Trauma
mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata dan merupakan kasus gawat darurat
mata.Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata(Sidarta, 2005).
Trauma mata adalah kondisi mata yang mengalami trauma (rudapaksa) baik oleh
zat kimia maupun oleh benda keras dan tajam (Anas, 2010).
Klasifikasi traumamata :
1. Trauma Mekanik
a. Trauma Tumpul:trauma
pada mata akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar, tumpul, keras
maupun tidak keras. Taruma tumpul dapat menyebabkan cedera perforasi dan non
perforasi. Trauma tumpul pada mata dapat mengenai organ eksterna (orbita dan
palpebra) atau interna (konjungtiva, kornea, iris atau badan silier, lensa,
korpus vitreus, retina dan nervus optikus (N.II).
b. Trauma Tajam: trauma pada mata akibat benda tajam atau
benda asing yang masuk ke mata.
2. Trauma Kimia/Khemis
a. Trauma Kimia Asam: trauma pada mata akibat
substansi yang bersifat asam.
b. Trauma Kimia Basa: trauma pada mata akibat
substansi yang bersifat basa.
3. Trauma Fisis
a. Trauma termal: misalnya panas api,
listrik, sinar las, sinar matahari.
b. Trauma bahan radioaktif: misalnya sinar
radiasi bagi pekerja radiologi.
A. ETIOLOGI
Trauma mata dapat disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya :
1. Trauma tumpul disebabkan akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar, tumpul,
keras maupun tidak keras misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol
tidak dengan alat, ketapel.
2. Trauma tajam (penetrating injuries)
disebabkan benda tajam atau benda asing yang masuk ke mata seperti kaca, logam,
atau partikel kayu berkecepatan tinggi, percikan proses pengelasan, dan peluru.
3. Trauma Khemis disebabkan akibat substansi
yang bersifat asam dan alkali yang masuk ke mata.
a. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan
asam dilaboratorium (asam sulfat, asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat,
asam kromat, asam hidroflorida).
b. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci,
shampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem perekat.
B. PATOFISOLOGI
Kerusakan akibat trauma tumpul dapat mengenai kelopak
mata dan struktur mata bagian luar sehingga mengakibatkan hematoma kelopak.
Jika trauma menembus ke bagian konjugtiva, maka kemungkinannya akan terjadi
hematoma subkonjugtiva akibat pecahnya pembuluh darah sebagai akibat terkena
hantaman benda tumpul dan keras.
Kerusakan yang diakibatkan trauma tajam/tembus akan lebih
parah lagi karena melibatkan kerusakan hingga bagian dalam struktur dan
jaringan mata. Kondisi ini biasanya sampai merusak fungsi mata dan kerusakannya
permanen (dapat disembuhkan hanya melalui operasi). Gangguan mata akibat trauma
tajam juga beragam, tergantung pada organ mata yang terkena dan seberapa besar
kerusakannya.
Sedangkan pada trauma khemis/ kimia, jika traumanya
akibat asam biasanya hanya akan menyebabkan kerusakan pada bagian
permukaan/superfisial saja karena terjadi pengendapan dan penggumpalan bahan
protein permukaan. Namun pada trauma akibat basa/alkali, kerusakan yang
diakibatkan bisa gawat karena alkali akan menembus kornea dengan cepat lalu ke
bilik mata depan sampai pada jaringan retina. Bahan alkali dapat merusak kornea dan retina karena bahan
alkali bersifat mengkoagulasi sel sehingga akan menghancurkan jaringan kolagen
kornea sehingga memperparah kerusakan kornea hingga ke retina.
Pada trauma fisis, kerusakan yang ditimbulkan hanya pada
permukaan karena bahan yang merusak hanya mengenai permukaan dan tidak sampai
tembus dan juga adanya mekanisme proteksi pada mata. Namun, walaupun hanya
mengenai bagian permukaan, trauma fisis akan tetap menyebabkan kerusakan pada
jaringan walaupun tidak bersifat permanen.
C. MANIFESTASI KLINIS
Adapun
manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
1.
Trauma
Tumpul
a.
Rongga
Orbita: suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang yang
membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila,
platinum dan zigomatikus.Jika pada trauma mengenai rongga orbita maka akan
terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf), perdarahan didalam
rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.
b.
Palpebra:
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea. Palpebra
merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap
trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit
yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir
tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan kelopak
(lagoftalmos) akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi
keratitis.
Jika pada palpebra
terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom, edema palpebra yang dapat
menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis),
kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).
c.
Konjungtiva:
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.Musin berfungsi membasahi bola mata terutama kornea.
Edema, robekan pembuluh
darah konjungtiva (perdarahan subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala yang
dapat terjadi jika konjungtiva terkena trauma.
d.
Kornea:
Kornea (Latin cornum - seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola
mata sebelah depan dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi oleh banyak saraf.
Edema kornea,
penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa disertai
tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata berair, fotofobi adalah
tanda dan gejala yang dapat muncul akibat trauma pada kornea.
e.
Iris atau badan silier: merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea
dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar
posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat
masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada
setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri
siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri
sirkularis mayor pada badan siliar.Uvae posterior mendapat perdarahan dari 15 -
20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat
masuk saraf optik.
Hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas
dari insersinya) merupakan tanda patologik jika trauma mengenai iris.
f.
Lensa:
Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa mempunyai sifat
tertentu, yaitu: Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan karena diperlukan
sebagai media penglihatan, terletak di tempatnya.
Secara
patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi lensa mata
(perpindahan tempat).
g.
Korpus vitreus: perdarahan korpus vitreus.
h.
Retina: Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas
penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan
koroid. Letaknya
antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior berakhir pada ora serata.
Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula
lutea (bintik kuning) kira-kira ber¬diameter 1 - 2 mm yang berperan penting
untuk tajam penglihatan.Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang
merupakan reflek fovea.
Secara
patologik jika retina terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio
retina, fotopsia, lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola mata.
i.
Nervus optikus: N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan
kebutaan
2.
Trauma
Tajam
a.
Orbita:
kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan posisi bola
mata.
b.
Palpebra:
ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis).
c.
Saluran
lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.
d.
Konjungtiva:
robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.
e.
Sklera:
pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris, badan silier dan
koroid yang berwarna gelap).
f.
Kornea,
iris, badan silier, lensa, korpus vitreus : laserasi kornea yan g disertai
penetrasi kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya luka pada kornea,
edema.
g.
Koroid dan
kornea: luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan korpus vitreus dan
ablasi retina.
3.
Trauma
Kimia
a.
Asam.
Kekeruhan pada kornea akibat terjadi
koagulasi protein epitel kornea.
b.
Basa/Alkali.
1)
Kebutaan.
2)
Penggumpalan
sel kornea atau keratosis.
3)
Edema
kornea.
4)
Ulkus
kornea.
5)
Tekanan intra ocular akan meninggi.
6)
Hipotoni
akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar.
7)
Membentuk jaringan parut pada kelopak.
8)
Mata
menjadi kering karena terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesoris
air mata.
9)
Pergerakan
mata menjadi terbatas akibat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang
akan menarik bola mata.
10) Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul
lensa.
D.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1.
Pemeriksaan Fisik: dimulai dengan pengukuran dan pencatatan
ketajaman penglihatan menggunakankartu Snellen dan indikator pengukur ketajaman
penglihatan lain seperti cahaya dan gerak anggota tubuh.
2.
Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen
anterior bola mata.
3.
Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea,
sehingga cedera kelihatan jelas.
4.
Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata.
5.
Pemeriksaan fundus yang didilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk
mengetahui adanya benda asing intraokuler.
6.
Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini
dilakukan dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa, kemudian
diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan
filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan
pH bila ada pengeluaran cairan mata.
7.
Pemeriksaan CT-Scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui
posisi benda asing.
8.
Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui
ada tidaknya degenerasi pada retina.
9.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji
nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
10. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop:
mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
11. Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan
radiologi pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama
bila ada benda asing.
12. Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini
sangat membantu dalam menegakkan diagnosa trauma asam atau basa.
E.
PENATALAKSANAAN
TERAPI
Pada kasus trauma
matapenatalaksanaan terapi tidak ditentukan, tapi dilaksanakan berdasarkan
kondisi trauma yang dialami pasien dan juga berdasarkan berat ringannya gejala
yang dialami.
Namun, berikut ini
adalah beberapa penanganan yang mungkin dapat digunakan sebagai pada kasus
trauma mata akibat trauma mekanik, antara lain :
1.
Penatalaksanaan
sebelum tiba di RS, antara lain :
a.
Mata
tidak boleh dibebat dengan tekanandan diberikan perlindungan tanpa kontak.
b.
Tidak
boleh dilakukan manipulasi yangberlebihan dan penekanan bola mata.
c.
Benda
asing tidak boleh dikeluarkantanpa pemeriksaan lanjutan.
d.
Sebaiknya
pasien di puasakan untukmengantisipasi tindakan operasi.
2.
Penatalaksanaan
di RS, antara lain :
a.
Pemberian
antibiotik spektrum luas
b.
Pemberian
obat sedasi, antiemetik, dananalgetik sesuai indikasi.
c.
Pemberian
toksoid tetanus sesuai indikasi.
d.
Pengangkatan
benda asing di kornea,konjungtiva atau intraokuler.
e.
Tindakan
pembedahan /penjahitan sesuaidengan kausa dan jenis cedera.
f.
Sisa-sisa
lensa dan darah dikeluarkandengan aspirasi dan irigasi mekanis atauvitrektomi.
Sedangkan pada kerusakan yang diakibatkan
oleh trauma kimia, penatalaksanaan yang harus segera dialkukan adalah irigasi
daerah yang terkena trauma kimia untuk menghilangkan dan melarutkan bahan
penyebab trauma. Penanganan sebelum dibawa ke RS dapat dilakukan dengan cara mata
diguyur dengan menggunakan air bersih setelah terkena trauma untuk meghilangkan
bahan penyebab trauma, setelah itu langsung dibawa ke RS untuk penanganan
selanjutnya.
F.
WEB OF
CAUTIONS (WOC)
|
|
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
Identitas
pasien meliputi nama, usia (dapat terjadi pada semua usia), pekerjaan ,jenis
kelamin (kejadian lebih banyak pada laki-laki daripada wanita).
2.
Keluhan
utama
Klien biasanya mengeluh adanya penurunan
penglihatan, nyeri pada mata, danketerbatasan
gerak mata.
3.
Riwayat
penyakit sebelumnya
Riwayat penyakit yang
mungkin diderita klien seperti DM yang dapat menyebabkan infeksi
yang pada mata sulit sembuh.
4.
Riwayat
penyakit sekarang
Yang perlu dikaji adalah jenis trauma, bahan
yang menyebabkan trauma, lama terkena trauma, dan tindakan apa yang sudah
dilakukan pada saat trauma terjadi dan sebelum dibawa ke RS.
5.
Riwayat
psikososial
Pada umumnya klien mengalami berbagai derajat ansietas, gangguan
konsep diri dan ketakutan akan terjadinya kecacatan mata, gangguan penglihatan
yang menetap atau mungkin kebutaan. Klien juga dapat mengalami gangguan
interaksi sosial.
6.
Pemeriksaan
fisik
a.
Tanda-tanda
Vital (nadi, suhu, tekanan darah, dan pernapasan)
b.
Pemeriksaan
persistem
1)
B1(Breath) :disertai gangguan pernapasan jika trauma
menyebar ke mukosa hidung.
2)
B2 (Blood) :perdarahan jika
trauma melibatkan organ tubuh lain selain struktur mata.
3)
B3 (Brain) :pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan
TIO (tekanan intraokular).
4)
B4 (Bladder) :kebutuhan eliminasi dalam batas normal.
5)
B5 (Bowel) :idak
ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal.
6)
B6 (Bone) :ekstremitas
atas dan bawah tidak ditemukan adanya kelainan.
c.
Pemeriksaan
khusus pada mata :
1)
Visus (menurun atau tidak ada)
2)
Gerakan bola mata ( terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian
pergerakan bola mata)
3)
Adanya
perdarahan, perubahan struktur konjugtiva, warna, dan memar.
4)
Kerusakan
tulang orbita, krepitasi tulang orbita.
5)
Pelebaran
pembuluh darah perikornea.
6)
Hifema.
7)
Robek
kornea
8)
Perdarahan
dari orbita.
9)
Blefarospasme.
10) Pupul tidak beraksi terhadap cahaya, struktur
pupil robek.
11) Tes fluoresens positif.
12) Edema kornea.
13) Nekrosis konjugtiva/sklera.
14) Katarak.
d.
Data
Penunjang Lain
1)
Kartu
snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami
penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem
suplai untuk retina.
2)
Luas lapang
pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral
yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat
trauma.
3)
Pengukuran
tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal
12-25 mmHg).
4)
Pengkajian
dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi.
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1.
Nyeri akut
berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan intraokular dan kerusakan jaringan mata.
2.
Risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap
interupsi permukaan tubuh.
3.
Gangguan
Sensori Perseptual : Penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori /status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi.
4.
Ansietas
yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis.
C.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
1.
Diagnosa
Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau
peningkatan tekanan intraokular dan kerusakan jaringan mata.
Tujuan : nyeri berkurang, hilang atau terkontrol.
Kriteria Hasil :
a.
Klien
akanmelaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah
intervensi.
b.
Klien tidak
gelisah.
c.
Klien
mampu melakukan tindakan mengurangi nyeri.
Intervensi dan Rasional :
a.
Kaji derajat
nyeri setiap hari atau sesering mungkin jika diperlukan
Rasional : nyeri trauma umumnya menjadi
keluhan utama terutama nyeri akibat kerusakan kornea.
b.
Terangkan
penyebab nyeri dan faktor/tindakan yang dapat memprovokasi nyeri.
Rasional : nyeri disebabkan oleh efek kimiawi
atau fisik benda dan nyeri dapat meningkat akibat provokasi: menekan mata
terlalu kuat; gerakan mata tiba-tiba.
c.
Lakukan
kompres pada jaringan sekitar mata.
Rasional : kompres dingin mungkin diperlukan
pada trauma fisik akut dan jika kondisi stabil (agak lama), dapat digunakan
teknik kompres hangat (jika tidak ada perdarahan).
d.
Kolaborasi
pemberian analgesik.
Rasional : analgesik berfungsi untuk
menigkatkan ambang nyeri.
e.
Ajarkan
teknik distraksi dan relaksasi pada klien.
Rasional : mengurangi nyeri dengan manipulasi
psikologis.
2.
Diagnosa
Keperawatan : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan
sekunder terhadap interupsi permukaan tubuh.
Tujuan : tidak
terjadi infeksi.
Kriteria Hasil :
a.
Klien
memperlihatkan perilaku penjagaan daerah luka.
b.
Tidak
terdapat tanda infeksi selama fase perawatan.
Intervensi dan Rasional :
a.
Kali
perilaku sehari-hari yang memungkinkan timbulnya infeksi mata.
Rasional : berbagai tindakan mungkin tidak
disadari oleh klien sebagai hal yang dapat menyebabkan infeksi, seperti
menggosok atau memegang mata.
b.
Terangkan
berbagai perilaku yang dapat menyebabkan infeksi.
Rasional : perilaku yang dapat menyebabkan
infeksi dapat diidentifikasi dari perilaku klien yang telah klien lakukan atau
belum dilakukan oleh klien.
c.
Ajarkan
perilaku yang baik untuk mengurangi resiko infeksi.
Rasional : menigkatkan pemahaman klien akan
pentingnya perilaku mencegah infeksi.
d.
Ajarkan
berbagai tanda infeksi.
Meningkatkan pengetahuan klien tentang tanda
infeksi mata yang mungkin dapat terjadi sebagai akibat komplikasi dari penyakit
sekarang.
e.
Anjurkan
klien untuk melaporkan sesegera mungkin apabila mengenali tanda infeksi.
Rasional : menigkatkan rasa percaya dan
kerjasama perawat-klien.
3.
Diagnosa
Keperawatan : Gangguan Sensori Perseptual
: Penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori /status organ indera. Lingkungan
secara terapetik dibatasi.
Tujuan : klien
melaporkan kemampuan yang lebih baik untuk proses rangsang penglihatan dan
mengkomunikasikan perubahan visual.
Kriteria Hasil :
a.
Klien
mengidentifikasi faktor-faktor yang memperngaruhi fungsi penglihatan.
b.
Klien
mengidentifikasi dan menunjukan pola-pola alternatif untuk menigkatkan
penerimaan rangsang penglihatan.
Intervensi dan Rasional :
a.
Kaji
ketajaman penglihatan klien.
Rasional :
mengidentifikasi kemampuan visual klien.
b.
Dekati
klien dari sisi yang sehat.
Rasional :
memberikan rangsang sensori, mengurangi rasa isolasi/terasing.
c.
Sesuaikan
lingkungan untuk optimalisasi penglihatan :
1)
Orientasikan
klien terhadap ruang rawat
2)
Letakan
alat yang sering digunakan di dekat klien atau pada sisi mata yang lebih sehat.
3)
Berikan
pencahayaan cukup.
4)
Hindari
cahaya menyilaukan.
Rasional : meningkatkan kemapuan persepsi
sensori.
d.
Anjurkan
penggunaan alternatif rangsang lingkungan yang dapat diterima : auditorik,
taktil.
Rasional : menigkatkan kemampuan respons
terhadap stimulus lingkungan
4.
Diagnosa
Keperawatan : Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakit, prognosis.
Tujuan : tidak
terjadi kecemasan.
Kriteria Hasil :
a.
Klien
mengungkapkan kecemasan berkurang atau hilang.
b.
Klien
berpartisipasi dalam kegiatan pengobatan.
Intervensi dan Rasional :
a.
Kaji
derajat kecemasan, faktor yang menyebabkan kecemasan, tingkat pengetahuan dan
ketakutan klien akan penyakit.
Rasional : umumnya faktor yang menyebabkan
kecemasan adalah kurangnya pengetahuan dan ancaman aktual terhadap diri. Pada
klien dengan trauma mata rasa nyeri dan penurunan lapang penglihatan
menimbulkan ketakutan utama.
b.
Orientasikan
tentang penyakit yang dialami klien, prognosis dan tahap perawatan yang akan
dijalani klien.
Rasional : menigkatkatan pemahaman klien akan
penyakit. Jangan memberikan keamanan palsu seperti mengatakan penglihatan akan
segera pulih atau nyeri akan segera hilang. Gambarkan secara objektif tahap
pengobatan, harapan proses pengobatan, dan orientasi pengobatan masa
berikutnya.
c.
Beri
kesempatan kepada klien untuk bertanya tentang penyakitnya.
Rasional : menimbulkan rasa aman dan
perhatian bagi klien.
d.
Beri
dukungan psikologis.
Rasional : dukungan psikologis dapat berupa
penguatan tentang kondisi klien, keaktifan klien dalam melibatkan diri dalam
perawatan maupun mengorientasikan bagaimana kondisi penyakit yang sama menimpa
klien yang lain.
e.
Terangkan
setiap prosedur yang dilakukan, jelaskan tahap perawatan yang akan dijalani.
Rasional : mengurangi rasa ketidaktahuan dan
kecemasan yang terjadi.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata dan merupakan kasus gawat darurat mata.Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata(Sidarta,
2005).
Trauma
mata adalah kondisi mata yang mengalami trauma (rudapaksa) baik oleh zat kimia
maupun oleh benda keras dan tajam (Anas, 2010).
Trauma mata
dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :
1. Trauma tumpul disebabkan akibat
benturan mata dengan benda yang relatif besar, tumpul, keras maupun tidak keras misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock,
membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
2. Trauma tajam ( Penetrating Injuries) disebabkan benda
tajam atau benda asing yang masuk ke mata seperti kaca, logam, atau partikel
kayu berkecepatan tinggi, percikan proses pengelasan, dan peluru.
3. Trauma Khemis disebabkan akibat substansi yang
bersifat asam dan alkali yang masuk ke mata.
DAFTAR
PUSTAKA
Tamsuri, Anas. (2010). Klien
Gangguan Mata Dan Penglihatan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan
Mata. Yogyakarta: Yayasan
Essentia Media.
Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu
Penyakit Mata. Jakarta: FKUI Jakarta.
Wijana, Nana. (1983). Ilmu
Penyakit Mata. Jakarta: FKUI Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar