Senin, 22 Juli 2013

askep skabies




A.    DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. (Handoko, 2001).
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual). (Handoko, 2001).
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis.
Penyakit Scabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia , dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Scabies mudah menyebar baik secara langsung melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah digunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau Sarcoptesnya.
Scabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti sela-sela jari, siku, selangkangan. Scabies identik dengan penyakit anak pondok. Penyebabnya adalah kondisi kebersihan yang kurang terjaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi, dan kondisi ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Penyakit kulit scabies menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas yang terserang scabies, karena apabila dilakukan pengobatan secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit scabies.


B.     EPIDEMIOLOGI
Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % - 27 % populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. (Sungkar, S, 1995).
Ada dugaan bahwa setiap sikius 30 tahun terjadi epidemi scabies. Banyak factor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain social ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas (ganti-ganti pasangan), kesalahan diagnosis dan perkembangan demografi serta ekologi. Selain itu faktor penularannya bisa melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur, lewat pakaian, perlengkapan tidur atau benda-benda lainnya.
Cara penularan (tranmisi) :
1.      Kontak langsung misal berjabat tangan, tidur bersama dan kontak seksual.
2.      Kontak tak langsung misalnya melalui pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lainnya.
Penularannya biasanya melalui sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-kadang menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaannya misalnya anjing. (Adhi Djuanda. 2007: 120)
C.     ETIOLOGI
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. Scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron 4 x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.(Handoko, 2001).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. (Mulyono, 1986).
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang. (Andrianto dan Tang Eng Tie, 1989).
D.    PATOGENESIS.
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.(Handoko,  2001).
E.     CARA PENULARAN.
Penyakit scabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa scabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat utama. (BrownT.Y. et al, 1999).
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada. (Benneth, F.J., 1997).
Penularan scabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Dibeberapa sekolah didapatkan kasus pruritus selama beberapa bulan yang sebagian dari mereka telah mendapatkan pengobatan skabisid. (Meyer, J. et al, 2000).
F.      PENYEBAB
Scabies disebabkan oleh Sarcoptes scabiei, tungau ini berbentuk bundar dan mempunyai empat pasang kaki . Dua pasang kaki dibagian anterior menonjol keluar melewati batas badan dan dua pasang kaki bagian posterior tidak melewati batas badan. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit stratum corneumdan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam waktu singkat telur tersebut menetas menjadi hypopi yakti sarcoptes muda dengan tiga pasang kaki. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal, akibatnya penderita menggaruk kulitnya sehingga terjadi infeksi ektoparasit dan terbentuk kerak berwarna coklat keabuan yang berbau anyir.
file:///G:/isaaa/asuhan-keperawatan-skabies_files/5-181a356b65.jpgfile:///G:/isaaa/asuhan-keperawatan-skabies_files/5-181a356b65.jpg
     Tungau Skabies
G.    GEJALA KLINIS
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan paha. gejala lain adalah munculnya garis halus yang berwarna kemerahan di bawah kulit yang merupakan terowongan yang digali Sarcoptes betina. Gejala lainnya muncul gelembung berair pada kulit.
Ada 4 tanda cardinal (Handoko, 2001) :
1.      Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2.      Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3.      Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf 7 (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
4.      Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.

H.    KLASIFIKASI.
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar, 1995):
1.      Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated).
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.




Skabies pada orang bersih

2.      Skabies incognito.
Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.



Skabies incognito
3.      Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.




Skabies Nodular

4.      Skabies yang ditularkan melalui hewan.
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.




Skabies yang ditularkan melalui hewan

5.      Skabies Norwegia.
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.




Skabies Norwegia

6.      Skabies pada bayi dan anak.
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka. (Harahap. M, 2000).




Skabies pada bayi

7.      Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden).
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. (Harahap. M, 2000).

I.       PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila gejala klinis spesifik, diagnostik skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita datang dengan lesi yang bervariasi, sehingga diagnostik sulit untuk ditegakkan. Pada umumnya diagnostik klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. Beberapa cara yang digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :

1.      Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi minyak mineral atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan menggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan penelitian diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
2.      Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan ke dalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi perlu keahlian tinggi.
3.      Tes tinta pada terowongan ( Burrow ink test )
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta warna hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah tinta tersebut dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan terlihat lebih gelap dibanding kulit disekitarnya, karena akumulasi tinta dalam terowongan. Tes akan dinyatakan positif bila terbentuk gambaran kanikula yang khas berupa garis menyerupai bentuk zig-zag.
4.      Membuat biopsi irisan ( Epidermal shave biopsi )
Diagnosis pati dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala melalui mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk kemudian diiris tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan berhati-hati melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut kemudian diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
5.      Biopsi irisan dengan pewarna HE.







6.      Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah dibersihkan dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
a.    Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
b.    Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral agar tungau dan produknya tidak larut,  sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
c.    Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
d.   Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal yang menetap.

J.       PENATALAKSANAAN SKABIES
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektivitas yang bervariasi. Faktor  yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor kegagalan terapi yang pernah diberikan sebelumnya. Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh kecuali  area wajah dan kulit kepala, dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga.
Pada pasien anak dan scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti scabies secara berlebihan. 20 Steroid topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.
K.    PENATALAKSANAAN SECARA UMUM
Edukasi pada pasien skabies : 
1.    Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
2.    Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada
malam hari sebelum tidur.
3.      Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
4.      Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan
bila perlu direndam dengan air panas.
5.      Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
6.      Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dan ikut menjaga kebersihan

L.     PENGOBATAN SIMPTOMATIK
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabeis yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .

M.   PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik. Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5  hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).
N.    KOMPLIKASI
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakter atau
karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus.  Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal, penis, dan axilla. Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh  Staphylococcus aureus  dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap topikal atau antibiotic oral, tergantung tingkat  pyodermanya.  Selain itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada skabies Norwegian, post-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogens.

O.    PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu yang immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.  Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan sembuh.













WOC SKABIES


 




 




























ASUHAN KEPERWATAN
KASUS 3
Seorang anak perempuan berusia 12 tahun dibawa ke IRD RSUD Nganjuk karena mengeluh gatal-gatal pada kulit sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengatakan rasa gatal-gatal bertambah terutama saat malam hari. Dari pemeriksaan diperoleh urtikaria pada ekstremitas superior dan inferior serta pada beberapa bagian tubuh yang lain, juga terdapat pustule di beberapa lokasi urtikaria. Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya sering bermain di sungai belakang rumahnya, kondisi sungai kotor karena menjadi tempat pembuangan limbah industri rumah tangga dan peternakan unggas. Beberapa hari yang lalu 2 orang anak yang sering bermain bersama pasien dan adik pasien juga dirawat di RS dengan keluhan yang sama. Dari pemeriksaan mikroskopis diperoleh adanya Sarcoples scabei pada hapusan cairan di pustulnya.

PENGKAJIAN
A.    PENGUMPULAN DATA
1.      Riwayat
a.       Identitas Pasien: Seorang anak perempuan berusia 12 tahun. (Skabies dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin terutama dengan sosial ekonomi rendah, higiene buruk dan sering berganti pasangan seksual.)
b.      Keluhan utama : Gatal- gatal terutama pada malam hari
c.       Riwayat penyakit sekarang: Urtikaria pada ekstremitas superior dan inferior serta pada beberapa bagian tubuh yang lain, juga terdapat pustule di beberapa lokasi urtikaria Riwayat Penyakit Dahulu 
d.      Riwayat Penyakit Dahulu: Klien belum pernah menderita sakit yang sama.
e.       RiwayatKeluarga: Keluarga pasien (adik) beberapa hari yang lalu juga dirawat di RS dengan keluhan yang sama.
f.       Pemeriksaan Fisik
1)      Keadaan umum           : tampak gelisah, kesan gizi cukup, composmentis GCS E4 V5 M6
2)      Tanda vital                   :   
Tensi                            : Tidak dievalusai
Nadi                             : 70 x/menit
RR                               : 40 x/menit
Suhu                            : 36,5 °C 32

B.     DIAGNOSA
1.      Gangguan pola tidur b.d nyeri
2.      Gangguan citra tubuh b.d perubahan dalam penampilan sekunder
3.      Resiko infeksi b.d jaringan kulit rusak dan prosedur infasif
4.      Kerusakan integritas kulit b.d edema.

C.     KONSEP KEPERAWATAN
1.      Gangguan pola tidur b.d nyeri
Kriteria hasil :
a.       Mata klien tidak bengkak lagi
b.      Klien tidak sering terbangun pada malam hari
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Berikan kenyamanan pada klien          ( kebersihan tempat tidur klien)
Rasa nyaman sangat penting untuk klien. Ligkungan yang bersih mendukung untuk kesembuhan klien.
2.      Kolaborasi dengan tim dokter dengan pemberian analgesik
Pemberian analagesik membantu menguranggi rasa nyeri pada klien.
3.      Berikan lingkungaan yang nyaman dan tidak berisik.
Lingkungan yang tenang membuat pasien mendapatkan istirahat yang cukup dan lebih nyaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar