binapura Aksara.
·         Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
·         www.medicastrore.com

1 komentar: