A. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis
dan produknya. (Handoko, 2001).
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun
terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit
ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan
seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan
dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit
akibat Hubungan Seksual). (Handoko, 2001).
Scabies adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas
Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan
mikroskop atau bersifat mikroskopis.
Penyakit Scabies sering disebut kutu badan.
Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia , dari hewan ke manusia
dan sebaliknya. Scabies mudah menyebar baik secara langsung melalui sentuhan
langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai,
handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah digunakan penderita dan belum
dibersihkan dan masih terdapat tungau Sarcoptesnya.
Scabies menyebabkan rasa gatal pada
bagian kulit seperti sela-sela jari, siku, selangkangan. Scabies identik dengan
penyakit anak pondok. Penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang
terjaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan kondisi ruangan terlalu lembab
dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit scabies
menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam
pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang
dan lingkungan pada komunitas yang terserang scabies, karena apabila dilakukan
pengobatan secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit scabies.
B. EPIDEMIOLOGI
Skabies ditemukan disemua negara dengan
prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi
skabies sekitar 6 % - 27 % populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak
serta remaja. (Sungkar, S, 1995).
Ada dugaan bahwa setiap sikius 30 tahun
terjadi epidemi scabies. Banyak factor yang menunjang perkembangan penyakit ini
antara lain social ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual
yang sifatnya promiskuitas (ganti-ganti pasangan), kesalahan diagnosis dan
perkembangan demografi serta ekologi. Selain itu faktor penularannya bisa
melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur, lewat pakaian, perlengkapan
tidur atau benda-benda lainnya.
Cara
penularan (tranmisi) :
1. Kontak
langsung misal berjabat tangan, tidur bersama dan kontak seksual.
2. Kontak
tak langsung misalnya melalui pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lainnya.
Penularannya biasanya melalui sarcoptes
scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal
pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-kadang menulari manusia,
terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaannya misalnya
anjing. (Adhi Djuanda. 2007: 120)
C. ETIOLOGI
Sarcoptes scabiei termasuk filum
Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia
disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. Scabiei yang
lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini
transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina
berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan
lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron 4 x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat
dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang
jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan
alat perekat.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut.
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan
mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang
betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum
korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya
2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang
telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya
dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini
dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari
larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4
pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.(Handoko, 2001).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu
3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel
rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa.
Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan
mati setelah kopulasi. (Mulyono, 1986).
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup
diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah
bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa.
Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat
terserang. (Andrianto dan Tang Eng Tie, 1989).
D. PATOGENESIS.
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak
hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan.
Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang
kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan
waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain.
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi
tungau.(Handoko, 2001).
E. CARA
PENULARAN.
Penyakit scabies dapat ditularkan
melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung. Yang paling sering adalah
kontak langsung dan erat atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat
tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui
hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat
dilaporkan, bahwa scabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun
bukan merupakan akibat utama. (BrownT.Y. et al, 1999).
Penyakit ini sangat erat kaitannya
dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang
tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat
kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah,
derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang
masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan
terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program
kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan
kesehatan lingkungan yang telah ada. (Benneth, F.J., 1997).
Penularan scabies terjadi ketika
orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah
tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta
fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman
terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak
langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai
secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Dibeberapa sekolah didapatkan
kasus pruritus selama beberapa bulan yang sebagian dari mereka telah
mendapatkan pengobatan skabisid. (Meyer, J. et al, 2000).
F. PENYEBAB
Scabies disebabkan oleh Sarcoptes
scabiei, tungau ini berbentuk bundar dan mempunyai empat pasang kaki . Dua
pasang kaki dibagian anterior menonjol keluar melewati batas badan dan dua
pasang kaki bagian posterior tidak melewati batas badan. Sarcoptes betina yang
berada di lapisan kulit stratum corneumdan lucidum membuat terowongan ke dalam
lapisan kulit. Di dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam
waktu singkat telur tersebut menetas menjadi hypopi yakti sarcoptes muda dengan
tiga pasang kaki. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi
yang memakan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal,
akibatnya penderita menggaruk kulitnya sehingga terjadi infeksi ektoparasit dan
terbentuk kerak berwarna coklat keabuan yang berbau anyir.
Tungau Skabies
G. GEJALA
KLINIS
Gejala yang ditunjukkan adalah warna
merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari,
siku, selangkangan, dan lipatan paha. gejala lain adalah munculnya garis halus
yang berwarna kemerahan di bawah kulit yang merupakan terowongan yang digali
Sarcoptes betina. Gejala lainnya muncul gelembung berair pada kulit.
Ada
4 tanda cardinal (Handoko, 2001) :
1. Pruritus
nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau
ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit
ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan
akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang
seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau,
tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa
(carrier).
3. Adanya
terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada
ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder
ruam kulitnya menjadi polimarf 7 (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat
predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis,
yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar,
lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia
eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak
tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan
tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau lebih
stadium hidup tungau ini. Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4
tanda cardinal tersebut.
H. KLASIFIKASI.
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik
yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan
diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar, 1995):
1. Skabies
pada orang bersih (scabies of cultivated).
Bentuk ini ditandai
dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat
sukar ditemukan.
Skabies pada orang bersih
2. Skabies
incognito.
Bentuk ini timbul pada
scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis
membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies
incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi
atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
Skabies
incognito
3. Skabies
nodular
Pada bentuk ini lesi
berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah
tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul
sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang
berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat
menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi
pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.
Skabies Nodular
4. Skabies
yang ditularkan melalui hewan.
Di Amerika, sumber
utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu
tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna.
Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang
kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek
dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan
dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan
siklus hidupnya pada manusia.
Skabies
yang ditularkan melalui hewan
5. Skabies
Norwegia.
Skabies Norwegia atau
skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama
generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit
kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang
dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita
skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah
tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi
akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi
proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.
Skabies Norwegia
6. Skabies
pada bayi dan anak.
Lesi skabies pada anak
dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan,
telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima
sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka. (Harahap. M,
2000).
Skabies
pada bayi
7. Skabies
terbaring ditempat tidur (bed ridden).
Penderita penyakit
kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita
skabies yang lesinya terbatas. (Harahap. M, 2000).
I. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Bila gejala klinis spesifik, diagnostik skabies
mudah ditegakkan. Tetapi penderita datang dengan lesi yang bervariasi, sehingga
diagnostik sulit untuk ditegakkan. Pada umumnya diagnostik klinis ditegakkan
bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. Beberapa cara yang digunakan untuk
menemukan tungau dan produknya yaitu :
1. Kerokan
kulit
Papul atau kanalikuli
yang utuh ditetesi minyak mineral atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan
menggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau
kanalikuli. Bahan penelitian diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca
penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
2. Mengambil
tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan,
jarum suntik yang runcing ditusukkan ke dalam terowongan yang utuh dan
digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila
positif, tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan
transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi perlu keahlian tinggi.
3. Tes
tinta pada terowongan ( Burrow ink test )
Identifikasi terowongan
bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta warna hitam. Papul
skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah tinta
tersebut dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan terlihat
lebih gelap dibanding kulit disekitarnya, karena akumulasi tinta dalam
terowongan. Tes akan dinyatakan positif bila terbentuk gambaran kanikula yang
khas berupa garis menyerupai bentuk zig-zag.
4. Membuat
biopsi irisan ( Epidermal shave biopsi )
Diagnosis pati dapat
melalui identifikasi tungau, telur atau skibala melalui mikroskopik. Ini
dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian
diiris tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan
berhati-hati melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut kemudian
diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian
diperiksa dibawah mikroskop.
5. Biopsi
irisan dengan pewarna HE.
6. Uji
tetrasiklin
Pada lesi dioleskan
salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah dibersihkan
dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan
memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.
Dari
berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan cara
yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
a. Kerokan
harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak dilakukan
pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
b. Sebaiknya
lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral agar
tungau dan produknya tidak larut,
sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
c. Kerokan
dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
d. Oleh
karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus dilakukan di
superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena sulitnya
menemukan tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap
penderita yang datang dengan keluhan gatal yang menetap.
J. PENATALAKSANAAN
SKABIES
Terdapat beberapa terapi untuk skabies
yang memiliki tingkat efektivitas yang bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang
antara lain umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor
kegagalan terapi yang pernah diberikan sebelumnya. Pada pasien dewasa, skabisid
topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala, dan lebih
difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit
sekitar kuku, dan area belakang telinga.
Pada pasien anak dan scabies berkrusta,
area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien harus
diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang adekuat,
ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak
diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan
tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti scabies secara
berlebihan. 20 Steroid topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka
pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang
tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.
K. PENATALAKSANAAN
SECARA UMUM
Edukasi pada pasien skabies :
1. Mandi
dengan air hangat dan keringkan badan.
2. Pengobatan
yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada
malam hari sebelum
tidur.
3. Hindari
menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
4. Ganti
pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan
bila perlu direndam
dengan air panas.
5. Jangan
ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal
yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
6. Setiap
anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dan ikut
menjaga kebersihan
L. PENGOBATAN
SIMPTOMATIK
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin
mengurangi gatal yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu
setelah terapi dengan anti skabeis yang adekuat. Pada bayi, aplikasi
hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau
emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada orang
dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .
M. PENCEGAHAN
Untuk
melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak
langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid.
Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena
seseorang mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode
inkubasi asimptomatik. Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui
seprei, bantal, handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan
dikeringkan dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari
diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan
(vacuum cleaner).
N. KOMPLIKASI
Infeksi
sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakter atau
karena garukan. Keduanya
mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan tanda yang paling sering
muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya
pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu
dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai
respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah
yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis, dan axilla. Infeksi sekunder
lokal sebagian besar disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan
biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau antibiotic oral,
tergantung tingkat pyodermanya. Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat
juga terjadi terutama pada skabies Norwegian, post-streptococcal
glomerulonephritis bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang
disebabkan oleh Streptococcus pyogens.
O. PROGNOSIS
Jika
tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu yang
immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu. Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang
individu dengan infeksi scabies, jika diobati dengan benar, memiliki prognosis
yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan sembuh.
WOC SKABIES
ASUHAN
KEPERWATAN
KASUS
3
Seorang anak perempuan berusia 12 tahun
dibawa ke IRD RSUD Nganjuk karena mengeluh gatal-gatal pada kulit sejak 1
minggu yang lalu. Pasien mengatakan rasa gatal-gatal bertambah terutama saat
malam hari. Dari pemeriksaan diperoleh urtikaria pada ekstremitas superior dan
inferior serta pada beberapa bagian tubuh yang lain, juga terdapat pustule di
beberapa lokasi urtikaria. Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya sering
bermain di sungai belakang rumahnya, kondisi sungai kotor karena menjadi tempat
pembuangan limbah industri rumah tangga dan peternakan unggas. Beberapa hari
yang lalu 2 orang anak yang sering bermain bersama pasien dan adik pasien juga
dirawat di RS dengan keluhan yang sama. Dari pemeriksaan mikroskopis diperoleh
adanya Sarcoples scabei pada hapusan
cairan di pustulnya.
PENGKAJIAN
A. PENGUMPULAN
DATA
1. Riwayat
a. Identitas
Pasien: Seorang
anak perempuan berusia 12 tahun. (Skabies dapat diderita oleh semua orang dari
berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin terutama dengan sosial ekonomi
rendah, higiene buruk dan sering berganti pasangan seksual.)
b. Keluhan
utama : Gatal- gatal terutama pada malam hari
c. Riwayat
penyakit sekarang: Urtikaria pada ekstremitas superior dan inferior serta pada
beberapa bagian tubuh yang lain, juga terdapat pustule di beberapa lokasi
urtikaria Riwayat Penyakit Dahulu
d.
Riwayat Penyakit Dahulu: Klien belum pernah
menderita sakit yang sama.
e. RiwayatKeluarga:
Keluarga pasien (adik) beberapa hari yang lalu juga dirawat di
RS dengan keluhan yang sama.
f.
Pemeriksaan Fisik
1)
Keadaan umum :
tampak gelisah, kesan gizi cukup, composmentis GCS E4 V5 M6
2)
Tanda vital :
Tensi :
Tidak dievalusai
Nadi :
70 x/menit
RR :
40 x/menit
Suhu : 36,5 °C 32
B. DIAGNOSA
1.
Gangguan pola tidur b.d nyeri
2.
Gangguan citra tubuh b.d
perubahan dalam penampilan sekunder
3.
Resiko infeksi b.d jaringan
kulit rusak dan prosedur infasif
4.
Kerusakan integritas kulit b.d
edema.
C. KONSEP KEPERAWATAN
1.
Gangguan pola tidur b.d nyeri
Kriteria
hasil :
a.
Mata klien tidak bengkak lagi
b.
Klien tidak sering terbangun
pada malam hari
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Berikan
kenyamanan pada klien (
kebersihan tempat tidur klien)
|
Rasa nyaman sangat penting untuk
klien. Ligkungan yang bersih mendukung untuk kesembuhan klien.
|
2. Kolaborasi
dengan tim dokter dengan pemberian analgesik
|
Pemberian analagesik membantu
menguranggi rasa nyeri pada klien.
|
3. Berikan
lingkungaan yang nyaman dan tidak berisik.
|
Lingkungan yang tenang membuat pasien
mendapatkan istirahat yang cukup dan lebih nyaman.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar